Anies-Sandi Pertanyakan KPU DKI Jalankan Hasil Sinkronisasi DPT
A
A
A
JAKARTA - Tim Pemenangan pasangan calon gubernur dan calon wagub gubernur (cagub-cawagub) DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno, mempertanyakan keseriusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI dalam menjalankan keputusan rapat menyangkut data pemilih.
Pada awal April, diketahui KPU DKI mengundang tim sukses (timses) kandidat serta stakeholder terkait menyangkut data pemilih. Rapat digelar beberapa kali dan di sejumlah tempat, mulai persiapan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), temuan data bermasalah, tindaklanjut, hingga sinkronisasi.
"Dalam rapat yang digelar sejak 1 sampai 4 April, terus dilanjutkan 7 dan 10 April, itu ada beberapa keputusan yang disahkan KPU DKI berdasarkan kesepakatan bersama. Tapi, hingga sekarang belum semua dilakukan KPU DKI," ujar Wakil Ketua Tim Data dan Saksi Anies-Sandi, Ahmad Sulhy, di Jakarta, Jumat (14/4/2017).
Salah satu hal krusial yang disoroti timses paslon nomor 3 tersebut, menyangkut pemberian salinan DPT yang telah ditandai atau diarsir yang merupakan buah dari temuan atas pemilih ganda dan bermasalah. "Padahal, sekarang form C6 (surat pemberitahuan kepada pemilih, red) sedang didistribusikan. Kami baru menerima sebagian salinan DPT yang sudah diarsir," ungkapnya.
Menurut politikus Gerindra ini, hal tersebut menjadi riskan dalam pemungutan suara putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI, 19 April mendatang. Sebab, timses tidak bisa mengontrol pendistribusian C6, apakah telah diberikan kepada pemilih yang berhak atau salah sasaran.
"Bisa jadi, KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara) juga salah mendistribusikan C6, karena mereka juga belum menerima salinan DPT yang telah diarsir dan hasil sinkronisasi," ucapnya.
Timses Anies-Sandi juga mempertanyakan keseriusan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI dalam menyerahkan salinan daftar warga daerah yang datang ke ibu kota. "Surat keterangan pindah datang dari Dukcapil satu nama pun belum sama sekali kami terima. Ini juga sama riskannya," tambahnya.
"Kami hanya ingin mengingatkan, bahwa kerja-kerja KPU maupun instansi terkait harus dikontrol sebagai wujud jalannya demokrasi, karena ada check and balance. Apalagi, keputusan tersebut berdasarkan kesepakatan bersama," ucap Sulhy.
Pada awal April, diketahui KPU DKI mengundang tim sukses (timses) kandidat serta stakeholder terkait menyangkut data pemilih. Rapat digelar beberapa kali dan di sejumlah tempat, mulai persiapan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), temuan data bermasalah, tindaklanjut, hingga sinkronisasi.
"Dalam rapat yang digelar sejak 1 sampai 4 April, terus dilanjutkan 7 dan 10 April, itu ada beberapa keputusan yang disahkan KPU DKI berdasarkan kesepakatan bersama. Tapi, hingga sekarang belum semua dilakukan KPU DKI," ujar Wakil Ketua Tim Data dan Saksi Anies-Sandi, Ahmad Sulhy, di Jakarta, Jumat (14/4/2017).
Salah satu hal krusial yang disoroti timses paslon nomor 3 tersebut, menyangkut pemberian salinan DPT yang telah ditandai atau diarsir yang merupakan buah dari temuan atas pemilih ganda dan bermasalah. "Padahal, sekarang form C6 (surat pemberitahuan kepada pemilih, red) sedang didistribusikan. Kami baru menerima sebagian salinan DPT yang sudah diarsir," ungkapnya.
Menurut politikus Gerindra ini, hal tersebut menjadi riskan dalam pemungutan suara putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI, 19 April mendatang. Sebab, timses tidak bisa mengontrol pendistribusian C6, apakah telah diberikan kepada pemilih yang berhak atau salah sasaran.
"Bisa jadi, KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara) juga salah mendistribusikan C6, karena mereka juga belum menerima salinan DPT yang telah diarsir dan hasil sinkronisasi," ucapnya.
Timses Anies-Sandi juga mempertanyakan keseriusan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI dalam menyerahkan salinan daftar warga daerah yang datang ke ibu kota. "Surat keterangan pindah datang dari Dukcapil satu nama pun belum sama sekali kami terima. Ini juga sama riskannya," tambahnya.
"Kami hanya ingin mengingatkan, bahwa kerja-kerja KPU maupun instansi terkait harus dikontrol sebagai wujud jalannya demokrasi, karena ada check and balance. Apalagi, keputusan tersebut berdasarkan kesepakatan bersama," ucap Sulhy.
(pur)