PDIP-Gerindra dan Parpol Lain Bersatu Keroyok PKS di Pilkada Depok 2020
A
A
A
DEPOK - Sejumlah partai politik (parpol) bersepakat bersatu melawan kekuatan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Depok 2020. Partai Gerindra yang sangat mesra dengan PKS di Pilkada 2015 lalu dipastikan bergabung dengan PDIP, Golkar, Demokrat, PPP, dan PAN, yang sepakat membentuk Koalisi Depok Bangkit.
Ketua DPD PDIP Jawa Barat, Ono Surono, mengatakan, pihaknya sudah pasti akan berkoalisi dengan sejumlah partai yang memiliki kesamaan ideologi. Pihaknya sangat sadar untuk memenangkan Pilkada Depok tidaklah mudah. Oleh karenanya, diperlukan komunikasi politik yang baik dan berkoalisi dengan partai lain.
Menurut dia, sudah saatnya PDIP bangkit dan mengakhiri kejayaan PKS selama 15 tahun di Kota Depok. “Kita ingin dominasi PKS yang selama 15 tahun ini cukuplah. Masyarakat perlu dihadirkan sosok yang baru memimpin Depok. Karena kalau tidak berubah-ubah maka tidak berubah pula kebijakannya. Tapi pada saat bicara proses perubahan, dilevel apapun, di bidang apapun, dan di aspek apapun, perubahan itu menjadi keniscayaan yang lebih baik ke depan,” ujarnya, Kamis (12/9/2019).
Ketua DPC PDIP Kota Depok, Hendrik Tangke Allo, menambahkan, elite politik yang hadir sepakat untuk membentuk koalisi di Pilkada Depok 2020. Setelah komunikasi intens terjalin, maka langkah selanjutnya adalah melakukan deklarasi.
Ditanya apakah dirinya siap maju sebagai salah satu calon, Hendrik mengaku siap saja jika diperintahkan oleh partai. Komunikasi dengan Pradi Supriatna dari Partai Gerindra pun sudah sering dilakukan. “Saya sudah ketemu secara pribadi dengan beliau (Pradi). Pembahasannya bagaimana kita bersama-sama membangun Depok dan banyak yang kita bicarakan. Pandangan idiologi kami sama,” kata Hendrik.
Sementara itu, Ketua Harian DPC Gerindra Depok, Djamaluddinm mengatakan, pihaknya dan beberapa partai lain sudah bersepakat untuk berkoalisi agar kejayaan PKS di Depok berakhir tahun 2020. Hal itu sudah dikomunikasikan dengan sejumlah partai secara informal. “Kami (Gerindra) adalah salah satu yang sudah intens untuk bertemu secara informal dengan teman-teman partai di luar PKS. Dengan PDIP kita sudah sejalan. Artinya berangkat dari keingingan yang sama bahwa memang paling tidak PKS berakhir di 2020,” katanya.
Sejumlah partai yang sudah berkomunikasi antara lain PDIP, PPP, Partai Demokrat, PAN, dan Golkar. Namun semua itu baru sebatas komunikasi informal. Mengenai langkah selanjutnya, kata dia akan terus dilakukan komunikasi intensif. “Artinya kami ini memiliki satu kesamaan,” paparnya.
Keputusan partainya untuk melawan kekuatan PKS di Depok bukan tanpa alasan. Pasalnya, Gerindra sebagai partai pengusung di Pilkada Depok 2015 lalu merasa tidak dianggap oleh kepemimpinan saat ini. Dalam berbagai keputusan kebijakan, perwakilan Gerindra di pemerintahan dalam hal ini adalah Pradi Supriatna selaku Wakil Walikota Depok kerap tidak disertakan pendapatnya.
Sama halnya dengan di eksekutif, kata Djamal, banyak kebijakan yang tidak dikomunikasikan dengan pihaknya. “Salah satu yang nyata adalah dalam hal pembuan logo Depok Friendly City yang menurut kami dominan pada warna yang mengarah ke salah satu partai. Oleh karenanya kami ingin ada perubahan baik di eksekutif dan parlemen,” tukasnya.
Koalisi yang dihimpun saat ini, kata Djamal, berangkat pada semangat ingin adanya perubahan di Depok. Baik itu dalam hal kebijakan yang lebih popular maupun sinergitas dalam parlemen. “Intinya kami ingin ada kerjasama antara eksekutif dan legislatif. Artinya, tidak dipegang sendiri oleh salah satu pihak. Kalau ada ide dan merumuskan kebijakan kami pun diajak bicara,” ucapnya.
Bendahara DPD Partai Golkar Kota Depok, Tajudin Tabri, menambahkan, koalisi ini terbentuk berangkat dari kesamaan dan kesepemahaman untuk membangun Kota Depok yang lebih baik. “Kami ingin ada perbaikan untuk Depok,” ucap Tajudin.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Politik Kota Depok, Bernhard, menilai, koalisi yang dibangun oleh parpol di luar PKS tidak akan menjadi pemenang dalam Pilkada 20120. Faktornya, parpol di luar PKS cenderung pragmatis dan transaksional. Selain itu, tingkat jaringan massa cenderung masa mengembang.
“Parpol Koalisi tidak pernah konsolidasi dan membangun jaringan di akar rumput. Mereka menjelang beberapa bulan menjelang pilkada baru bekerja sehingga sulit untuk menang, dalam kontestasi Pilkada 2020 nanti,” pungkasnya.
Ketua DPD PDIP Jawa Barat, Ono Surono, mengatakan, pihaknya sudah pasti akan berkoalisi dengan sejumlah partai yang memiliki kesamaan ideologi. Pihaknya sangat sadar untuk memenangkan Pilkada Depok tidaklah mudah. Oleh karenanya, diperlukan komunikasi politik yang baik dan berkoalisi dengan partai lain.
Menurut dia, sudah saatnya PDIP bangkit dan mengakhiri kejayaan PKS selama 15 tahun di Kota Depok. “Kita ingin dominasi PKS yang selama 15 tahun ini cukuplah. Masyarakat perlu dihadirkan sosok yang baru memimpin Depok. Karena kalau tidak berubah-ubah maka tidak berubah pula kebijakannya. Tapi pada saat bicara proses perubahan, dilevel apapun, di bidang apapun, dan di aspek apapun, perubahan itu menjadi keniscayaan yang lebih baik ke depan,” ujarnya, Kamis (12/9/2019).
Ketua DPC PDIP Kota Depok, Hendrik Tangke Allo, menambahkan, elite politik yang hadir sepakat untuk membentuk koalisi di Pilkada Depok 2020. Setelah komunikasi intens terjalin, maka langkah selanjutnya adalah melakukan deklarasi.
Ditanya apakah dirinya siap maju sebagai salah satu calon, Hendrik mengaku siap saja jika diperintahkan oleh partai. Komunikasi dengan Pradi Supriatna dari Partai Gerindra pun sudah sering dilakukan. “Saya sudah ketemu secara pribadi dengan beliau (Pradi). Pembahasannya bagaimana kita bersama-sama membangun Depok dan banyak yang kita bicarakan. Pandangan idiologi kami sama,” kata Hendrik.
Sementara itu, Ketua Harian DPC Gerindra Depok, Djamaluddinm mengatakan, pihaknya dan beberapa partai lain sudah bersepakat untuk berkoalisi agar kejayaan PKS di Depok berakhir tahun 2020. Hal itu sudah dikomunikasikan dengan sejumlah partai secara informal. “Kami (Gerindra) adalah salah satu yang sudah intens untuk bertemu secara informal dengan teman-teman partai di luar PKS. Dengan PDIP kita sudah sejalan. Artinya berangkat dari keingingan yang sama bahwa memang paling tidak PKS berakhir di 2020,” katanya.
Sejumlah partai yang sudah berkomunikasi antara lain PDIP, PPP, Partai Demokrat, PAN, dan Golkar. Namun semua itu baru sebatas komunikasi informal. Mengenai langkah selanjutnya, kata dia akan terus dilakukan komunikasi intensif. “Artinya kami ini memiliki satu kesamaan,” paparnya.
Keputusan partainya untuk melawan kekuatan PKS di Depok bukan tanpa alasan. Pasalnya, Gerindra sebagai partai pengusung di Pilkada Depok 2015 lalu merasa tidak dianggap oleh kepemimpinan saat ini. Dalam berbagai keputusan kebijakan, perwakilan Gerindra di pemerintahan dalam hal ini adalah Pradi Supriatna selaku Wakil Walikota Depok kerap tidak disertakan pendapatnya.
Sama halnya dengan di eksekutif, kata Djamal, banyak kebijakan yang tidak dikomunikasikan dengan pihaknya. “Salah satu yang nyata adalah dalam hal pembuan logo Depok Friendly City yang menurut kami dominan pada warna yang mengarah ke salah satu partai. Oleh karenanya kami ingin ada perubahan baik di eksekutif dan parlemen,” tukasnya.
Koalisi yang dihimpun saat ini, kata Djamal, berangkat pada semangat ingin adanya perubahan di Depok. Baik itu dalam hal kebijakan yang lebih popular maupun sinergitas dalam parlemen. “Intinya kami ingin ada kerjasama antara eksekutif dan legislatif. Artinya, tidak dipegang sendiri oleh salah satu pihak. Kalau ada ide dan merumuskan kebijakan kami pun diajak bicara,” ucapnya.
Bendahara DPD Partai Golkar Kota Depok, Tajudin Tabri, menambahkan, koalisi ini terbentuk berangkat dari kesamaan dan kesepemahaman untuk membangun Kota Depok yang lebih baik. “Kami ingin ada perbaikan untuk Depok,” ucap Tajudin.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Politik Kota Depok, Bernhard, menilai, koalisi yang dibangun oleh parpol di luar PKS tidak akan menjadi pemenang dalam Pilkada 20120. Faktornya, parpol di luar PKS cenderung pragmatis dan transaksional. Selain itu, tingkat jaringan massa cenderung masa mengembang.
“Parpol Koalisi tidak pernah konsolidasi dan membangun jaringan di akar rumput. Mereka menjelang beberapa bulan menjelang pilkada baru bekerja sehingga sulit untuk menang, dalam kontestasi Pilkada 2020 nanti,” pungkasnya.
(thm)