Pasangan Suami-Istri Pembuat Vaksin Palsu Divonis 9 dan 8 Tahun Penjara

Senin, 20 Maret 2017 - 21:04 WIB
Pasangan Suami-Istri...
Pasangan Suami-Istri Pembuat Vaksin Palsu Divonis 9 dan 8 Tahun Penjara
A A A
BEKASI - Terdakwa kasus vaksin palsu yang sempat membuat heboh masyarakat beberapa waktu lalu, yakni pasangan suami-istri, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, masing-masing divonis sembilan dan delapan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bekasi.

"Keduanya terbukti bersalah memproduksi alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar," ujar Ketua Majelis Hakim, Marper Pandiangan dalam pembacaan vonis di PN Bekasi, Senin (20/3/2017) petang.

Dalam putusan vonis itu, kata Marper, diberikan berdasarkan pertimbangan dari sejumlah barang bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan keterangan 16 saksi, serta empat ahli hukum selama agenda persidangan.

Menurutnya, dalam fakta persidangan itu terungkap pasangan suami istri tersebut terbukti memproduksi vaksin palsu jenis Pediacel, tripacel, Engerix B menggunakan bahan-bahan yang tidak higienis di rumahnya, Perumahan Kemang Pratama RT.009 RW.35, Kelurahan Bojongrawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, yang dilakukan sejak 2010-2016.

"Bahan baku yang digunakan adalah klem, palu, dan jarum suntik. ‎Caranya, yaitu botol bekas dicuci menggunakan alkohol dan dikeringkan. Setelah itu, cairan akuades dicampur dengan vaksin DT/TT dalam dimasukkan ke dalam botol kaca. Kemudian botol ditutup dengan karet dan diklem," jelasnya.

Lebih jauh, Marper mengungkapkan, dalam keterangan persidangan juga, kedua terdakwa itu mulai berprofesi sebagai produsen vaksin palsu karena ajakan dari terdakwa Iin Sulastri dan Syafrizal.

"Kedua terdakwa tergiur dengan keuntungannya sehingga sejak mereka berhenti dari profesinya sebagai perawat rumah sakit, mulai membuat vaksin palsu,"kata Marper.

Terkait vonis yang dijatuhkan kepada pasutri tersebut, diakui Marper, hukuman yang diterima keduanya lebih ringan dari tuntutan JPU, yakni masing-masing 12 tahun penjara dengan denda Rp300 juta.

Kuasa hukum kedua terdakwa, Rosyan Umar menilai, vonis yang dijatuhkan hakim berdasarkan UU Kesehatan dan Perlindungan Konsumen terlalu berat. "Saya menyarankan agar klien saya menempuh banding ke Pengadilan Tinggi, tapi mereka masih mempertimbangkan sampai tujuh hari ke depan," katanya.

Menurutnya, pertimbangan vonis yang dirasa berat itu dikarenakan, modus yang dilakukan kliennya dalam perbuatan itu adalah faktor ekonomi."Tadinya saya berharap vonis yang diberikan majelis hakim merujuk pada prilaku produsen saja dengan hukuman lima tahun penjara atau denda, tapi faktanya klien saya dijerat dengan sejumlah pasal," tandasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1406 seconds (0.1#10.140)