Usulan Uji Materi, Gerindra Nilai Ahok Takut Kalah
A
A
A
JAKARTA - Kepala Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengaku, akan mendaftarkan sebagai terkait uji materi yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Orang nomor satu itu mengajukan uji materi terkait Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ada kesan bahwa Ahok sebagai petahana takut kalah jika pasal tersebut diterapkan dalam Pilgub DKI 2017 mendatang," ujar Habiburokhman dalam keterangan pers, Jumat (5/8/2016).
Habiburokhman menjelaskan, dalam pasal tersebut diatur keharusan cuti dan larangan menggunakan fasilitas negara selama masa kampanye oleh petahana. Pasal itu merupakan perubahan dari Undang-undang sebelumnya yang memuat keharusan dan larangan bagi petahana.
"Namun frasa yang digunakan (di UU sebelumnya) bukan 'selama masa kampanye' tetapi 'pada saat melakukan kampanye'. Ketentuan yang lama justru banyak celah yang dilakukan oleh petahana untuk mengambil keuntungan dengan memanfaatkan jabatan," tuturnya.
Petahana, menurut Habiburokhman, kerap menggunakan trik cuti on off yaitu mengajukan cuti manakala akan menghadiri kampanye rapat terbuka. Kemudian berhenti cuti sehari setelahnya dan berulang lagi pada hari kampanye berikutnya.
"Paling sering dilakukan oleh petahana adalah melakukan kampanye terselubung hampir setiap hari dengan menghadiri berbagai seremonial peresmian. Pasangan calon lain hanya boleh tampil sesekali pada saat jadwal kampanye saja, calon petahana dengan leluasa tampil di media dengan kapasitas sebagai kepala daerah aktif. Ini sangat tidak adil karena pada akhirnya frekuensi kemunculan di publik menjadi sangat timpang," paparnya.
"Ada kesan bahwa Ahok sebagai petahana takut kalah jika pasal tersebut diterapkan dalam Pilgub DKI 2017 mendatang," ujar Habiburokhman dalam keterangan pers, Jumat (5/8/2016).
Habiburokhman menjelaskan, dalam pasal tersebut diatur keharusan cuti dan larangan menggunakan fasilitas negara selama masa kampanye oleh petahana. Pasal itu merupakan perubahan dari Undang-undang sebelumnya yang memuat keharusan dan larangan bagi petahana.
"Namun frasa yang digunakan (di UU sebelumnya) bukan 'selama masa kampanye' tetapi 'pada saat melakukan kampanye'. Ketentuan yang lama justru banyak celah yang dilakukan oleh petahana untuk mengambil keuntungan dengan memanfaatkan jabatan," tuturnya.
Petahana, menurut Habiburokhman, kerap menggunakan trik cuti on off yaitu mengajukan cuti manakala akan menghadiri kampanye rapat terbuka. Kemudian berhenti cuti sehari setelahnya dan berulang lagi pada hari kampanye berikutnya.
"Paling sering dilakukan oleh petahana adalah melakukan kampanye terselubung hampir setiap hari dengan menghadiri berbagai seremonial peresmian. Pasangan calon lain hanya boleh tampil sesekali pada saat jadwal kampanye saja, calon petahana dengan leluasa tampil di media dengan kapasitas sebagai kepala daerah aktif. Ini sangat tidak adil karena pada akhirnya frekuensi kemunculan di publik menjadi sangat timpang," paparnya.
(mhd)