Kisruh Musala Al Muhajirin, Warga Grand Wisata Bekasi: Gugatan Pengembang Harus Ditolak
Rabu, 06 Januari 2021 - 10:59 WIB
Kelima, surat undangan Penggugat kepada Tergugat No. 01/undangan/SS/XI/2020 tanggal 24 November 2020 tidak sah karena kuasa Penggugat tidak memiliki hak mengundang sehingga tidak ada alasan hukum tergugat menghadiri undangan itu.
Keenam, permohonan Penggugat untuk tidak wajib mengembalikan kepada Tergugat uang pembelian tanah Kavling seluas 266 m2 di Cluster Water Garden BH 8 No 39 senilai Rp1,67 miliar adalah iktikad buruk dan harus ditolak.
Sebagai pembeli, Tergugat telah melaksanakan seluruh kewajiban jual beli tanah, mengantongi surat serah terima, melunasi pajak, dan iuran pengelolaan lingkungan kepada Pengurus RW 10. Ketujuh, permintaan pengembalian tanah yang sudah dibeli kepada Penggugat sangat ironis karena melanggar berbagai peraturan yang berlaku. (Baca juga: Besok Iring-iringan Warga Grand Wisata Akan Penuhi PN Cikarang)
Pembangunan musala juga telah memperoleh persetujuan seluruh warga muslim RW 10 dan warga nonmuslim di sekitar lokasi. Camat Tambun Selatan saat memberi jawaban pada prinsipnya juga telah menyetujui. Demikian pula Kepala Desa Lambangjaya, Ketua RW 10, seluruh RT/RW 10, dan Forum Komunikasi Warga Grand Wisata telah menandatangani persetujuan.
Selain itu, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi dan Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Bekasi telah menerbitkan surat persetujuan dan rekomendasi. Bahkan, Kementerian Agama Kantor Wilayah Bekasi mengeluarkan persetujuan dan rekomendasi sekaligus memberi piagam dan nomor registrasi musala.
Atas seluruh fakta itu, dalil wanprestasi dari Penggugat adalah klausul yang patut diduga penyelundupan hukum sesuai Pasal 146 UU Nomor 1/ 2011 tentang Pemukiman dan Perumahan. ”Untuk itu seluruh permohonan penggugat semestinya ditolak karena tidak relevan dan kabur,” ujar Rahman.
Keenam, permohonan Penggugat untuk tidak wajib mengembalikan kepada Tergugat uang pembelian tanah Kavling seluas 266 m2 di Cluster Water Garden BH 8 No 39 senilai Rp1,67 miliar adalah iktikad buruk dan harus ditolak.
Sebagai pembeli, Tergugat telah melaksanakan seluruh kewajiban jual beli tanah, mengantongi surat serah terima, melunasi pajak, dan iuran pengelolaan lingkungan kepada Pengurus RW 10. Ketujuh, permintaan pengembalian tanah yang sudah dibeli kepada Penggugat sangat ironis karena melanggar berbagai peraturan yang berlaku. (Baca juga: Besok Iring-iringan Warga Grand Wisata Akan Penuhi PN Cikarang)
Pembangunan musala juga telah memperoleh persetujuan seluruh warga muslim RW 10 dan warga nonmuslim di sekitar lokasi. Camat Tambun Selatan saat memberi jawaban pada prinsipnya juga telah menyetujui. Demikian pula Kepala Desa Lambangjaya, Ketua RW 10, seluruh RT/RW 10, dan Forum Komunikasi Warga Grand Wisata telah menandatangani persetujuan.
Selain itu, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi dan Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Bekasi telah menerbitkan surat persetujuan dan rekomendasi. Bahkan, Kementerian Agama Kantor Wilayah Bekasi mengeluarkan persetujuan dan rekomendasi sekaligus memberi piagam dan nomor registrasi musala.
Atas seluruh fakta itu, dalil wanprestasi dari Penggugat adalah klausul yang patut diduga penyelundupan hukum sesuai Pasal 146 UU Nomor 1/ 2011 tentang Pemukiman dan Perumahan. ”Untuk itu seluruh permohonan penggugat semestinya ditolak karena tidak relevan dan kabur,” ujar Rahman.
(jon)
tulis komentar anda