Penurunan Muka Tanah Masuk Zona Kritis, Jakarta Butuh Ini
Selasa, 14 Mei 2024 - 08:49 WIB
Di sisi lain, menurut laporan yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap layanan sumber air minum layak dan berkelanjutan mencapai sekitar 97,93%, sementara cakupan layanan air bersih hanya sekitar 65,41%.
“Jadi sangat jauh dari cukup. Kurang sekali untuk memenuhi kebutuhan per kapita Jakarta,” kata Suci.
Sementara itu, Ketua Indonesian Water Institute Firdaus Ali menilai perlu adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi dan pembangunan jaringan baru pipa distribusi untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD PAM JAYA memberi target tercapainya 100% penggunaan pipa akses air bersih pada 2030. Namun, untuk mencapai target ini dibutuhkan peralihan dari masyarakat ataupun pemilik gedung untuk beralih dari air tanah ke air bersih perpipaan, serta investasi yang besar yang dibutuhkan untuk menyambungkan perpipaan ke kawasan-kawasan yang cenderung lebih sulit dijangkau.
Menurut Ali, persoalan tersebut bisa teratasi asal pemerintah terlebih dahulu membuat jaringan perpipaan secara merata, untuk kemudian membuat aturan jelas. Jika hanya memberi larangan tanpa memberikan solusi, hal ini tentu akan menimbulkan reaksi.
“Selama air perpipaan tidak cukup, ya tidak mungkin kita merealisasikan upaya pengendalian permukaan tanah tadi,” kata papar Ali.
Ali mengaku percaya target yang diberikan pada tahun 2030 bakal terlaksana. Selain itu, Pemprov harus mulai mencari sumber alternatif air baku. Saat ini, dikatakan Ali, 82% kebutuhan air Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur, sisanya 16% beli dari Tangerang.
Faktor lain yang tak kalah penting, yakni perawatan terhadap jaringan air bersih tersebut, termasuk persoalan kebocoran baik administratif maupun teknis.
”Kebocoran teknis dengan perbaikan penggantian pipa yang sudah tua-tua karena lama pipanya itu, kebocoran administratif tadi, pencurian air dan sebagainya ya itu harus dikendalikan,” pungkas Ali.
“Jadi sangat jauh dari cukup. Kurang sekali untuk memenuhi kebutuhan per kapita Jakarta,” kata Suci.
Sementara itu, Ketua Indonesian Water Institute Firdaus Ali menilai perlu adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi dan pembangunan jaringan baru pipa distribusi untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD PAM JAYA memberi target tercapainya 100% penggunaan pipa akses air bersih pada 2030. Namun, untuk mencapai target ini dibutuhkan peralihan dari masyarakat ataupun pemilik gedung untuk beralih dari air tanah ke air bersih perpipaan, serta investasi yang besar yang dibutuhkan untuk menyambungkan perpipaan ke kawasan-kawasan yang cenderung lebih sulit dijangkau.
Menurut Ali, persoalan tersebut bisa teratasi asal pemerintah terlebih dahulu membuat jaringan perpipaan secara merata, untuk kemudian membuat aturan jelas. Jika hanya memberi larangan tanpa memberikan solusi, hal ini tentu akan menimbulkan reaksi.
“Selama air perpipaan tidak cukup, ya tidak mungkin kita merealisasikan upaya pengendalian permukaan tanah tadi,” kata papar Ali.
Ali mengaku percaya target yang diberikan pada tahun 2030 bakal terlaksana. Selain itu, Pemprov harus mulai mencari sumber alternatif air baku. Saat ini, dikatakan Ali, 82% kebutuhan air Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur, sisanya 16% beli dari Tangerang.
Faktor lain yang tak kalah penting, yakni perawatan terhadap jaringan air bersih tersebut, termasuk persoalan kebocoran baik administratif maupun teknis.
Baca Juga
”Kebocoran teknis dengan perbaikan penggantian pipa yang sudah tua-tua karena lama pipanya itu, kebocoran administratif tadi, pencurian air dan sebagainya ya itu harus dikendalikan,” pungkas Ali.
tulis komentar anda