Banjir Surut, Tiap Kelurahan Diusulkan Miliki Alat Darurat Bencana
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Banjir yang merendam sebagian besar Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada awal pergantian tahun 2020 memberikan gambaran, bahwasanya upaya dalam menghadapi kondisi darurat belum cukup maksimal.
Hal itu ditandai, dengan lambannya koordinasi yang dilakukan dari jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) hingga pada perangkat lingkungan paling bawah. Akibatnya, warga terdampak banjir kebingungan mencari tempat mengungsi. Bahkan tak sedikit pula yang harus menahan lapar, lantaran belum adanya dapur umum ataupun bantuan konsumsi.
Fakta-fakta itu membuat pengurus di tingkat kelurahan memberikan usulan, agar tiap kelurahan diberikan kewenangan untuk memiliki peralatan serta perlengkapan darurat bencana. Seperti, perahu karet, genset, pompa air, hingga kendaraan operasional.
"Kita harus ambil hikmah dari musibah banjir kemarin, banyak titik itu yang proses penanganannya agak lambat. Karena apa? karena semua menunggu bantuan dari BPBD, pemerintah kota, sementara titik-titik terdampak itu sangat banyak," terang Lurah Cipayung, Ciputat Tomi Patria Edwardy kepada wartawan, Rabu (8/1/2020). (Baca: ACT Ajak Galang Donasi untuk Sejumlah Desa Terisolir Longsor )
"Itulah kenapa saya mengusulkan, agar tiap kelurahan memiliki juga peralatan dan perlengkapan darurat bencana. Misalnya perahu karet, genset, pompa air dan kendaraan operasional. Sehingga begitu terjadi sesuatu keadaan darurat, tingkat kelurahan sudah bergerak lebih dulu, baru menyusul dari pihak terkait seperti BPBD dan lainnya," imbuhnya.
Dia menuturkan cerita, bagaimana saat beberapa wilayahnya terendam banjir pada 1 Januari 2020. Beberapa lokasi terparah adalah di Perumahan Inhutani Ciputat, lalu di Perumahan Pondok Hijau. Di sana banyak warga yang terjebak di dalam rumah, sementara ketinggian air mencapai lebih dari dua meter.
"Saat itu nggak ada perahu karet, sementara BPBD kan kirim perahu ke titik-titik terparah di lokasi lain. Praktis banyak warga yang tak bisa dievakuasi. Kebetulan ada dari NGO yang bantu dua perahu karet, itu akhirnya yang bisa evakuasi warga," jelasnya.
Dia melanjutkan, masalah berikut adalah ketika para warga berhasil dievakuasi meninggalkan rumahnya yang terendam banjir. Namun sayangnya, lokasi Posko penampungan belum tersedia. Tak ada dapur umum, lantaran berbagai kebutuhan konsumsi dan semacamnya belum terkoordinasikan dengan baik. (Baca juga: Korban tewas Banjir Bandang di Tangerang Selatan Jadi 4 Orang )
"Lalu setelah berhasil dievakuasi, mereka ditempati di mana? bagaimana dengan dapur umumnya untuk melayani konsumsi para warga terdampak? Itulah pentingnya, kita di tiap kelurahan harus memiliki perlengkapan kedaruratan, ada genset untuk listrik. Jadi penanganan pertama bisa kita lakukan," ungkapnya.
Selain peralatan darurat bencana, diusulkan pula pembentukan Satuan Kordinasi Pelaksana (Satkorlak) di tiap Kecamatan. Nantinya, pengendalian dan pendataan dari masing-masing wilayah dikelola oleh Satkorlak Kecamatan. Sehingga, data dan langkah yang diambil lebih akurat dan presisi.
"Satkorlak harus ada di kecamatan, siapa yang mendata korban, kerugian materil dan bangunan berapa, mobil ambulans dari mana dan ditempatkan di mana, distribusi bantuan, lokasi evakuasi, itu semua akan lebih cepat jika ditangani satkorlak kecamatan," ucapnya.
Menanggapi usulan itu, Wakil Wali Kota Benyamin Davnie mengatakan, bahwa setiap usulan bisa saja ditawarkan. Namun disesuaikan dengan tahapan yang ada, yakni melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
"Usulan tersebut dapat dibahas dalam musrenbang yang akan digelar bulan februari nanti. Kalau mengusulkan bisa saja dari kelurahan," jelas Benyamin.
Hal itu ditandai, dengan lambannya koordinasi yang dilakukan dari jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) hingga pada perangkat lingkungan paling bawah. Akibatnya, warga terdampak banjir kebingungan mencari tempat mengungsi. Bahkan tak sedikit pula yang harus menahan lapar, lantaran belum adanya dapur umum ataupun bantuan konsumsi.
Fakta-fakta itu membuat pengurus di tingkat kelurahan memberikan usulan, agar tiap kelurahan diberikan kewenangan untuk memiliki peralatan serta perlengkapan darurat bencana. Seperti, perahu karet, genset, pompa air, hingga kendaraan operasional.
"Kita harus ambil hikmah dari musibah banjir kemarin, banyak titik itu yang proses penanganannya agak lambat. Karena apa? karena semua menunggu bantuan dari BPBD, pemerintah kota, sementara titik-titik terdampak itu sangat banyak," terang Lurah Cipayung, Ciputat Tomi Patria Edwardy kepada wartawan, Rabu (8/1/2020). (Baca: ACT Ajak Galang Donasi untuk Sejumlah Desa Terisolir Longsor )
"Itulah kenapa saya mengusulkan, agar tiap kelurahan memiliki juga peralatan dan perlengkapan darurat bencana. Misalnya perahu karet, genset, pompa air dan kendaraan operasional. Sehingga begitu terjadi sesuatu keadaan darurat, tingkat kelurahan sudah bergerak lebih dulu, baru menyusul dari pihak terkait seperti BPBD dan lainnya," imbuhnya.
Dia menuturkan cerita, bagaimana saat beberapa wilayahnya terendam banjir pada 1 Januari 2020. Beberapa lokasi terparah adalah di Perumahan Inhutani Ciputat, lalu di Perumahan Pondok Hijau. Di sana banyak warga yang terjebak di dalam rumah, sementara ketinggian air mencapai lebih dari dua meter.
"Saat itu nggak ada perahu karet, sementara BPBD kan kirim perahu ke titik-titik terparah di lokasi lain. Praktis banyak warga yang tak bisa dievakuasi. Kebetulan ada dari NGO yang bantu dua perahu karet, itu akhirnya yang bisa evakuasi warga," jelasnya.
Dia melanjutkan, masalah berikut adalah ketika para warga berhasil dievakuasi meninggalkan rumahnya yang terendam banjir. Namun sayangnya, lokasi Posko penampungan belum tersedia. Tak ada dapur umum, lantaran berbagai kebutuhan konsumsi dan semacamnya belum terkoordinasikan dengan baik. (Baca juga: Korban tewas Banjir Bandang di Tangerang Selatan Jadi 4 Orang )
"Lalu setelah berhasil dievakuasi, mereka ditempati di mana? bagaimana dengan dapur umumnya untuk melayani konsumsi para warga terdampak? Itulah pentingnya, kita di tiap kelurahan harus memiliki perlengkapan kedaruratan, ada genset untuk listrik. Jadi penanganan pertama bisa kita lakukan," ungkapnya.
Selain peralatan darurat bencana, diusulkan pula pembentukan Satuan Kordinasi Pelaksana (Satkorlak) di tiap Kecamatan. Nantinya, pengendalian dan pendataan dari masing-masing wilayah dikelola oleh Satkorlak Kecamatan. Sehingga, data dan langkah yang diambil lebih akurat dan presisi.
"Satkorlak harus ada di kecamatan, siapa yang mendata korban, kerugian materil dan bangunan berapa, mobil ambulans dari mana dan ditempatkan di mana, distribusi bantuan, lokasi evakuasi, itu semua akan lebih cepat jika ditangani satkorlak kecamatan," ucapnya.
Menanggapi usulan itu, Wakil Wali Kota Benyamin Davnie mengatakan, bahwa setiap usulan bisa saja ditawarkan. Namun disesuaikan dengan tahapan yang ada, yakni melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
"Usulan tersebut dapat dibahas dalam musrenbang yang akan digelar bulan februari nanti. Kalau mengusulkan bisa saja dari kelurahan," jelas Benyamin.
(ysw)