Din Syamsuddin: Peresmian Masjid Daan Mogot Sebaiknya Ditunda
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), M Din Syamsuddin meminta, peresmian Masjid Daan Mogot yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diaktifkan kembali, ditunda pelaksanaannya. Din beralasan peresmian ini hanya akan mengganggu ketenteraman atau menambah ketegangan dalam masyarakat jelang Pilgub DKI 19 April 2017.
“Peresmian masjid pada saat Minggu tenang, apalagi melibatkan salah seorang calon gubernur, tentu akan mengganggu ketenangan masyarakat pemilih yang berseberangan. Bukankah penundaan Pembacaan Tuntutan JPU pada Sidang Penistaan Agama didalihkan pada alasan gangguan ketenteraman? Demi keadilan, seyogyanya alasan yang sama diterapkan pada rencana peresmian masjid pada waktu yang tidak pas,” kata Din Syamsuddin dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Sabtu (15/4/2017).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menambahkan, acara peresmian yang tentu akan diberitakan secara luas oleh media, akan mempertontonkan dengan kasat mata bahwa Presiden Jokowi tidak netral. Bahkan berpihak secara nyata terhadap pasangan calon (Paslon) No 2 Ahok-Djarot. Tentu hal ini bertentangan dengan pernyataan beliau sendiri berulang kali bahwa tidak berpihak.
“Sebenarnya, sebagian rakyat sudah menilai bahwa Presiden Jokowi dari awal sudah tidak netral dan tidak berdiri mengayomi seluruh rakyat. Maka, peresmian masjid, yang apalagi dihadiri oleh Ahok, akan menambah rasa ketidakpercayaan sebagian rakyat. Padahal pelaksanaan agenda pembangunan negara dewasa sangat memerlukan dukungan seluruh rakyat,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Din Syamsuddin, rakyat memdambakan keteladanan politik "satunya kata dan ucap". Selama ini sering diucapkan "tidak boleh ada politisasi agama", tapi rencana peresmian pada 16 April 2017 tersebut tak pelak lagi akan dianggap sebagai bentuk "politisasi agama yang nyata".
“Hanya kearifan dan kenegarawanan yang bisa menampilkan kebijakan yang bijak. Politik dan agama tak terpisahkan, tapi jika pengaitan politik dengan agama secara tidak pas adalah sebuah langkah bablas,” pungkas Din Syamsuddin.
“Peresmian masjid pada saat Minggu tenang, apalagi melibatkan salah seorang calon gubernur, tentu akan mengganggu ketenangan masyarakat pemilih yang berseberangan. Bukankah penundaan Pembacaan Tuntutan JPU pada Sidang Penistaan Agama didalihkan pada alasan gangguan ketenteraman? Demi keadilan, seyogyanya alasan yang sama diterapkan pada rencana peresmian masjid pada waktu yang tidak pas,” kata Din Syamsuddin dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Sabtu (15/4/2017).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menambahkan, acara peresmian yang tentu akan diberitakan secara luas oleh media, akan mempertontonkan dengan kasat mata bahwa Presiden Jokowi tidak netral. Bahkan berpihak secara nyata terhadap pasangan calon (Paslon) No 2 Ahok-Djarot. Tentu hal ini bertentangan dengan pernyataan beliau sendiri berulang kali bahwa tidak berpihak.
“Sebenarnya, sebagian rakyat sudah menilai bahwa Presiden Jokowi dari awal sudah tidak netral dan tidak berdiri mengayomi seluruh rakyat. Maka, peresmian masjid, yang apalagi dihadiri oleh Ahok, akan menambah rasa ketidakpercayaan sebagian rakyat. Padahal pelaksanaan agenda pembangunan negara dewasa sangat memerlukan dukungan seluruh rakyat,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Din Syamsuddin, rakyat memdambakan keteladanan politik "satunya kata dan ucap". Selama ini sering diucapkan "tidak boleh ada politisasi agama", tapi rencana peresmian pada 16 April 2017 tersebut tak pelak lagi akan dianggap sebagai bentuk "politisasi agama yang nyata".
“Hanya kearifan dan kenegarawanan yang bisa menampilkan kebijakan yang bijak. Politik dan agama tak terpisahkan, tapi jika pengaitan politik dengan agama secara tidak pas adalah sebuah langkah bablas,” pungkas Din Syamsuddin.
(wib)