Cabut Pergub Reklamasi, Anies Khawatir Jadi Preseden Buruk Kepastian Hukum
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengaku sulit mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) 206/2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) yang melegalisasi bangunan reklamasi. Pencabutan Pergub yang dikeluarkan Basuki T Purnama (Ahok) itu dinilai menjadi preseden buruk bagi sebuah kepastian hukum.
"Tidak sesederhana itu (pencabutan Pergub). Begini ya, ada prinsip fundamental dalam Hukum Tata Ruang yaitu pelaksanaan perubahan peraturan tidak berlaku surut," terangnya melalui siaran persnya, Rabu (19/6/2019).
Anies mengatakan, bia mencabut Pergub 206/2016 agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang.
Anies menjelaskan, jika sebuah kegiatan pembangunan gedung yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan. Bahkan
dikenai sanksi dan dibongkar karena perubahan kebijakan di masa berikutnya, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum, karena pernah ada preseden seperti itu.
"Suka atau tidak terhadap isi Pergub ini, faktanya pergub itu telah diundangkan dan telah menjadi sebuah dasar hukum dan mengikat. Apalagi yang baru dipakai dari peluang hukum hanya sebesar 5 persen," katanya
Anies pun memilih memanfaatkan 95 persen kawasan reklamasi sesuai visi-misi untuk memberi manfaat sebesar-besarnya pada publik. Misalnya sekarang sedang dibangun jalur jogging, jalur untuk sepeda, lapangan untuk kegiatan olah raga termasuk akan dibangun pelabuhan dan lain-lainm
"Jadi, tidak dibongkarnya bangunan rumah-rumah itu adalah konsekuensi dari melaksanakan aturan hukum yang berlaku, melaksanakan azas-azas umum pemerintahan yang baik, dan ketaatan pada prinsip good governance," tegasnya.
"Tidak sesederhana itu (pencabutan Pergub). Begini ya, ada prinsip fundamental dalam Hukum Tata Ruang yaitu pelaksanaan perubahan peraturan tidak berlaku surut," terangnya melalui siaran persnya, Rabu (19/6/2019).
Anies mengatakan, bia mencabut Pergub 206/2016 agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang.
Anies menjelaskan, jika sebuah kegiatan pembangunan gedung yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan. Bahkan
dikenai sanksi dan dibongkar karena perubahan kebijakan di masa berikutnya, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum, karena pernah ada preseden seperti itu.
"Suka atau tidak terhadap isi Pergub ini, faktanya pergub itu telah diundangkan dan telah menjadi sebuah dasar hukum dan mengikat. Apalagi yang baru dipakai dari peluang hukum hanya sebesar 5 persen," katanya
Anies pun memilih memanfaatkan 95 persen kawasan reklamasi sesuai visi-misi untuk memberi manfaat sebesar-besarnya pada publik. Misalnya sekarang sedang dibangun jalur jogging, jalur untuk sepeda, lapangan untuk kegiatan olah raga termasuk akan dibangun pelabuhan dan lain-lainm
"Jadi, tidak dibongkarnya bangunan rumah-rumah itu adalah konsekuensi dari melaksanakan aturan hukum yang berlaku, melaksanakan azas-azas umum pemerintahan yang baik, dan ketaatan pada prinsip good governance," tegasnya.
(ysw)