Peradaban Jakarta Bermula di Menara Syahbandar

Minggu, 13 Agustus 2017 - 07:02 WIB
Peradaban Jakarta Bermula di Menara Syahbandar
Peradaban Jakarta Bermula di Menara Syahbandar
A A A
MENARA Syahbandar atau yang dikenal dengan nama Museum Bahari merupakan saksi awal pembangunan Kota Jakarta. Dalam bangunan yang berada di Jalan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara tersebut, terdapat titik nol kilometer Kota Batavia.

Pada sekitar abad ke 15, sejatinya kawasan Kota Tua dahulunya masuk dalam kawasan Kerajaan Pajajaran dan menjadi pelabuhan kerajaan tersebut. Pada massa itu pula dibangun pos perdagangan oleh pribumi dan orang-orang Portugis.

Lantas, pada sekitar tahun 1527 Jayakarta diduduki oleh orang-orang dari Kerajaan Banten dan membangun Keraton Jayakarta di kawasan tersebut. Pengeran Jayakarta pertama adalah Fatahillah. Pangeran Fatahillah sukses mengembangkan usaha dagang secara internasional dan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan rempah-rempah.

Pada abad ke 16, Kejayaan Keraton Jayakarta runtuh setelah diserang oleh Kolonial Belanda, dimana serangan itu dipimpin Gubernur Jenderal VOC, JP Coen. Orang-orang Belanda kemudian mendirikan Kota Batavia, yang lokasinya berseberangan dengan bekas Keraton Jayakarta.

Seusai Jayakarta ditaklukan, Belanda membangun benteng dan kantor pusat VOC serta membangun tembok kota dan benteng-benteng pertahanan. Lantas, dibangunlah tempat penyimpanan rempah-rempah, tembaga, timah, dan tekstil. Pada saat ini bangunan tersebut dikenal dengan nama Museum Bahari. Tempat tersebut diresmikan sebagai Museum Bahari pada tahun 1977 oleh masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Pada masa pendudukan Jepang, kawasan Museum Bahari digunakan sebagai tempat penyimpanan logistik dan senjata. Sementara pada massa Kemerdekaan Indonesia, bangunan tersebut digunakan PLN sebagai gudang hingga akhirnya dijadikan sebagai museum.

Pada tahun 1839 di lokasi bekas Bastion Culemburg, dibangunlah Menara Syahbandar. Menara ini berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia lewat jalur laut serta berfungsi sebagai kantor pabean atas barang-barang yang dibongkar di Pelabuhan Sunda Kelapa.

"Menara Syahbadar ini berfungsi untuk mengatur, mengontrol, dan mengawasi kapal-kapal yang berdatangan pula ke kawasan Sunda Kelapa melalui teropong. Kalau bahasa Belanda orang bilang Office Kijker. Teropongnya ada di museum yang mana sudah berumur ratusan tahun," ujar pemandu wisata Kota Tua, Maruri, di Kota Tua, baru-baru ini.

Menara Syahbandar merupakan bangunan paling tinggi se-Batavia pada massanya, yakni memiliki tinggi 18 meter, panjang 10 meter, dan lebarnya 6 meter. Menera tersebut kerap disebut Menara Miring karena lamanya usai bangunan membuat menara menjadi miring dengan sudut kemiringan 2°15’54” ke arah Selatan dan 0°15’58” ke arah Barat.

"Saya pernah menemani arkeolog meneliti di sini selama sebulan. Jadi di sini tanahnya sudah lima lapis. Artinya, sudah lima kali urukan dan mengalami perubahan," jelas Maruri.

Dalam menara tersebut terdapat prasasti bertulisan Cina yang berarti tempat tersebut dahulunya merupakan kantor pengukuran dan penimbangan.Di tempat itulah titik nol Batavia yang menandai sejarah awal pembangunan dan pengembangan Batavia hingga kini menjadi Kota Jakarta.

"Sekarang titik nolnya Jakarta dihitung dari Tugu Monas. Sebab, saat ini pertumbuhan penduduk semakin meningkat, pembangunan pun semakin meluas sehingga bergeser ke Monas," pungkas Maruri.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4725 seconds (0.1#10.140)