Proyek Reklamasi Bikin Keberadaan Ratusan Nelayan Terancam
A
A
A
JAKARTA - Nelayan yang tergabung dalam Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) cabang Muara Baru, Jakarta Utara mengaku terancam dengan proyek reklamasi di teluk Jakarta. Tak hanya karena hasil tangkapan sedikit, saat akan mencari ikan mereka kerap diintimidasi security pulau reklamasi.
Ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Iwan, Sekretaris DPW KNT Jakarta, mengaku keberadaan nelayan mulai terancam.
"Ancaman tidak hanya berasal dari hasil tangkapan yang berkurang tapi karena ada intimidasi dari security pulau reklamasi," terangnya, Selasa (19/4/2016).
Dahulu dalam kurun waktu 2-3 jam, ia mampu mendapatkan minimal 2 kwintal ikan, kali ini meski telah enam jam melaut, satu kwintal sangat sulit didapat. "Ada ratusan nelayan yang terancam kehilangan mata pencahariannya," tambah Iwan.
Salah satu nelayan, Kalil (49) proyek reklamasi 17 pulau membuat sumber ikan menjadi hilang, termasuk soal tambak kerang yang telah terpasang selama beberapa tahun.
"Dulu waktu enggak ada pulau, berlayar beberapa meter saja sudah dapat ikan. Sekarang, kita musti muter-muter ngelewati pulau," keluhnya.
Belum lagi, saat mencari ikan juga, kata Kalil, pihaknya harus mendapatkan intervensi dari pihak security pulau. Para pihak security, bahkan tak segan melakukan tindakan kekerasan bila kedapatan ada perahu nelayan yang dekat dengan pulau.
"Padahal sumber ikan itu ada di pulau G, tambak kerang pulau C, K, dan Q. Itu semua harus hilang, setelah pulau-pulau itu dibangun," jelasnya.
Nelayan lainnya, Saudi, 43, mengatakan dahulu sebelum pulau itu terbentuk, dalam semalam berlayar, dirinya mampu mendapatkan sekitar Rp300 ribu hanya kurun waktu 1-2 jam. Sementara saat ini, dalam enam jam kerja, pihaknya hanya mendapatkan penghasilan Rp120 ribu. "Itu bersyukur kita masih dapat. Kadang-kadang malah enggak bisa nutup biaya operasional solar," jelas Saudi.
Ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Iwan, Sekretaris DPW KNT Jakarta, mengaku keberadaan nelayan mulai terancam.
"Ancaman tidak hanya berasal dari hasil tangkapan yang berkurang tapi karena ada intimidasi dari security pulau reklamasi," terangnya, Selasa (19/4/2016).
Dahulu dalam kurun waktu 2-3 jam, ia mampu mendapatkan minimal 2 kwintal ikan, kali ini meski telah enam jam melaut, satu kwintal sangat sulit didapat. "Ada ratusan nelayan yang terancam kehilangan mata pencahariannya," tambah Iwan.
Salah satu nelayan, Kalil (49) proyek reklamasi 17 pulau membuat sumber ikan menjadi hilang, termasuk soal tambak kerang yang telah terpasang selama beberapa tahun.
"Dulu waktu enggak ada pulau, berlayar beberapa meter saja sudah dapat ikan. Sekarang, kita musti muter-muter ngelewati pulau," keluhnya.
Belum lagi, saat mencari ikan juga, kata Kalil, pihaknya harus mendapatkan intervensi dari pihak security pulau. Para pihak security, bahkan tak segan melakukan tindakan kekerasan bila kedapatan ada perahu nelayan yang dekat dengan pulau.
"Padahal sumber ikan itu ada di pulau G, tambak kerang pulau C, K, dan Q. Itu semua harus hilang, setelah pulau-pulau itu dibangun," jelasnya.
Nelayan lainnya, Saudi, 43, mengatakan dahulu sebelum pulau itu terbentuk, dalam semalam berlayar, dirinya mampu mendapatkan sekitar Rp300 ribu hanya kurun waktu 1-2 jam. Sementara saat ini, dalam enam jam kerja, pihaknya hanya mendapatkan penghasilan Rp120 ribu. "Itu bersyukur kita masih dapat. Kadang-kadang malah enggak bisa nutup biaya operasional solar," jelas Saudi.
(ysw)