Tahun Ini Serapan APBD DKI Diprediksi Tak Lebih dari 86%
A
A
A
JAKARTA - Provinsi DKI Jakarta dinilai sulit memenuhi target serapan anggaran 2017 hingga 86%. Hingga batas penutupan buku pada Rabu (20/12), serapan APBD DKI 2017 diprediksi hanya bertambah menjadi 75% dari serapan anggaran saat ini sekitar 69%.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, serapan anggaran DKI sejak 2013-2016 hanya berkisar 45%. Untuk mendongkrak serapan APBD DKI, anggaran dimasukan dalam modal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga penyerapan naik hingga 65-70%.
"Untuk tahun ini, dari 69% digenjot menjadi 86% dalam waktu menghitung hari (tutup buku pada 20 Desember) sulit diwujudkan, target realistis 75%," ujar Nirwono saat dihubungi, Senin (18/12/2017).
Menurut dia, agar tidak terulang rendahnya penyerapan APBD DKI , Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, harus melakukan tiga hal.
Pertama, Anies-Sandi harus memastikan seluruh perangkat daerah siap menghadapi e-budgeting dan tidak ada alasan mereka tidak siap. Kedua, perencanaan setiap perangkat daerah harus dipastikan matang dan lengkap secara administrasi. Dengan begitu, mulai awal tahun sudah bisa lelang cepat.
"Ketiga, lakukan evaluasi secara berkala, pantau dan evaluasi. Pembangunan yan tidak selesai ya karena perencanaannya tidak matang," pungkasnya. (Baca: APBD DKI 2018 Resmi Diketok, DPRD Setuju Rp77,117 T)
Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Veri Yonnevil meminta Pemprov DKI tidak terbuai atau bangga dengan serapan anggaran mencapai 69%. Menurut dia, serapan anggaran bisa dikatakan tinggi kalau sudah di atas 80%.
Very menyayangkan serapan tinggi yang dibanggakan sekarang ternyata belanja tidak langsung (BTL) yang mencapai 80%. Adapun Belanja Langsung masih 50%. Artinya kuasa anggaran tidak maksimal menjalankan tugasnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar Anies–Sandi mengevaluasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang serapan anggarannya rendah.
"Jangan langsung berpuas diri. Ini terjadi setiap tahun. Saya juga bingung, kok Bappeda bangga ya dengan angka 69%," pungkasnya. (Baca: APBD DKI Rp77,1 T, Sandiaga: Kami Pastikan Ini untuk Rakyat)
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, serapan anggaran DKI sejak 2013-2016 hanya berkisar 45%. Untuk mendongkrak serapan APBD DKI, anggaran dimasukan dalam modal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga penyerapan naik hingga 65-70%.
"Untuk tahun ini, dari 69% digenjot menjadi 86% dalam waktu menghitung hari (tutup buku pada 20 Desember) sulit diwujudkan, target realistis 75%," ujar Nirwono saat dihubungi, Senin (18/12/2017).
Menurut dia, agar tidak terulang rendahnya penyerapan APBD DKI , Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, harus melakukan tiga hal.
Pertama, Anies-Sandi harus memastikan seluruh perangkat daerah siap menghadapi e-budgeting dan tidak ada alasan mereka tidak siap. Kedua, perencanaan setiap perangkat daerah harus dipastikan matang dan lengkap secara administrasi. Dengan begitu, mulai awal tahun sudah bisa lelang cepat.
"Ketiga, lakukan evaluasi secara berkala, pantau dan evaluasi. Pembangunan yan tidak selesai ya karena perencanaannya tidak matang," pungkasnya. (Baca: APBD DKI 2018 Resmi Diketok, DPRD Setuju Rp77,117 T)
Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Veri Yonnevil meminta Pemprov DKI tidak terbuai atau bangga dengan serapan anggaran mencapai 69%. Menurut dia, serapan anggaran bisa dikatakan tinggi kalau sudah di atas 80%.
Very menyayangkan serapan tinggi yang dibanggakan sekarang ternyata belanja tidak langsung (BTL) yang mencapai 80%. Adapun Belanja Langsung masih 50%. Artinya kuasa anggaran tidak maksimal menjalankan tugasnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar Anies–Sandi mengevaluasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang serapan anggarannya rendah.
"Jangan langsung berpuas diri. Ini terjadi setiap tahun. Saya juga bingung, kok Bappeda bangga ya dengan angka 69%," pungkasnya. (Baca: APBD DKI Rp77,1 T, Sandiaga: Kami Pastikan Ini untuk Rakyat)
(thm)