DPRD Janji Pangkas Anggaran Tak Bermanfaat di Pemprov DKI
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan DKI 2016 masih dalam pembahasan di masing-masing Komisi DPRD DKI. Total anggaran yang diusulkan pada perubahan lebih besar kepada belanja tidak langsung meski penyerapan belanja langsung pada anggaran murni hanya sekitar Rp6 triliun dari total Rp34 triliun.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DKI Jakarta M Taufik mengatakan, pembahasan KUA-PPAS Perubahan DKI 2016 diusulkan Rp67.322.226.876.559 lebih besar dari anggaran murni Rp67.168.141.786.232. Sayangnya, belanja langsung yang diusulkan pada perubahan sebesar Rp32 triliun lebih rendah dibandingkan anggaran murni Rp34 Triliun.
Sedangkan belanja tidak langsung yang kebutuhannya lebih banyak kepada keperluan pegawai, bayar listrik, air dan sebagainya, dinaikinan sekitar Rp1 triliun menjadi Rp26,6 triliun dari anggaran murni sebelumnya Rp25,5 triliun. Padahal, lanjut Taufik, penyerapan anggaran belanja langsung yang dampaknya dapat dirasakan masyarakat pada anggaran murni hanya sekitar Rp6,1 triliun dari total belanja Rp34.3 Triiun. Bahkan, belanja modalnya hanya Rp982, 9 Miiar.
"Banyak belanja modal yang dimatikan, pompa buat banjir, pembelian lahan, perbaikan sekolah, dan puskesmas. Prioritas kemacetan dan banjir yang direncanakan banyak yang belum berjalan. Beli bus saja belum terealisasi sampai saat ini," kata Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta pada Senin, 22 Agustus 2016 kemarin.
Taufik menjelaskan, saat ini pembahasan usulan kegiatan pada anggaran perubahan sedang dibahas di masing-masing Komisi DPRD dengan batas waktu satu pekan ini. Setelah itu, lanjut dia, pembahasan dibawa ke dalam rapat Banggar.
Dalam rapat tersebutlah baru dapat diketahui apa alasan eksekutif menambahkan dan mengurangi atau mematikan belanja langsung.
Ketua DPD Partai Gerindra itu pun berjanji akan mematikan kegiatan yang tidak bermanfaat pada masyarakat dalam pembahasan Banggar yang rencananya dilakukan pekan depan.
"Kami akan sisir secara detail program yang tidak bermanfaat. Kami memprediksi penyerapan anggaran sampai akhir tahun tidak lebih dari 50%. Bila pun lebih, paling buat gaji pegawai," jelasnya.
Kepala Badan Perencanaan dan pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati menuturkan, pembahasan KUA-PPAS Perubahan DKI 2016 ditargetkan tidak melebihi jadwal akhir yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 31 September 2016 mendatang. Dia pun yakin penyerapan akan maksimal dengan waktu pengeraan sekitar tiga bulan hingga akhir tahun.
"Pembahasan ini tidak telat. Karena Kemendagri pun menjadwalkan paling lambat 31 September," ujarnya. Terkait alasan adanya pengurangan dan penambahan diperubahan serta penyerapan anggaran murni, Tuty menyebut bila semuanya sudah dipublish di website emonev.bappeda.jakarta.go.id.
Pengamat Perkotaaan Universitas Trisakti Nirwono Joga tidak terkejut dengan rendahnya penyerapan anggaran belanja langsung. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan belum maksimalnya program e-budgeting yang membuat pengguna anggaran harus bolak balik revisi.
Sehingga waktu yang tersisa tinggal sedikit dan membuat perangkat daerah memilih cara aman dengan menunda atau membatalkan ketimbang bermasalah dan tidak mendapat perlindungan dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaa Purnama (Ahok).
"Sikap Gubernur Ahok yang selalu menyalahkan apabila ada kesalahan anak buah harus diperbaiki. Padahal, kalau bagus yang baik itu ya namanya Gubernur," ujarnya.
Selain itu, kata Nirwono, banyaknya pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh program kegiatan sosial, kontribusi ataupun kompnesasi dari perusahaan swasta juga membuat Gubernur dan perangkat daerah tidak perlu repot. Sehingga, perangkat daerah tidak perlu berlomba-loma menyelesaikan penggunaan anggaran yang jelas berasal dari uang rakyat.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DKI Jakarta M Taufik mengatakan, pembahasan KUA-PPAS Perubahan DKI 2016 diusulkan Rp67.322.226.876.559 lebih besar dari anggaran murni Rp67.168.141.786.232. Sayangnya, belanja langsung yang diusulkan pada perubahan sebesar Rp32 triliun lebih rendah dibandingkan anggaran murni Rp34 Triliun.
Sedangkan belanja tidak langsung yang kebutuhannya lebih banyak kepada keperluan pegawai, bayar listrik, air dan sebagainya, dinaikinan sekitar Rp1 triliun menjadi Rp26,6 triliun dari anggaran murni sebelumnya Rp25,5 triliun. Padahal, lanjut Taufik, penyerapan anggaran belanja langsung yang dampaknya dapat dirasakan masyarakat pada anggaran murni hanya sekitar Rp6,1 triliun dari total belanja Rp34.3 Triiun. Bahkan, belanja modalnya hanya Rp982, 9 Miiar.
"Banyak belanja modal yang dimatikan, pompa buat banjir, pembelian lahan, perbaikan sekolah, dan puskesmas. Prioritas kemacetan dan banjir yang direncanakan banyak yang belum berjalan. Beli bus saja belum terealisasi sampai saat ini," kata Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta pada Senin, 22 Agustus 2016 kemarin.
Taufik menjelaskan, saat ini pembahasan usulan kegiatan pada anggaran perubahan sedang dibahas di masing-masing Komisi DPRD dengan batas waktu satu pekan ini. Setelah itu, lanjut dia, pembahasan dibawa ke dalam rapat Banggar.
Dalam rapat tersebutlah baru dapat diketahui apa alasan eksekutif menambahkan dan mengurangi atau mematikan belanja langsung.
Ketua DPD Partai Gerindra itu pun berjanji akan mematikan kegiatan yang tidak bermanfaat pada masyarakat dalam pembahasan Banggar yang rencananya dilakukan pekan depan.
"Kami akan sisir secara detail program yang tidak bermanfaat. Kami memprediksi penyerapan anggaran sampai akhir tahun tidak lebih dari 50%. Bila pun lebih, paling buat gaji pegawai," jelasnya.
Kepala Badan Perencanaan dan pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati menuturkan, pembahasan KUA-PPAS Perubahan DKI 2016 ditargetkan tidak melebihi jadwal akhir yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 31 September 2016 mendatang. Dia pun yakin penyerapan akan maksimal dengan waktu pengeraan sekitar tiga bulan hingga akhir tahun.
"Pembahasan ini tidak telat. Karena Kemendagri pun menjadwalkan paling lambat 31 September," ujarnya. Terkait alasan adanya pengurangan dan penambahan diperubahan serta penyerapan anggaran murni, Tuty menyebut bila semuanya sudah dipublish di website emonev.bappeda.jakarta.go.id.
Pengamat Perkotaaan Universitas Trisakti Nirwono Joga tidak terkejut dengan rendahnya penyerapan anggaran belanja langsung. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan belum maksimalnya program e-budgeting yang membuat pengguna anggaran harus bolak balik revisi.
Sehingga waktu yang tersisa tinggal sedikit dan membuat perangkat daerah memilih cara aman dengan menunda atau membatalkan ketimbang bermasalah dan tidak mendapat perlindungan dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaa Purnama (Ahok).
"Sikap Gubernur Ahok yang selalu menyalahkan apabila ada kesalahan anak buah harus diperbaiki. Padahal, kalau bagus yang baik itu ya namanya Gubernur," ujarnya.
Selain itu, kata Nirwono, banyaknya pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh program kegiatan sosial, kontribusi ataupun kompnesasi dari perusahaan swasta juga membuat Gubernur dan perangkat daerah tidak perlu repot. Sehingga, perangkat daerah tidak perlu berlomba-loma menyelesaikan penggunaan anggaran yang jelas berasal dari uang rakyat.
(whb)