Sengketa Lahan, Warga Minta Pemkot Tangsel Patuhi Rekomendasi Komnas HAM
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Sengketa dalam bentuk penguasaan lahan warga oleh pengembang masih banyak terjadi di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Modusnya bermacam-macam, termasuk dengan melibatkan oknum pejabat tertentu dalam memanfaatkan surat girik ahli waris.
Kasus terbaru dialami Sutarman, tanah warisan keluarganya seluas sekira 2,5 hektare kini telah berubah wujud. Pengembang menguasai lahan itu dan membangun perumahan elit. Bertahun- tahun dia menempuh berbagai cara, namun hingga saat ini perjuangan itu belum berhasil.
"Kami sudah menyurati ibu Wali Kota sebanyak enam kali, tapi belum ada tanggapan. Kami punya hak atas tanah kami, kami hanya minta Ibu Wali Kota mematuhi surat dari Komnas HAM, Ombudsman, dan juga ada dari Kemendagri yang meminta agar kasus pengaduan lahan ini ditindaklanjuti," kata Sutarman di Balai Kota Tangsel, Maruga, Ciputat, Jumat (18/10/2019).
Diceritakan Sutarman, bahwa mulanya girik milik orang tuanya, Rusli Wahyudi, dititipkan di Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, pada tahun 1993 lalu. Penitipan itu dilakukan guna penyelesaian sengketa tanah. Terlampir pula surat tanda-terima oleh Kepala Desa saat itu.
Namun tiba-tiba pada tanggal 1 Agustus 2018, Lurah Lengkong Gudang Timur mengeluarkan surat bernomor : 145/65/Kel.LGT/2018, di mana menyatakan bahwa girik nomor 913 Persil 36 dan 4 milik orang tua Sutarman tidak ditemukan. Dikatakan alasannya, jika hal itu terjadi akibat pemekaran wilayah dari Lengkong Gudang menjadi Lengkong Gudang Timur.
"Saya mulai curiga, karena ada catatan jual-beli girik tersebut. Kok bisa? sedangkan kami ahli waris sudah mencari kemana-mana girik itu, saat kami mau cari tahu jual-beli itu lalu ditutup-tutupi, makanya kemudian kami mengadukan hal ini," imbuhnya.
Bertahun-tahun lamanya Sutarman mencari tahu di mana keberadaan girik tersebut. Di satu sisi, tanah yang tercantum dalam girik itu telah dibangun menjadi perumahan elit oleh pengembang. Kecurigaan Sutarman pun makin menjadi, dia menduga ada oknum yang sengaja bermain dan memanfaatkan girik tersebut.
"Perjuangan saya sudah kemana-mana, saya mengantongi juga surat kehilangan dari kepolisian tentang girik itu. Lalu saya sudah ke Ombudsman mengadukan Kelurahan Lengkong Gudang Timur soal hilangnya girik itu, saya juga sudah ke komnas HAM meminta dukungan agar kasus yang saya alami ini ditindaklanjuti. Saya sebagai warga negara tentu punya hak yang sama," jelasnya.
Sutarman sendiri telah mengantongi dukungan dari putusan lembaga negara, seperti Ombudsman RI Provinsi Banten bernomor : 0044/Srt/0025-2018/SRG-04/IV/2018 tanggal 30 April 2018.
Surat Ombudsman itu ditujukan pada Lurah Lengkong Gudang Timur, di mana telah terjadi maladministrasi dalam menindaklanjuti permohonan pengembalian girik C.913 yang dahulu dititipkan di Kelurahan.
Begitu pula dengan surat yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri bernomor : 590/330/BAK, tanggal 24 Januari 2019. Surat ini meminta Gubernur Banten meneliti dan mengkaji laporan Sutarman, serta melaporkan hasilnya ke Kemendagri.
Berikutnya adalah putusan dari Komisi Informasi Provinsi Banten bernomor : 003/II/KIBANTEN-PS.2019. Isi surat memerintahkan Kecamatan Serpong agar memberikan informasi kepada pengadu (Sutarman) secara tertulis, mengenai hilangnya catatan jual beli tanah girik C913 Persil 36 dan 41 kepada pihak lain di Kecamatan Serpong.
Atas dasar itu, lanjut Sutarman, Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) RI mengeluarkan surat bernomor 0.714/R-PMT/VIII/2019, yang meminta Wali Kota Airin Rachmi Diany, agar memberikan perhatian serta menindaklanjuti hasil putusan tersebut. Paling lama selama 30 hari sejak surat diterima.
"Penting kami sampaikan bahwa hak warga negara atas kesejahteraan dan kepastian hukum dijamin dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 36 ayat (1) dan (2), UU Nomor 39 Tahun 2009. Pengabaian terhadap hak warga negara merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Saudara selaku bagian dari pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban memenuhi hak asasi manusia warga Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 8. 71 dan 72 UU Nomor 39 Tahun 1999," bunyi petikan akhir dari surat Komnas HAM itu.
Dilanjutkan Sutarman, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyatakan jika girik C milik orang tuanya itu tidak ditemukan di bagian arsip dan dokumen. Namun lagi-lagi dia merasakan ada kejanggalan, lantaran pengembang yang mencaplok lahannya justru mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB).
"Ini sudah terang benderang menurut saya. Jadi kami tidak mau soal ini membuat gaduh, kami hanya minta Ibu Airin melaksanakan putusan Komnas HAM. Kami meminta Pemkot membuatkan girik pengganti atas hilangnya girik asli orang tua kami itu," ucap Sutarman.
Sementara itu, Pemkot Tangsel yang diwakili Asisten Daerah (Asda) I, Rahmat Salam, menjelaskan jika Wali Kota Airin tengah memelajari kasus tersebut. Namun, dikatakannya, tak ada niatan dari Pemkot menghalang-halangi hak dari warganya.
"Pemkot tidak ada niat mengganjal atau menghalangi warganya yang meminta hak. Hanya saja belum ada titik temu saya berharap bisa duduk bersama membahasnya. Pengembang, warga dan pihak terkait saling bertemu," terangnya.
Lebih lanjut, Rahmat pun menjamin akan memberikan sangsi tegas jika terbukti ada pihak Kelurahan maupun Kecamatan yang lalai hingga menyebabkan Girik warga hilang. Diakuinya, semenjak Kota Tangsel berdiri telah ada beberapa kasus sengketa serupa yang melibatkan warga dan pengembang.
"Kalau ada kelalaian, sangsinya sesuai aturan. Jadi memang sampai saat ini, beberapa kali terjadi sengketa antara pengembang dan warga, itulah perlunya kita harus duduk bersama memecahkan persoalan ini," jelasnya.
Sementara itu, Forum Komunikasi Korban Mafia Tanah (FKMTI) menilai, Pemkot Tangsel mengabaikan perintah Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik tanah antar warga dengan negara maupun antara warga dengan pengusaha.
"Rakyat dalam hal ini saudara Sutarman dipersulit untuk sekadar mengetahui informasi tentang status girik milik orang tuanya, apakah ada catatan jual-beli mengenai girik itu di Kecamatan Serpong," ucap Agus Muldya, Sekjen FKMTI.
Dia mngingatkan, agar Wali Kota Airin tidak terperangkap jaringan mafia tanah yang terus mengulur-ulur waktu penyelesaian kasus perampasan tanah di wilayah Tangsel. Agus mencontohkan beberapa kasus perampasan tanah dengan modus memiliki HGB, namun tanpa membeli kepada pemilik yang sah.
"Modusnya begitu, para pengembang dan pengusaha bisa membangun sesuatu dengan dasar HGB. Sementara kok bisa HGB itu diperoleh, padahal pemiliknya yang sah tidak pernah menjualnya. Ini lah modus dari mafia tanah itu, kita semua harus bersatu melawan. Karena Pak Jokowi pun meminta secara cepat penyelesaian kasus sengketa seperti ini," pungkasnya.
Kasus terbaru dialami Sutarman, tanah warisan keluarganya seluas sekira 2,5 hektare kini telah berubah wujud. Pengembang menguasai lahan itu dan membangun perumahan elit. Bertahun- tahun dia menempuh berbagai cara, namun hingga saat ini perjuangan itu belum berhasil.
"Kami sudah menyurati ibu Wali Kota sebanyak enam kali, tapi belum ada tanggapan. Kami punya hak atas tanah kami, kami hanya minta Ibu Wali Kota mematuhi surat dari Komnas HAM, Ombudsman, dan juga ada dari Kemendagri yang meminta agar kasus pengaduan lahan ini ditindaklanjuti," kata Sutarman di Balai Kota Tangsel, Maruga, Ciputat, Jumat (18/10/2019).
Diceritakan Sutarman, bahwa mulanya girik milik orang tuanya, Rusli Wahyudi, dititipkan di Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, pada tahun 1993 lalu. Penitipan itu dilakukan guna penyelesaian sengketa tanah. Terlampir pula surat tanda-terima oleh Kepala Desa saat itu.
Namun tiba-tiba pada tanggal 1 Agustus 2018, Lurah Lengkong Gudang Timur mengeluarkan surat bernomor : 145/65/Kel.LGT/2018, di mana menyatakan bahwa girik nomor 913 Persil 36 dan 4 milik orang tua Sutarman tidak ditemukan. Dikatakan alasannya, jika hal itu terjadi akibat pemekaran wilayah dari Lengkong Gudang menjadi Lengkong Gudang Timur.
"Saya mulai curiga, karena ada catatan jual-beli girik tersebut. Kok bisa? sedangkan kami ahli waris sudah mencari kemana-mana girik itu, saat kami mau cari tahu jual-beli itu lalu ditutup-tutupi, makanya kemudian kami mengadukan hal ini," imbuhnya.
Bertahun-tahun lamanya Sutarman mencari tahu di mana keberadaan girik tersebut. Di satu sisi, tanah yang tercantum dalam girik itu telah dibangun menjadi perumahan elit oleh pengembang. Kecurigaan Sutarman pun makin menjadi, dia menduga ada oknum yang sengaja bermain dan memanfaatkan girik tersebut.
"Perjuangan saya sudah kemana-mana, saya mengantongi juga surat kehilangan dari kepolisian tentang girik itu. Lalu saya sudah ke Ombudsman mengadukan Kelurahan Lengkong Gudang Timur soal hilangnya girik itu, saya juga sudah ke komnas HAM meminta dukungan agar kasus yang saya alami ini ditindaklanjuti. Saya sebagai warga negara tentu punya hak yang sama," jelasnya.
Sutarman sendiri telah mengantongi dukungan dari putusan lembaga negara, seperti Ombudsman RI Provinsi Banten bernomor : 0044/Srt/0025-2018/SRG-04/IV/2018 tanggal 30 April 2018.
Surat Ombudsman itu ditujukan pada Lurah Lengkong Gudang Timur, di mana telah terjadi maladministrasi dalam menindaklanjuti permohonan pengembalian girik C.913 yang dahulu dititipkan di Kelurahan.
Begitu pula dengan surat yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri bernomor : 590/330/BAK, tanggal 24 Januari 2019. Surat ini meminta Gubernur Banten meneliti dan mengkaji laporan Sutarman, serta melaporkan hasilnya ke Kemendagri.
Berikutnya adalah putusan dari Komisi Informasi Provinsi Banten bernomor : 003/II/KIBANTEN-PS.2019. Isi surat memerintahkan Kecamatan Serpong agar memberikan informasi kepada pengadu (Sutarman) secara tertulis, mengenai hilangnya catatan jual beli tanah girik C913 Persil 36 dan 41 kepada pihak lain di Kecamatan Serpong.
Atas dasar itu, lanjut Sutarman, Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) RI mengeluarkan surat bernomor 0.714/R-PMT/VIII/2019, yang meminta Wali Kota Airin Rachmi Diany, agar memberikan perhatian serta menindaklanjuti hasil putusan tersebut. Paling lama selama 30 hari sejak surat diterima.
"Penting kami sampaikan bahwa hak warga negara atas kesejahteraan dan kepastian hukum dijamin dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 36 ayat (1) dan (2), UU Nomor 39 Tahun 2009. Pengabaian terhadap hak warga negara merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Saudara selaku bagian dari pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban memenuhi hak asasi manusia warga Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 8. 71 dan 72 UU Nomor 39 Tahun 1999," bunyi petikan akhir dari surat Komnas HAM itu.
Dilanjutkan Sutarman, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyatakan jika girik C milik orang tuanya itu tidak ditemukan di bagian arsip dan dokumen. Namun lagi-lagi dia merasakan ada kejanggalan, lantaran pengembang yang mencaplok lahannya justru mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB).
"Ini sudah terang benderang menurut saya. Jadi kami tidak mau soal ini membuat gaduh, kami hanya minta Ibu Airin melaksanakan putusan Komnas HAM. Kami meminta Pemkot membuatkan girik pengganti atas hilangnya girik asli orang tua kami itu," ucap Sutarman.
Sementara itu, Pemkot Tangsel yang diwakili Asisten Daerah (Asda) I, Rahmat Salam, menjelaskan jika Wali Kota Airin tengah memelajari kasus tersebut. Namun, dikatakannya, tak ada niatan dari Pemkot menghalang-halangi hak dari warganya.
"Pemkot tidak ada niat mengganjal atau menghalangi warganya yang meminta hak. Hanya saja belum ada titik temu saya berharap bisa duduk bersama membahasnya. Pengembang, warga dan pihak terkait saling bertemu," terangnya.
Lebih lanjut, Rahmat pun menjamin akan memberikan sangsi tegas jika terbukti ada pihak Kelurahan maupun Kecamatan yang lalai hingga menyebabkan Girik warga hilang. Diakuinya, semenjak Kota Tangsel berdiri telah ada beberapa kasus sengketa serupa yang melibatkan warga dan pengembang.
"Kalau ada kelalaian, sangsinya sesuai aturan. Jadi memang sampai saat ini, beberapa kali terjadi sengketa antara pengembang dan warga, itulah perlunya kita harus duduk bersama memecahkan persoalan ini," jelasnya.
Sementara itu, Forum Komunikasi Korban Mafia Tanah (FKMTI) menilai, Pemkot Tangsel mengabaikan perintah Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik tanah antar warga dengan negara maupun antara warga dengan pengusaha.
"Rakyat dalam hal ini saudara Sutarman dipersulit untuk sekadar mengetahui informasi tentang status girik milik orang tuanya, apakah ada catatan jual-beli mengenai girik itu di Kecamatan Serpong," ucap Agus Muldya, Sekjen FKMTI.
Dia mngingatkan, agar Wali Kota Airin tidak terperangkap jaringan mafia tanah yang terus mengulur-ulur waktu penyelesaian kasus perampasan tanah di wilayah Tangsel. Agus mencontohkan beberapa kasus perampasan tanah dengan modus memiliki HGB, namun tanpa membeli kepada pemilik yang sah.
"Modusnya begitu, para pengembang dan pengusaha bisa membangun sesuatu dengan dasar HGB. Sementara kok bisa HGB itu diperoleh, padahal pemiliknya yang sah tidak pernah menjualnya. Ini lah modus dari mafia tanah itu, kita semua harus bersatu melawan. Karena Pak Jokowi pun meminta secara cepat penyelesaian kasus sengketa seperti ini," pungkasnya.
(ysw)