Pemuda Muhammadiyah Minta KPU DKI Perbaiki Kualitas Pilgub
A
A
A
JAKARTA - Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman menilai saat pencoblosan kemarin ditemukan beragam persoalan. Ini tidak bisa diabaikan oleh KPU DKI karena bisa bisa mengurangi kualitas Pilgub dan kepercayaan publik terhadap hasil penghitungan suara.
Dijelaskan Pedri, permasalahan utama tetap saja pada persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Misalnya ada warga yang tidak memperoleh kesempatan menggunakan hak pilihnya karena tidak masuk DPT, ataupun pemilih tambahan.
"Ada juga warga yang punya KTP elektronik, tapi tak dapat surat panggilan memilih, ketika mereka datang dengan membawa KTP perlakuan petugas KPPS juga tidak seragam," kata Pedri kepada SINDOnews, Jumat (17/2/2017).
Pedri melanjutkan, ada kasus misalnya petugas minta foto copy KTP, padahal tidak diberitahu sebelumnya, akhirnya mereka memilih untuk pergi saja alias golput. Ada juga perlakuan yang dimintai kartu keluarga.
Beredar juga informasi adanya pengerahan sejumlah orang yang diduga dari pendukung cagub untuk bisa mencoblos.
Bahkan, sambung Pedri, terindikasi ada upaya sistematis pengerahan orang untuk memilih. Seperti beredarnya video seorang oknum yang mengaku anggota DPRD dengan kostum kemeja kotak-kotak yang dikabarkan mau mengerahkan sejumlah orang dan memaksa untuk bisa memilih.
"Supaya clear, informasi video itu harus diusut secara tuntas. Pelaku dan aktornya harus diproses secara hukum," ujarnya.
Kasus ini harus dituntaskan, lanjutnya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan berkepanjangan. Kasus lain adanya surat suara yang sudah dicoblos sebelum pemilihan.
"Ditambah lagi surat suara untuk pemilih tambahan yang tidak tersedia. Bahkan ada informasi pembagian sembako dan kupon belanja sembako oleh paslon tertentu," urainya.
Sekecil apapun pelanggaran dan kecurangan yang terjadi harus diusut dan diproses sesuai aturan. Jika perlu paslon yang melakukan kecurangan didiskualifikasi dan dilakukan pemilihan ulang.
Dijelaskan Pedri, permasalahan utama tetap saja pada persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Misalnya ada warga yang tidak memperoleh kesempatan menggunakan hak pilihnya karena tidak masuk DPT, ataupun pemilih tambahan.
"Ada juga warga yang punya KTP elektronik, tapi tak dapat surat panggilan memilih, ketika mereka datang dengan membawa KTP perlakuan petugas KPPS juga tidak seragam," kata Pedri kepada SINDOnews, Jumat (17/2/2017).
Pedri melanjutkan, ada kasus misalnya petugas minta foto copy KTP, padahal tidak diberitahu sebelumnya, akhirnya mereka memilih untuk pergi saja alias golput. Ada juga perlakuan yang dimintai kartu keluarga.
Beredar juga informasi adanya pengerahan sejumlah orang yang diduga dari pendukung cagub untuk bisa mencoblos.
Bahkan, sambung Pedri, terindikasi ada upaya sistematis pengerahan orang untuk memilih. Seperti beredarnya video seorang oknum yang mengaku anggota DPRD dengan kostum kemeja kotak-kotak yang dikabarkan mau mengerahkan sejumlah orang dan memaksa untuk bisa memilih.
"Supaya clear, informasi video itu harus diusut secara tuntas. Pelaku dan aktornya harus diproses secara hukum," ujarnya.
Kasus ini harus dituntaskan, lanjutnya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan berkepanjangan. Kasus lain adanya surat suara yang sudah dicoblos sebelum pemilihan.
"Ditambah lagi surat suara untuk pemilih tambahan yang tidak tersedia. Bahkan ada informasi pembagian sembako dan kupon belanja sembako oleh paslon tertentu," urainya.
Sekecil apapun pelanggaran dan kecurangan yang terjadi harus diusut dan diproses sesuai aturan. Jika perlu paslon yang melakukan kecurangan didiskualifikasi dan dilakukan pemilihan ulang.
(ysw)