Jalan Ciater Tangsel Rusak dan Berpasir, Kejari Minta Dinas Tegur Kontraktor
Sabtu, 19 Desember 2020 - 06:19 WIB
Sementara, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Paragon (YLPKP), Puji Iman Jarkasih, menilai jika Aparat Penegak Hukum (APH) baik Polisi atau pun Kejaksaan bisa turun menyelidiki adanya dugaan pelanggaran dalam proyek pengaspalan jalan tersebut.
"Kalau ada penyalahgunaan wewenang dan ada indikasi memperkaya diri sendiri dan orang lain, APH harus turun melakukan penyelidikan, diminta atau tanpa diminta," ucap Puji terpisah.
Di samping itu, kata dia, masyarakat bisa saja menggunakan haknya dengan menggugat pemerintah kota selaku penyelenggara jalan yang mengabaikan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebagaimana dijelaskan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2).
"Pasal 24 ayat (1) menyebutkan, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas," terangnya. ( )
Kemudian pada ayat (2) dijelaskan, "Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalulintas".
Sedangkan untuk ketentuan pidana atas pelanggaran itu tercantum dalam Pasal 273 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 yang berbunyi "Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan atau kerusakan kendaraan dan atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta."
"Ada nggak masyarakat yang dirugikan kemudian mau meluangkan waktunya untuk menggugat? kalau ada ya bisa dilakukan. Dasar gugatan warga merujuk pada Pasal 258 UU nomor 22 tahun 2009 serta UU 38 tahun 2004 tentang jalan. Gugatannya menyasar pada kebijakan pemerintah mengenai jalan," tandas Puji.
"Kalau ada penyalahgunaan wewenang dan ada indikasi memperkaya diri sendiri dan orang lain, APH harus turun melakukan penyelidikan, diminta atau tanpa diminta," ucap Puji terpisah.
Di samping itu, kata dia, masyarakat bisa saja menggunakan haknya dengan menggugat pemerintah kota selaku penyelenggara jalan yang mengabaikan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebagaimana dijelaskan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2).
"Pasal 24 ayat (1) menyebutkan, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas," terangnya. ( )
Kemudian pada ayat (2) dijelaskan, "Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalulintas".
Sedangkan untuk ketentuan pidana atas pelanggaran itu tercantum dalam Pasal 273 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 yang berbunyi "Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan atau kerusakan kendaraan dan atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta."
"Ada nggak masyarakat yang dirugikan kemudian mau meluangkan waktunya untuk menggugat? kalau ada ya bisa dilakukan. Dasar gugatan warga merujuk pada Pasal 258 UU nomor 22 tahun 2009 serta UU 38 tahun 2004 tentang jalan. Gugatannya menyasar pada kebijakan pemerintah mengenai jalan," tandas Puji.
(mhd)
tulis komentar anda