Survei EIU: Tingkat Keamanan di Jakarta Masih Rendah
A
A
A
LONDON - Pemprov DKI Jakarta di tuntut bekerja keras untuk meningkatkan keamanan warganya. Keseriusan dibutuhkan karena tingkat keamanan di ibu kota negara ini yang meliputi keamanan digital, kesehatan, infrastruktur, dan pribadi terbilang rendah. Berdasar survei The Economist Intelligence Unit (EIU), pada 2019 ini Jakarta masuk ke dalam daftar kota dengan keamanan terburuk di dunia.
Jakarta berada di peringkat kedelapan di belakang Casablanca dan di depan New Delhi dengan nilai 54,5 dari 100. Menurut EIU, keamanan kota menjadi prasyarat penting kualitas hidup. Kota yang berhasil melakukannya mengalami kemajuan dan membawa kesejahteraan, keamanan, dan kebahagiaan.
Namun jika sebaliknya, kota akan menyebabkan risiko ekonomi dan kemanusiaan yang signifikan. “Tata kelola kota memegang peran yang fundamental dalam menciptakan kualitas hidup yang lebih baik di masa depan. Elemen penting dari tata kelola itu ialah kemampuan menyediakan keamanan bagi warganya, bisnis, dan pengunjung,” ungkap EIU.
Keamanan juga akan meningkatkan kepercayadirian investor. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui rilis indeks kota teraman tersebut. Dia pun memilih untuk mempelajarinya terlebih dahulu.
“Saya akan baca terlebih dahulu,” kata Anies seusai meluncurkan strategi pertahanan Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.
Dalam pidato peluncuran strategi pertahanan tersebut Anies menyinggung keinginannya menjadikan Jakarta sebagai kota tempat warganya mendapatkan kebutuhan hidup yang aman, nyaman, dan berkelanjutan.
Menurutnya hal itu tidak mungkin dilakukan hanya oleh Pemprov DKI. Jakarta harus selalu siap berkolaborasi. Menurut Anies, kolaborasi itu dilakukan di saat belum ada masalah sehingga pada saat nanti menghadapi masalah, Pemprov DKI akan mampu me respons dengan cepat.
“Kita berkolaborasi dengan seluruh komponen masyarakat. Karena berbicara ketahanan bukan ke tahanan pemerintah provinsi, tapi ketahanan kota. Ketahanan kota itu artinya melibatkan warga. Karena itu kita harus membangun kolaborasi dengan warga,” ungkapnya.
Salah satu strateginya adalah Jakarta Sehat dan Jakarta Sehat ini salah satu tantangan yang mendasar bagi semua pihak. Pemprov DKI berkeingin an Jakarta sebagai kota tempat warganya mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup yang aman, nyaman, dan berkelanjutan.
“Dan tentunya dalam strategi ini semua SKPD bisa menerjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan harapannya di masyarakat pun lewat jajaran yang ada menjangkau sehingga dampaknya bisa mendistri busikan strategi ini menjadi pengetahuan yang dipakai dalam keseharian,” ungkapnya.
Kepala Dinas Bina Marga Harri Nugroho menuturkan, dalam membangun infrastruktur pihaknya tentu berupaya memberikan rasa aman bagi pekerja dan masyarakat. Salah satunya dengan memilih bahan material yang aman. Namun, kata Harri, dalam kondisi digital menuju 4.0, sistem pengawasan berbasis teknologi harus dikedepankan.
Salah satunya dengan pemasangan perangkat kamera closed circuit television (CCTV) yang terpasang di berbagai infrastruktur kota. “Dengan adanya CCTV aksi vandalisme dan tingkat kejahatan di sejumlah infrastruktur bisa diminimalkan,” ungkapnya.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan Yuke Yurike meminta agar Pemprov DKI menambah sistem keaman an di Jakarta. Khususnya pada fasilitas umum dan sosial. Termasuk dengan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Politisi PDI Perjuangan itu mendukung apabila semua wilayah kota terpasangi CCTV.
Namun dia menyarankan agar CCTV tersebut bisa didapatkan masyarakat melalui aplikasi di smartphone. Dengan demikian ketika ada suatu kejadian, masyarakat dan pihak keamanan setempat bisa langsung mengamankan.
“Dengan sistem peng awasan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, tentunya tindak kejahatan bisa diminimalkan,” katanya. Dari pihak kepolisian di kedepankan patroli rutin menyeluruh. Cara ini untuk menekan angka kejahatan di Jakarta, termasuk Jakarta Barat, dengan memperketat keamanan polisi, yakin upaya menghindari kejahatan yang terjadi.
“Jadi kita tiap malam melakukan patroli rutin. Tak hanya di polsek, kami juga patroli melalui tim pemburu preman,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengky Haryadi kemarin. Dia menuturkan, dari patroli yang dilakukan, pihaknya mengungkapkan beberapa kasus kejahatan seperti penodongan, pemalakan, curanmor, curas hingga kasus lainnya.
Polisi juga berhasil mengamankan beberapa pelaku dari kejahatan jalanan. Selain meningkatkan keamanan melalui patroli, Hengki juga mengatakan pihaknya intensif menangani kejahatan dengan meningkatkan penindakan sebagaimana terhadap kasus narkoba.
Menurut Hengki, dari peningkatan itu pihaknya mengungkapkan pelaku kejahatan sering kali menggunakan narkoba. Karenanya penindakan terus dilakukan pihaknya. “Jadi setiap pelaku kejahatan. Erat kaitan dengan narkoba. Ini didapat setelah kami melakukan tes urine,” ucapnya.
Sementara itu pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga menyebutkan bah wa sebenarnya bukan hanya Jakarta sebagai kota yang paling tidak aman di Indonesia, melainkan kota seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar dan sebagainya pun juga tidak teraman.
Nirwono menyebutkan beberapa faktor penyebabnya, adalah ketimpangan sosial masyarakat, ada kampung kumuh, daerah hitam; Penataan kota metropolitan yang ber kembang pesat, kerenggangan sosial masyarakat kota thd sesama. “Dan ketidakkmaksimalan dalam perlindungan keamanan dan keselamatan warga,” jelasnya.
Belajar dari Tokyo
Tokyo kembali menjadi kota teraman di dunia pada 2019 dengan nilai 92. Sebelumnya, Tokyo pernah meraih predikat itu pada 2017 dan 2015. Menurut EIU, angka kejahatan di Tokyo sangat rendah, mitigasi bencananya sangat baik, dan seluruh komputernya sangat kecil kemungkinan terserang malware.
“Gempa bumi merupakan momok bagi Jepang. Penting bagi kami untuk melindungi warga dan kota dari bencana alam,” ujar Gubernur Tokyo, Yuriko Koike. “Kami melakukan bermacam reformasi, baik konkret ataupun abstrak dan terus mengalokasikan dana yang amat besar agar dapat melaksanakannya secara konsisten.”
Pada tahun lalu Tokyo di guyur hujan lebat hingga menimbulkan banjir dan menewaskan banyak orang. Sebagai wilayah yang dikelilingi beberapa aliran sungai, Pemerintah Tokyo membangun waduk bawah tanah yang sangat besar untuk mengantisipasi banjir.
Pemerintah Tokyo juga mulai mengurangi jumlah tiang listrik. “Biaya pencegahan mahal. Tapi jika dibandingkan dengan dampak bencana alam, juga kebutuhan biaya untuk memulihkan kota, langkah pencegahan jauh lebih hemat,” kata Keiko.
“Kami juga mencoba mengubur kabel listrik karena kabel kusut tidak menarik dilihat. Tiang listrik juga dapat roboh akibat gempa,” sebutnya. Masyarakat Tokyo diimbau untuk saling membantu di dalam satu distrik sebelum membantu masyarakat di distrik lain saat terjadi bencana alam.
Adapun aparat berperan sebagai kekuatan tambahan. Persediaan air cadangan, makanan, dan toilet portable hanya digunakan dalam keadaan darurat. Bersama Tokyo, kota Asia Pasifik lainnya juga selalu mendominasi daftar kota teraman EIU. Faktanya, Singapura dan Osaka berada di posisi kedua dan ketiga.
Sydney dan Melborune juga masuk jajaran 10 besar. Meski Hong Kong terus turun sejak 2017 dan jatuh ke posisi ke-20, Seoul telah naik dan kini berada di posisi 8. Sisanya berasal dari Eropa; Amsterdam dan Kopenhagen, lalu dari Amerika Utara; Toronto dan Washington.
Menurut EIU, geografi dan kebudayaan tidak memengaruhi tingkat keamanan perkotaan. Tokyo, Singapura, dan Osaka berhasil melakukan tata kelola lebih baik karena memandang isu ini secara lebih serius. Menghadirkan keamanan menjadi tantangan serius kotakota di dunia.
Betapa tidak, saat ini manusia lebih banyak terkonsentrasi di pusat perkotaan, yakni mencapai 56% dari total penduduk bumi sekitar 7,7 miliar. Fenomena ini lebih banyak terjadi di negara berkembang. Menilik arus urbanisasi, jumlah manusia yang menetap di perkotaan akan naik menjadi sebanyak 68% pada 2050.
“Tata kelola kota yang dihuni lebih dari 15 juta orang bukan perkara yang mudah,” uja Adie Tomer yang memimpin Metropolitan Infrastructure Initiative di Brookings Institution. Sejak beberapa abad yang lalu, kota memproduksi proporsi ekonomi yang sangat besar karena lebih efisien dari pada tempat terpencil.
Berdasarkan think-tank New Climate Initiative (NCI), area perkotaan menyumbangkan 85% dari produk domestik bruto (PDB) dunia dan menghasilkan 71-76% emisi gas rumah kaca. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hanya Tokyo yang dihuni lebih dari 20 juta orang pada 2005.
Kini, sebanyak sembilan kota memiliki penduduk lebih dari 20 juta. Angkanya akan naik menjadi 14 kota pada 2030. Sekitar 30 kota jika dikombinasikan akan menambah 45 juta orang antara 2020-2025.
“Semua orang akan memerlukan energi, air, pekerjaan, pendidikan, makanan, mobilitas, perumahan, dan kebutuhan esensial lainnya,” ujar Gino Van Begin, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ICLEI. Pergeseran penduduk menuju perkotaan di negara maju seperti Amerika Utara, Eropa, dan Australia sebagian hampir selesai. (M Shamil/ Bima Setiadi/Yan Yusuf)
Jakarta berada di peringkat kedelapan di belakang Casablanca dan di depan New Delhi dengan nilai 54,5 dari 100. Menurut EIU, keamanan kota menjadi prasyarat penting kualitas hidup. Kota yang berhasil melakukannya mengalami kemajuan dan membawa kesejahteraan, keamanan, dan kebahagiaan.
Namun jika sebaliknya, kota akan menyebabkan risiko ekonomi dan kemanusiaan yang signifikan. “Tata kelola kota memegang peran yang fundamental dalam menciptakan kualitas hidup yang lebih baik di masa depan. Elemen penting dari tata kelola itu ialah kemampuan menyediakan keamanan bagi warganya, bisnis, dan pengunjung,” ungkap EIU.
Keamanan juga akan meningkatkan kepercayadirian investor. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui rilis indeks kota teraman tersebut. Dia pun memilih untuk mempelajarinya terlebih dahulu.
“Saya akan baca terlebih dahulu,” kata Anies seusai meluncurkan strategi pertahanan Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.
Dalam pidato peluncuran strategi pertahanan tersebut Anies menyinggung keinginannya menjadikan Jakarta sebagai kota tempat warganya mendapatkan kebutuhan hidup yang aman, nyaman, dan berkelanjutan.
Menurutnya hal itu tidak mungkin dilakukan hanya oleh Pemprov DKI. Jakarta harus selalu siap berkolaborasi. Menurut Anies, kolaborasi itu dilakukan di saat belum ada masalah sehingga pada saat nanti menghadapi masalah, Pemprov DKI akan mampu me respons dengan cepat.
“Kita berkolaborasi dengan seluruh komponen masyarakat. Karena berbicara ketahanan bukan ke tahanan pemerintah provinsi, tapi ketahanan kota. Ketahanan kota itu artinya melibatkan warga. Karena itu kita harus membangun kolaborasi dengan warga,” ungkapnya.
Salah satu strateginya adalah Jakarta Sehat dan Jakarta Sehat ini salah satu tantangan yang mendasar bagi semua pihak. Pemprov DKI berkeingin an Jakarta sebagai kota tempat warganya mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup yang aman, nyaman, dan berkelanjutan.
“Dan tentunya dalam strategi ini semua SKPD bisa menerjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan harapannya di masyarakat pun lewat jajaran yang ada menjangkau sehingga dampaknya bisa mendistri busikan strategi ini menjadi pengetahuan yang dipakai dalam keseharian,” ungkapnya.
Kepala Dinas Bina Marga Harri Nugroho menuturkan, dalam membangun infrastruktur pihaknya tentu berupaya memberikan rasa aman bagi pekerja dan masyarakat. Salah satunya dengan memilih bahan material yang aman. Namun, kata Harri, dalam kondisi digital menuju 4.0, sistem pengawasan berbasis teknologi harus dikedepankan.
Salah satunya dengan pemasangan perangkat kamera closed circuit television (CCTV) yang terpasang di berbagai infrastruktur kota. “Dengan adanya CCTV aksi vandalisme dan tingkat kejahatan di sejumlah infrastruktur bisa diminimalkan,” ungkapnya.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan Yuke Yurike meminta agar Pemprov DKI menambah sistem keaman an di Jakarta. Khususnya pada fasilitas umum dan sosial. Termasuk dengan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Politisi PDI Perjuangan itu mendukung apabila semua wilayah kota terpasangi CCTV.
Namun dia menyarankan agar CCTV tersebut bisa didapatkan masyarakat melalui aplikasi di smartphone. Dengan demikian ketika ada suatu kejadian, masyarakat dan pihak keamanan setempat bisa langsung mengamankan.
“Dengan sistem peng awasan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, tentunya tindak kejahatan bisa diminimalkan,” katanya. Dari pihak kepolisian di kedepankan patroli rutin menyeluruh. Cara ini untuk menekan angka kejahatan di Jakarta, termasuk Jakarta Barat, dengan memperketat keamanan polisi, yakin upaya menghindari kejahatan yang terjadi.
“Jadi kita tiap malam melakukan patroli rutin. Tak hanya di polsek, kami juga patroli melalui tim pemburu preman,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengky Haryadi kemarin. Dia menuturkan, dari patroli yang dilakukan, pihaknya mengungkapkan beberapa kasus kejahatan seperti penodongan, pemalakan, curanmor, curas hingga kasus lainnya.
Polisi juga berhasil mengamankan beberapa pelaku dari kejahatan jalanan. Selain meningkatkan keamanan melalui patroli, Hengki juga mengatakan pihaknya intensif menangani kejahatan dengan meningkatkan penindakan sebagaimana terhadap kasus narkoba.
Menurut Hengki, dari peningkatan itu pihaknya mengungkapkan pelaku kejahatan sering kali menggunakan narkoba. Karenanya penindakan terus dilakukan pihaknya. “Jadi setiap pelaku kejahatan. Erat kaitan dengan narkoba. Ini didapat setelah kami melakukan tes urine,” ucapnya.
Sementara itu pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga menyebutkan bah wa sebenarnya bukan hanya Jakarta sebagai kota yang paling tidak aman di Indonesia, melainkan kota seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar dan sebagainya pun juga tidak teraman.
Nirwono menyebutkan beberapa faktor penyebabnya, adalah ketimpangan sosial masyarakat, ada kampung kumuh, daerah hitam; Penataan kota metropolitan yang ber kembang pesat, kerenggangan sosial masyarakat kota thd sesama. “Dan ketidakkmaksimalan dalam perlindungan keamanan dan keselamatan warga,” jelasnya.
Belajar dari Tokyo
Tokyo kembali menjadi kota teraman di dunia pada 2019 dengan nilai 92. Sebelumnya, Tokyo pernah meraih predikat itu pada 2017 dan 2015. Menurut EIU, angka kejahatan di Tokyo sangat rendah, mitigasi bencananya sangat baik, dan seluruh komputernya sangat kecil kemungkinan terserang malware.
“Gempa bumi merupakan momok bagi Jepang. Penting bagi kami untuk melindungi warga dan kota dari bencana alam,” ujar Gubernur Tokyo, Yuriko Koike. “Kami melakukan bermacam reformasi, baik konkret ataupun abstrak dan terus mengalokasikan dana yang amat besar agar dapat melaksanakannya secara konsisten.”
Pada tahun lalu Tokyo di guyur hujan lebat hingga menimbulkan banjir dan menewaskan banyak orang. Sebagai wilayah yang dikelilingi beberapa aliran sungai, Pemerintah Tokyo membangun waduk bawah tanah yang sangat besar untuk mengantisipasi banjir.
Pemerintah Tokyo juga mulai mengurangi jumlah tiang listrik. “Biaya pencegahan mahal. Tapi jika dibandingkan dengan dampak bencana alam, juga kebutuhan biaya untuk memulihkan kota, langkah pencegahan jauh lebih hemat,” kata Keiko.
“Kami juga mencoba mengubur kabel listrik karena kabel kusut tidak menarik dilihat. Tiang listrik juga dapat roboh akibat gempa,” sebutnya. Masyarakat Tokyo diimbau untuk saling membantu di dalam satu distrik sebelum membantu masyarakat di distrik lain saat terjadi bencana alam.
Adapun aparat berperan sebagai kekuatan tambahan. Persediaan air cadangan, makanan, dan toilet portable hanya digunakan dalam keadaan darurat. Bersama Tokyo, kota Asia Pasifik lainnya juga selalu mendominasi daftar kota teraman EIU. Faktanya, Singapura dan Osaka berada di posisi kedua dan ketiga.
Sydney dan Melborune juga masuk jajaran 10 besar. Meski Hong Kong terus turun sejak 2017 dan jatuh ke posisi ke-20, Seoul telah naik dan kini berada di posisi 8. Sisanya berasal dari Eropa; Amsterdam dan Kopenhagen, lalu dari Amerika Utara; Toronto dan Washington.
Menurut EIU, geografi dan kebudayaan tidak memengaruhi tingkat keamanan perkotaan. Tokyo, Singapura, dan Osaka berhasil melakukan tata kelola lebih baik karena memandang isu ini secara lebih serius. Menghadirkan keamanan menjadi tantangan serius kotakota di dunia.
Betapa tidak, saat ini manusia lebih banyak terkonsentrasi di pusat perkotaan, yakni mencapai 56% dari total penduduk bumi sekitar 7,7 miliar. Fenomena ini lebih banyak terjadi di negara berkembang. Menilik arus urbanisasi, jumlah manusia yang menetap di perkotaan akan naik menjadi sebanyak 68% pada 2050.
“Tata kelola kota yang dihuni lebih dari 15 juta orang bukan perkara yang mudah,” uja Adie Tomer yang memimpin Metropolitan Infrastructure Initiative di Brookings Institution. Sejak beberapa abad yang lalu, kota memproduksi proporsi ekonomi yang sangat besar karena lebih efisien dari pada tempat terpencil.
Berdasarkan think-tank New Climate Initiative (NCI), area perkotaan menyumbangkan 85% dari produk domestik bruto (PDB) dunia dan menghasilkan 71-76% emisi gas rumah kaca. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hanya Tokyo yang dihuni lebih dari 20 juta orang pada 2005.
Kini, sebanyak sembilan kota memiliki penduduk lebih dari 20 juta. Angkanya akan naik menjadi 14 kota pada 2030. Sekitar 30 kota jika dikombinasikan akan menambah 45 juta orang antara 2020-2025.
“Semua orang akan memerlukan energi, air, pekerjaan, pendidikan, makanan, mobilitas, perumahan, dan kebutuhan esensial lainnya,” ujar Gino Van Begin, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ICLEI. Pergeseran penduduk menuju perkotaan di negara maju seperti Amerika Utara, Eropa, dan Australia sebagian hampir selesai. (M Shamil/ Bima Setiadi/Yan Yusuf)
(nfl)