DKI Minta Kemenhub Fokus Tindak Tegas Bus AKAP Nakal di Pulo Gebang

Senin, 20 Mei 2019 - 01:15 WIB
DKI Minta Kemenhub Fokus...
DKI Minta Kemenhub Fokus Tindak Tegas Bus AKAP Nakal di Pulo Gebang
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta meminta Kementerian Perhubungan menindak tegas bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang kedapatan melanggar aturan ketimbang mengambil alih pengelolaan Terminal Terpadu Pulo Gebang (TTPG), Cakung, Jakarta Timur. Dari 892 kendaraan bus AKAP yang tertangkap melanggar, Kemenhub baru membekukan operasi tiga unit bus saja.

Plt Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengatakan, pihaknya mengklarifikasi bahwa tidak ditemukan terminal bayangan di TTPG. Fakta tersebut sekaligus mengklarifikasi pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya yang akan mengambil alih TTPG karena maraknya terminal bayangan di salah satu terminal terbesar di Jakarta itu.

Sigit menuturkan, telah menindak tegas beragam pelanggaran yang dilakukan operator bus, termasuk jika ditemukan terminal bayangan di TTPG. Bahkan Sigit tak segan memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian operasi atau pengandangan apabila menemukan operator nakal yang melakukan pelanggaran baik berupa pelanggaran penyimpangan trayek maupun dari aspek laik jalan karena tidak memiliki STUK/lulus uji KIR.

"Fakta di lapangan selama ini tidak ada terminal bayangan di sekitar kawasan Terminal Terpadu Pulo Gebang," kata Sigit pada Minggu (19/5/2019). Sigit menjelaskan, untuk penindakan yang dilakukan pihaknya telah sesuai dengan prosedur termasuk menyampaikan laporan penindakan tersebut kepada Kemenhub untuk melakukan pembekuan ataupun pencabutan izin bus AKAP dimaksud sesuai kewenangannya.

Berdasarkan catatannya, kata Sigit, sedikitnya baru tiga unit kendaraan bus AKAP yang disetop operasinya. Padahal, menindak 892 bus AKAP yang dikenakan hukuman stop operasi/pengandangan karena pelanggarannya tergolong pelanggaran berat.

"Kami telah intens melakukan penertiban bagi bus AKAP yang melanggar baik berupa pelanggaran penyimpangan trayek maupun dari aspek laik. Diperlukan ketegasan sehingga efek jera atas pelanggaran tersebut bisa optimal" jelasnya.

Penindakan yang dilakukan Dishub Prov DKI Jakarta juga memberikan dampak kepada pelayanan TTPG. Terbukti animo masyarakat untuk menggunakan TTPG meningkat setiap tahunnya. Di mana pada periode Januari-April tahun ini saja sudah ada 520.516 penumpang yang menggunakan TTPG, sementara sepanjang tahun 2018 tercatat 861.138 penumpang berangkat dan datang di TTPG.

"Animo penumpang sebagai wujud kepercayaan atas kinerja TTPG mengalami peningkatan setiap tahunnya," ujarnya. Saat ini tercatat 180 Perusahaan Otobus (PO) yang beroperasi di TTPG sesuai izin trayek dari Kemenhub, 96 diantaranya aktif beroperasi.

Selain itu telah dilakukan sanksi penutupan loket kepada 12 PO karena telah melakukan pelanggaran seperti menaikkan tarif tidak sesuai harga tiket, penumpang tidak diturunkan pada terminal tujuan atau karena adanya klaim aduan. Sigit menilai laporan adanya terminal bayangan yang menjadi alasan Menhub mau mengambil alih pengelolaan TTPG berasal dari 12 PO yang telah ditindak lakukan pelanggaran tersebut.

"Jadi kami enggak tahu tapi ada laporan PO kepada Pak Menhub seperti itu. Yang ingin kami informasikan bahwa sesuai dengan izin trayek yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan PO yang beroperasi di Pulo Gebang adalah sebanyak 108 PO. 12 PO saat ini kena penurunan loket karena lakukan pelanggaran," jelasnya.

Sigit menyatakan akan menjadikan hal ini sebagai sebuah tantangan keras meningkatkan layanan TTPG. Terlebih saat ini sudah menjadi Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD). Dimana, kedepanya terminal Pulogebang akan menjadi perpaduan antara layanan transportasi dan area komersil seperti bandara serta stasiun.

"Konsepnya tengah dimatangkan. Kami anggap tantangan kami memberikan pelayanan terbaik dengan apa? Dengan angkutan Lebaran 2019 jauh lebih baik dari 2018," ungkapnya.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Iskandar Abu Bakar menilai bahwa hal yang menjadi fokus utama peningkatan layanan terminal Tipe A itu adalah akses. Jakarta sebagai kota harus memiliki terminal di pusat kota yang memiliki akses mudah masyarakat.

"Di kota-kota negara maju sudah seperti itu. Kalau tidak, terminal bayangan akan tetap ada meskipun feeder bus disiapkan ke terminal Tipe A di Jakarta, apalagi terminal Pulo Gebang. Ya itu karena aksesnya terlalu jauh," ujarnya.

Mantan Dirjen Perhubungan Darat itu pun meminta pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan duduk bersama membicarakan kembali apa yang dibutuhkan masyarakat pengguna bus AKAP di dalam terminal, khususnya Pulo Gebang yang menjadi terminal percontohan Asia Tenggara.

"Perhatikan kesenangan customer, setelah tidak ada terminal bayangan, atur demand-nya. Pulo Gebang itu jauh sekali dari pusat kota, akhirnya ke terminal bayangan," ungkapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1484 seconds (0.1#10.140)