5 Kontroversi Selama Persidangan Ahok
A
A
A
JAKARTA - Kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) cukup menyita perhatian semua kalangan karena dinilai terdakwa 'dilindungi penguasa'. Banyak masyarakat menilai kalau Ahok sangat 'diistimewakan' karena sebelumnya penista agama langsung dijebloskan ke dalam penjara hanya dengan fatwa dari MUI.
Keseleo lidah terjadi ketika Ahok berpidato di hadapan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2017 lalu, dalam pidatonya Ahok menyinggung soal surat Al Maidah ayat 51. Setelah video pidato Ahok tersebar, muncul gelombang protes besar-besaran umat Islam.
Belakangan, Ahok menjadi terdakwa kasus penistaan agama dan menjalani sidang perdana di PN Jakarta Utara pada 14 Desember 2017 silam yang saat itu menempati eks Gedung PN Jakpus di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.
1. Polda Metro Jaya Usulkan Lokasi Sidang Ahok Dipindah
Sehari setelah sidang perdana digelar, Polda Metro Jaya mengusulkan kepada PN Jakarta Utara untuk memindahkan lokasi sidang Ahok. Ada dua lokasi yang dipilih, yakni di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dan di Gedung Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan.
Baru pada sidang ke-3, lokasi sidang Ahok dipindah ke Kementan. Disini, polisi yang ngotot mengusulkan lokasi sidang Ahok dipindah dinilai melakukan intervensi terhadap pengadilan. (Baca: Polisi Tak Berhak Pindahkan Lokasi Sidang Ahok )
Seperti yang dikatakan Pakar hukum Pidana UII Mudzakir, polisi tidak punya hak memindahkan lokasi sidang Ahok. Seharusnya jaksa atau ketua pengadilan yang memutuskan dimana sidang Ahok akan digelar. (Baca: Lokasi Sidang Dipindah, Penegak Hukum Istimewakan Ahok )
Pakar lainnya menilai kalau polisi terlalu mengistimewakan Ahok dengan alasan yang mengada-ada. Pengamat politik UIN Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, kalau alasannya untuk menghindari massa, dimanapun sidang Ahok digelar akan selalu memancing serbuan massa. Bahkan, jika dilakukan di tempat terpencilpun yang jauh dari keramaian akan diserbu para pendemo .
2. Ahok Hardik Ketua Umum MUI di Sidang Picu Kemarahan Umat Islam
Dalam sidang ke-8 kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok pada Selasa 31 Januari 2017, JPU menghadirkan saksi ahli yang juga Ketua Umum MUI KH Maruf Amin. Dalam sidang, Ahok dan kuasa hukumnya kerap menghardik Maruf Amin. Belakangan, sikap Ahok tersebut menimbulkan kontroversi.
Bahkan mantan Ketua Hakim MK Mahfud MD begitu marah dengan sikap Ahok. Melalui akun twitternya, Mahfud MD mengaku tersinggung dengan sikap Ahok dan kuasa hukumnya. (Baca: Mahfud MD Tersinggung dengan Hardikan Ahok ke Maruf Amin )
Begitu juga dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj juga meradang dengan ucapan Ahok dan kuasa hukumnya terhadap Rais Aam PBNU itu. Kendati begitu Said Aqil menilai kalau Maruf Amin sudah memaafkan perlakukan terdakwa.
Karena ulah Ahok di persidangan yang memicu kemarahan umat Islam, malamnya Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bersama dengan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya mendatangi langsung KH Maruf Amin di kantor pusat MUI.
Di sini, banyak kalangan yang menilai banyak kejanggalan. Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, kehadiran Luhut menemui Ma'ruf dianggap mengundang 'kecurigaan' publik. Pasalnya, kapasitas Luhut yang membidangi Menteri Maritim tidak tepat untuk melakukan pertemuan itu. (Baca: Inisiatif Luhut Temui Maruf Amin Dinilai Mengundang Kecurigaan Publik )
3. Polisi Meminta Hakim Menunda Sidang Ahok
Menjelang pencoblosan Pilgub DKI putaran kedua pada Rabu 19 April 2017, mendadak Polda Metro Jaya mengirimkan surat ke PN Jakut agar sidang Ahok pada Selasa 11 April 2017 ditunda.
Padahal, pada sidang tanggal 11 April 2017 itu, agendanya adalah membacakan tuntutan terhadap Ahok. Permintaan Polda Metro Jaya ini menuai kritik tajam dan dinilai intervensi terhadap pengadilan. (Baca: Polisi Minta Sidang Ahok Ditunda, ACTA; Itu Intervensi )
Namun Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan tak kehabisan akal untuk menepis semua tudingan itu. Iriawan beranggapan kalau surat itu hanya sekadar saran ke PN Jakut .
Permintaan Polda Metro Jaya untuk menunda sidang juga menuai kritik dari Senayan. Tak sedikit anggota DPR yang menanggapi surat dari Polda Metro jaya ke PN Jakut itu. ( Fadli Zon: Surat yang Diajukan Polda Metro Bentuk Intervensi Terhadap Hukum )
Setelah banyak kritikan, akhirnya PN Jakarta Utara tetap mengagendakan sidang Ahok pada Selasa 11 April 2017 .
4. JPU Tunda Bacakan Tuntutan karena Belum Selesai Diketik
Kendati sidang tetap digelar pada Selasa 11 April 2017, ternyata sidang tersebut dianggap hanya sandiwara saja. Dengan alasan surat tuntutan belum diketik , JPU meminta hakim menunda sidang hingga 20 April 2017.
Permintaan ini mengundang keanehan, bahkan majelis hakim meminta kepada jaksa untuk menyelesaikan tuntutan hari itu juga, namun tidak bisa dipenuhi JPU. Tidak bisa menyelesaikan tuntutan terhadap Ahok hari ini, Ketua JPU Ali Mukartono beralasan banyak pemahaman komprehensif yang belum dibahas.
Ditambah lagi, JPU mempertimbangkan surat Polda Metro Jaya yang menginginkan sidang Ahok ditunda hingga hari pencoblosan.
Mengetahui sidang tuntutan ditunda karena belum selesai diketik membuat netizen marah. Mereka menganggap kalau sidang Ahok selama ini ternyata hanya sandiwara. (Baca: Tuntutan untuk Ahok Ditunda, #SidangAhokSandiwara Digemakan Netizen )
Kendati dianggap kental bermuatan politis karena hendak pencoblosan Pilgub DKI putaran kedua, JPU membantahnya . Sindiran terus berdatangan ke arah JPU, bahkan Komisi III DPR menyindir Kejagung untuk membeli mesin ketik tambahan karena dinilai terlalu mengada-ada. (Baca: Sidang Ahok Ditunda, Komisi III Sindir Kejagung untuk Beli Mesin Ketik Tambahan )
5. JPU Tuntut Ahok 1 Tahun Penjara
Setelah JPU rampung mengetik tuntutan untuk Ahok, kejutan kembali muncul. Dalam pembacaan tuntutan yang sangat ditunggu-tunggu umat Islam, sekali lagi JPU membuat kecewa.
Dengan mengabaikan pasal 156 a KUHP, JPU hanya menuntut Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Di sini JPU menganggap Ahok melakukan penghinaan dan ujaran kebencian dan hanya mengenakan pasal alternatif, yakni pasal 156.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa Ali Mukartono mengatakan, Ahok tak dapat didakwa dengan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama. Sebab, apa yang diucapkan Ahok tentang Surat Al Maidah ayat 51 tak memenuhi unsur niat menghina agama. (Baca: Ini Pertimbangan Jaksa Penuntut Ahok hanya 1 Tahun Penjara )
Tuntutan JPU banyak dinilai pengamat hukum merupakan tragedi keadilan . Bahkan ada pengamat yang beranggapan kalau tuntutan itu bentuk matinya penegakan hukum di Indonesia .
GNPF MUI juga menilai banyak kejanggalan yang dilakukan oleh JPU. Dimana JPU dianggap mendelegetimasi sikap keagamaan MUI, mengabaikan saksi ahli agama, dan mengabaikan yurisprudensi kasus penistaan agama. (Baca: GNPF MUI Ungkap Kejanggalan Tuntutan JPU di Sidang Ahok )
Dengan dakwaan JPU yang sangat ringan itu, DPR menilai ada campur tangan politik dalam kasus tersebut. Pasalnya dalam sejumlah kasus penodaan agama sebelumnya rata-rata terdakwa dihukum maksimal dan langsung dijebloskan ke penjara.
Setelah umat Islam dikecewakan oleh JPU, kini massa berharap banyak kepada majelis hakim yang memimpin sidang. Masyarakat berharap agar hakim lebih independen dan tidak diintervensi pihak manapun.
Sekali lagi, umat Islam yang kecewa menggelar aksi lanjutan. tercatat ada dua aksi yang dilakukan yakni Aksi 313 dan Aksi simpatik 55.
Dalam Aksi 313, massa yang dikomandoi Forum Umat Islam (FUI) berkumpul di Masjid Istiqlal untuk melaksanakan salat Jumat bersama. Setelah itu, massa bergerak ke PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. (Baca, PN Jakut Pastikan Vonis Ahok Akan Penuhi Rasa Keadilan )
Selanjutnya, Aksi Simpatik 55 pada Jumat 5 Mei 2017 kemarin dikomandoi langsung oleh GNPF MUI. Disini, umat Islam beharap banyak pada majelis hakim dan pertolongan Allah agar terdakwa penista agama dihukum seadil-adilnya. (Baca, Ketua GNPF MUI: Atas Izin Allah Penista Agama Akan Dipenjara )
Aksi 55 yang diikuti oleh ratusan ribu umat Islam rencananya akan melanjutkan aksi ke gedung MA. Namun, semua itu diurungkan setelah 12 perwakilan GNPF MUI diterima MA untuk memberikan dukungan moral ke Hakim agar berani memberikan vonis setimpal untuk Ahok.
Keseleo lidah terjadi ketika Ahok berpidato di hadapan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2017 lalu, dalam pidatonya Ahok menyinggung soal surat Al Maidah ayat 51. Setelah video pidato Ahok tersebar, muncul gelombang protes besar-besaran umat Islam.
Belakangan, Ahok menjadi terdakwa kasus penistaan agama dan menjalani sidang perdana di PN Jakarta Utara pada 14 Desember 2017 silam yang saat itu menempati eks Gedung PN Jakpus di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.
1. Polda Metro Jaya Usulkan Lokasi Sidang Ahok Dipindah
Sehari setelah sidang perdana digelar, Polda Metro Jaya mengusulkan kepada PN Jakarta Utara untuk memindahkan lokasi sidang Ahok. Ada dua lokasi yang dipilih, yakni di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dan di Gedung Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan.
Baru pada sidang ke-3, lokasi sidang Ahok dipindah ke Kementan. Disini, polisi yang ngotot mengusulkan lokasi sidang Ahok dipindah dinilai melakukan intervensi terhadap pengadilan. (Baca: Polisi Tak Berhak Pindahkan Lokasi Sidang Ahok )
Seperti yang dikatakan Pakar hukum Pidana UII Mudzakir, polisi tidak punya hak memindahkan lokasi sidang Ahok. Seharusnya jaksa atau ketua pengadilan yang memutuskan dimana sidang Ahok akan digelar. (Baca: Lokasi Sidang Dipindah, Penegak Hukum Istimewakan Ahok )
Pakar lainnya menilai kalau polisi terlalu mengistimewakan Ahok dengan alasan yang mengada-ada. Pengamat politik UIN Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, kalau alasannya untuk menghindari massa, dimanapun sidang Ahok digelar akan selalu memancing serbuan massa. Bahkan, jika dilakukan di tempat terpencilpun yang jauh dari keramaian akan diserbu para pendemo .
2. Ahok Hardik Ketua Umum MUI di Sidang Picu Kemarahan Umat Islam
Dalam sidang ke-8 kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok pada Selasa 31 Januari 2017, JPU menghadirkan saksi ahli yang juga Ketua Umum MUI KH Maruf Amin. Dalam sidang, Ahok dan kuasa hukumnya kerap menghardik Maruf Amin. Belakangan, sikap Ahok tersebut menimbulkan kontroversi.
Bahkan mantan Ketua Hakim MK Mahfud MD begitu marah dengan sikap Ahok. Melalui akun twitternya, Mahfud MD mengaku tersinggung dengan sikap Ahok dan kuasa hukumnya. (Baca: Mahfud MD Tersinggung dengan Hardikan Ahok ke Maruf Amin )
Begitu juga dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj juga meradang dengan ucapan Ahok dan kuasa hukumnya terhadap Rais Aam PBNU itu. Kendati begitu Said Aqil menilai kalau Maruf Amin sudah memaafkan perlakukan terdakwa.
Karena ulah Ahok di persidangan yang memicu kemarahan umat Islam, malamnya Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bersama dengan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya mendatangi langsung KH Maruf Amin di kantor pusat MUI.
Di sini, banyak kalangan yang menilai banyak kejanggalan. Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, kehadiran Luhut menemui Ma'ruf dianggap mengundang 'kecurigaan' publik. Pasalnya, kapasitas Luhut yang membidangi Menteri Maritim tidak tepat untuk melakukan pertemuan itu. (Baca: Inisiatif Luhut Temui Maruf Amin Dinilai Mengundang Kecurigaan Publik )
3. Polisi Meminta Hakim Menunda Sidang Ahok
Menjelang pencoblosan Pilgub DKI putaran kedua pada Rabu 19 April 2017, mendadak Polda Metro Jaya mengirimkan surat ke PN Jakut agar sidang Ahok pada Selasa 11 April 2017 ditunda.
Padahal, pada sidang tanggal 11 April 2017 itu, agendanya adalah membacakan tuntutan terhadap Ahok. Permintaan Polda Metro Jaya ini menuai kritik tajam dan dinilai intervensi terhadap pengadilan. (Baca: Polisi Minta Sidang Ahok Ditunda, ACTA; Itu Intervensi )
Namun Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan tak kehabisan akal untuk menepis semua tudingan itu. Iriawan beranggapan kalau surat itu hanya sekadar saran ke PN Jakut .
Permintaan Polda Metro Jaya untuk menunda sidang juga menuai kritik dari Senayan. Tak sedikit anggota DPR yang menanggapi surat dari Polda Metro jaya ke PN Jakut itu. ( Fadli Zon: Surat yang Diajukan Polda Metro Bentuk Intervensi Terhadap Hukum )
Setelah banyak kritikan, akhirnya PN Jakarta Utara tetap mengagendakan sidang Ahok pada Selasa 11 April 2017 .
4. JPU Tunda Bacakan Tuntutan karena Belum Selesai Diketik
Kendati sidang tetap digelar pada Selasa 11 April 2017, ternyata sidang tersebut dianggap hanya sandiwara saja. Dengan alasan surat tuntutan belum diketik , JPU meminta hakim menunda sidang hingga 20 April 2017.
Permintaan ini mengundang keanehan, bahkan majelis hakim meminta kepada jaksa untuk menyelesaikan tuntutan hari itu juga, namun tidak bisa dipenuhi JPU. Tidak bisa menyelesaikan tuntutan terhadap Ahok hari ini, Ketua JPU Ali Mukartono beralasan banyak pemahaman komprehensif yang belum dibahas.
Ditambah lagi, JPU mempertimbangkan surat Polda Metro Jaya yang menginginkan sidang Ahok ditunda hingga hari pencoblosan.
Mengetahui sidang tuntutan ditunda karena belum selesai diketik membuat netizen marah. Mereka menganggap kalau sidang Ahok selama ini ternyata hanya sandiwara. (Baca: Tuntutan untuk Ahok Ditunda, #SidangAhokSandiwara Digemakan Netizen )
Kendati dianggap kental bermuatan politis karena hendak pencoblosan Pilgub DKI putaran kedua, JPU membantahnya . Sindiran terus berdatangan ke arah JPU, bahkan Komisi III DPR menyindir Kejagung untuk membeli mesin ketik tambahan karena dinilai terlalu mengada-ada. (Baca: Sidang Ahok Ditunda, Komisi III Sindir Kejagung untuk Beli Mesin Ketik Tambahan )
5. JPU Tuntut Ahok 1 Tahun Penjara
Setelah JPU rampung mengetik tuntutan untuk Ahok, kejutan kembali muncul. Dalam pembacaan tuntutan yang sangat ditunggu-tunggu umat Islam, sekali lagi JPU membuat kecewa.
Dengan mengabaikan pasal 156 a KUHP, JPU hanya menuntut Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Di sini JPU menganggap Ahok melakukan penghinaan dan ujaran kebencian dan hanya mengenakan pasal alternatif, yakni pasal 156.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa Ali Mukartono mengatakan, Ahok tak dapat didakwa dengan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama. Sebab, apa yang diucapkan Ahok tentang Surat Al Maidah ayat 51 tak memenuhi unsur niat menghina agama. (Baca: Ini Pertimbangan Jaksa Penuntut Ahok hanya 1 Tahun Penjara )
Tuntutan JPU banyak dinilai pengamat hukum merupakan tragedi keadilan . Bahkan ada pengamat yang beranggapan kalau tuntutan itu bentuk matinya penegakan hukum di Indonesia .
GNPF MUI juga menilai banyak kejanggalan yang dilakukan oleh JPU. Dimana JPU dianggap mendelegetimasi sikap keagamaan MUI, mengabaikan saksi ahli agama, dan mengabaikan yurisprudensi kasus penistaan agama. (Baca: GNPF MUI Ungkap Kejanggalan Tuntutan JPU di Sidang Ahok )
Dengan dakwaan JPU yang sangat ringan itu, DPR menilai ada campur tangan politik dalam kasus tersebut. Pasalnya dalam sejumlah kasus penodaan agama sebelumnya rata-rata terdakwa dihukum maksimal dan langsung dijebloskan ke penjara.
Setelah umat Islam dikecewakan oleh JPU, kini massa berharap banyak kepada majelis hakim yang memimpin sidang. Masyarakat berharap agar hakim lebih independen dan tidak diintervensi pihak manapun.
Sekali lagi, umat Islam yang kecewa menggelar aksi lanjutan. tercatat ada dua aksi yang dilakukan yakni Aksi 313 dan Aksi simpatik 55.
Dalam Aksi 313, massa yang dikomandoi Forum Umat Islam (FUI) berkumpul di Masjid Istiqlal untuk melaksanakan salat Jumat bersama. Setelah itu, massa bergerak ke PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. (Baca, PN Jakut Pastikan Vonis Ahok Akan Penuhi Rasa Keadilan )
Selanjutnya, Aksi Simpatik 55 pada Jumat 5 Mei 2017 kemarin dikomandoi langsung oleh GNPF MUI. Disini, umat Islam beharap banyak pada majelis hakim dan pertolongan Allah agar terdakwa penista agama dihukum seadil-adilnya. (Baca, Ketua GNPF MUI: Atas Izin Allah Penista Agama Akan Dipenjara )
Aksi 55 yang diikuti oleh ratusan ribu umat Islam rencananya akan melanjutkan aksi ke gedung MA. Namun, semua itu diurungkan setelah 12 perwakilan GNPF MUI diterima MA untuk memberikan dukungan moral ke Hakim agar berani memberikan vonis setimpal untuk Ahok.
(ysw)