Menanti Terobosan Pemkot Bekasi Urai Kemacetan di Kota Patriot
A
A
A
BEKASI - Pelan tapi pasti. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pembangunan di Kota Bekasi. Sejak beberapa tahun terakhir ini, Pemkot Bekasi terus menggenjot perbaikan infrastruktur terutama memperbaiki jalan-jalan rusak. Di usia Kota Bekasi yang ke-19 ini, sejumlah ruas jalan sudah mulus.
Jalan-jalan utama yang menjadi wajah kota berjuluk Kota Patriot ini pun sudah lebih indah untuk dinikmati. Infrastruktur jalan yang sudah bagus ini menarik ratusan investor untuk menanamkan modalnya. Terbukti dalam lima tahun terakhir, sejumlah hotel dan kompleks perumahan elite berdiri di kota ini.
Namun, kini muncul pekerjaan rumah baru bagi Pemkot Bekasi yaitu, kemacetan yang hampir menjadi pemandangan sehari-hari di Kota Bekasi. Kemacetan di Kota Bekasi sebenarnya sama seperti yang dialami kota-kota besar di Indonesia lainnya.
Pertumbuhan penduduk, jumlah kendaraan pribadi, ruas jalan sempit dan ketidaktertiban pengguna jalan menjadi penyebab kemacetan di Bekasi. Berdasarkan data dalam LKPJ Wali Kota Bekasi Tahun 2014 jumlah penduduk Kota Bekasi telah mencapai 2.382.689. Pertumbuhan penduduk ini pun secara otomatis membuat jumlah kendaraan pribadi di Kota Bekasi kian bertambah.
Kasat Lantas Polresta Bekasi Kota Kompol Bayu Pratama menjelaskan, berdasar mapping Satlantas ada beberapa penyebab kemacetan di kota ini. Di antaranya, jumlah kendaraan bermotor terus bertambah, ruas jalan tak seimbang dengan volume kendaraan, tidak tertibnya pengguna jalan, angkutan umum tak laik jalan, serta ketersediaan sarana dan infrastrukur minim.
Bayu mengatakan, setiap harinya SAMSAT Kota Bekasi menerbitkan surat identitas kendaraan roda dua dan empat sebanyak 300-400 unit. Bila dihitung dalam per bulan, maka ada 10.000 lebih kendaraan pribadi baru yang dimiliki masyarakat Kota Bekasi. Jumlah ini, lanjut Bayu, berbanding terbalik dengan lebar ruas jalan di Kota Bekasi yang hanya memiliki rata-rata lebar jalan sekitar 8 meter.
Menurut Bayu, volume ratio kendaraan melintas di ruas jalan yang ada, setiap harinya sudah mencapai 0,8 per kapasitas. Bila dihitung dalam jumlah angka kendaraan, setiap jam kendaraan pribadi dan penumpang yang melintasi ruas jalan di Kota Bekasi bisa mencapai 1.800 kendaraan per satuan mobil penumpang setiap jamnya.
Tingginya volume kendaraanyang melintasi setiap jamnya ini, tidak diimbangi dengan sarana infrastruktur ruas jalan. Ruas jalan di Kota Bekasi hampir 80% di bawah standar jalan perkotaan. Rata-rata ruas jalan di Kota Bekasi hanya memiliki lebar badan jalan antara 7-8 meter yang hanya diperuntukan dua jalur saja. Padahal, standar jalan perkotaan seharusnya memiliki lebar badan jalan minimal 28 meter.
Selain itu, ketidaktertiban pengguna jalan pun juga menjadi penyebab kemacetan.”Di depan MM, sudah disediakan JPO tapi tetap saja masyarakat enggan menggunakannya,” kata Bayu kepada Sindonews, Minggu 14 Februari 2016 kemarin. Bayu juga menyoroti banyaknya angkutan umum tak laik jalan di Kota Bekasi.
Menurut Bayu, banyak angkutan umum yang seharusnya sudah diremajakan namun hingga kini tetap beroperasi. Tak itu saja, lanjut Bayu, sarana dan infrastruktur di Kota Bekasi pun juga menjadi penyumbang kemacetan. Ada beberapa ruas jalan yang kerap terjadi genangan air, sehingga membuat arus lalu lintas tersendat.
“Titik kemacetan di Kota Bekasi ini ada 48 titik. Jika di rata-rata itu terdapat empat titik kemacetan di setiap kecamatan,” ujarnya. Bayu menuturkan, mengatasi kemacetan di Kota Bekasi diperlukan peran maksimal dari stake holder. Pemkot Bekasi melalui Dishub harus berani mengeluarkan regulasi terhadap angkot tak laik jalan.
Adapun kepolisian, kata Bayu, tentunya akan melakukan tindakan preventif dan represif terhadap pengguna jalan. ”Lebih terpenting ialah masyarakat harus taat dan tertib berlalu lintas,” ucapnya. Selain itu, menurut Bayu, Pemkot Bekasi harus memaksimalkan fungsi jalan jangan sampai jalan dipergunakan untuk kepentingan lain seperti, PKL dan parkir liar.
Untuk solusi jangka pendek, Bayu mengusulkan, Pemkot Bekasi menerapkan pembatasan waktu operasional kendaraan berat di jalan-jalan protokol seperti Jalan Ahmad Yani. Pasalnya, keberadaan kendaraan berat menjadi salah satu penyebab kemacetan.
“Di Jalan Ahmad Yani, berbagai macam kendaraan pribadi, angkutan umum, sepeda motor, dan kendaraan berat bertemu di ruas jalan tersebut. Harus ada pembatasan waktu melintas bagi kendaraan berat,” ucapnya. Bayu pun berharap ke depan Kota Bekasi memiliki moda transportasi massal yang cepat, aman dan nyaman. Sehingga masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi massal dibandingkan kendaraan pribadi.
Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air Kota Bekasi Tri Ardhianto mengakui, volume kendaraan dengan lebar ruas jalan di Kota Bekasi sudah tak lagi seimbang. Hal ini memang menjadi salah satu penyebab kemacetan. Namun, kata Tri, Pemkot Bekasi tidak tinggal diam dan sudah melakukan langkah-langkah mengurai kemacetan.
Langkah-langkah itu di antaranya dengan melakukan pelebaran jembatan di atas ruas Tol Jakarta Cikampek seperti di jembatan Tol Bekasi Timur dan Jalan Cut Meutiah. Tahun ini pun sebenarnya Pemkot Bekasi merencanakan pelebaran jembatan di atas tol Kawasan Jatiwaringin yang sedianya menggunakan anggaran dari APBD Kota Bekasi, APBD Provinsi Jawa Barat dan dana hibah Pemprov DKI.
“Sayangnya tahun ini tidak bisa direalisasikan karena ada hambatan di APBD Jawa Barat dan bantuan hibah DKI. Insya Allah pada 2017 mendatang kita kerjakan,” ujar Tri kepada Sindonews. Tri pun mengungkapkan, ada beberapa permasalahan yang dihadapi Pemkot Bekasi melebarkan ruas jalan seperti, jalan-jalan di kota ini selalu bersebelahan dengan lahan milik Peruma Jasa Tirta (PJT) serta tingginya harga pembebasan lahan.
Tetapi permasalahan itu bukanlah akhir dari segalanya, Pemkot Bekasi pun memilih membangun jalan baru di sisi lahan milik PJT. “Cara seperti ini telah kita lakukan, seperti di Jalan Kemakmuran depan Asrama Haji. Ke depan akan kita bangun jalan baru di sisi kali di kawasan Bekasi Utara dan Medan Satria,” ujarnya. Tri optimis dengan alokasi anggaran APBD 2016 untuk perawatan, perbaikan dan pembangunan jalan sebesar Rp300 miliar akan banyak membantu mengurai kemacetan di Kota Bekasi.
Sementara itu Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu menjelaskan, pembangunan infrastuktur di Kota Bekasi terutama untuk mengurai kemacetan perlu kerja sama antara pemerintah daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan juga pemerintah pusat. Pemkot Bekasi, lanjut Syaikhu, telah menyiapkan sejumlah rencana jangka panjang guna mengurai kemacetan.
“Kita sedang menyiapkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan konsorsium yang terdiri dari tiga perusahaan untuk pengadaan kereta cepat aeromovel dengan rute Kemang-Harapan Indah,” jelas Syaikhu kepada Sindonews. Sedianya, lanjut Syaikhu, proyek yang menelan biaya investasi Rp2 triliun ini mulai dikerjakan pada Februari 2016 ini.
Namun, hal ini tertunda hingga batas waktu yang belum ditentukan terkait kebijakan pemerintah pusat tentang pengadaan kereta api cepat Jakarta-Bandung.“Sekarang ini investor sedang melakukan kajian ulang. Karena khawatir jalur aeromovel kita ini berbenturan dengan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung,” ucapnya.
Syaikhu meyakini aeromovel ini dapat mengurai kemacetan di sejumlah titik seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan Juanda, Jalan Sudirman dan Jalan Sultan Agung. Karena, aeromovel Kota Bekasi akan berada di lintasan melayang dengan ketinggian sekitar lima meter.
Syaikhu menambahkan, Pemkot Bekasi melalui Dishub pun sedang mengkaji rencana perubahan angkutan umum seperti angkot ke bus-bus dengan daya angkut penumpang lebih banyak. Rencana ini memerlukan kajian matang, karena Pemkot Bekasi memikirkan dampak sosial bila angkot diganti oleh bus sedang.
“Jumlah angkot di Kota Bekasi kan ribuan, kalau tak dikaji secara matang kami khawatir para sopir angkot menganggur dan ini bisa berdampak kerawanan sosial,” ujarnya. Politikus PKS ini melanjutkan, Pemkot Bekasi saat ini pun tengah berjuang keras membebaskan lahan di sekitar Jalan Joyo Martono hingga Jalan Pahlawan guna mempercepat pembangunan flyover dan underpass Bulak Kapal.
“Kita sudah siapkan anggaran pembebasan lahan tahun ini. Mudah-mudahan dapat segera terelasasi dan pembangunan flyover serta underpass Bulak Kapal dapat segera dimulai,” harapnya. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengungkapkan, Pemkot Bekasi sudah harus berani melakukan terobosan guna mengurai kemacetan di kota tersebut.
Pemkot Bekasi harus menyelesaikan pekerjaan rumahnya itu dengan membuat kebijakan terkait mengurangi kemacetan. Joga menyarankan, Pemkot Bekasi bisa melakukan rekayasa lalu lintas di mana pengguna kendaaraan pribadi yang akan menuju Kota Bekasi bisa melalui daerah pinggiran kota tersebut. Sehingga, tidak terjadi penumpukan kendaraan di jalur utama antara kendaraan dari luar dan dalam kota Bekasi sendiri.
Selanjutnya, Pemkot Bekasi harus berani menghapus parkir on street karena biasanya sistem parkir ini selalu menjadi penyumbang kemacetan sebanyak 30%. "Pemkot Bekasi sebaiknya juga meminta pengelola gedung di titik kemacetan untuk membangun gedung parkir, bukan menyediakan lahan parkir," ungkap Joga saat dihubungi Sindonews, Sabtu 13 Februari 2016 lalu.
Pengelola gedung bisa membuat gedung parkir berlantai bersama yang memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan menyediakan lahan parkir. Pemkot Bekasi, kata Joga, bisa juga menerapkan sistem parkir progresif. Di mana tarif parkir di pusat kota lebih mahal dibandingkan daerah pinggiran kota tersebut. Joga mencontohkan, tarif parkir di pusat kota bisa diterapkan sebesar Rp15.000/jam, sedangkan di pinggiran kota hanya Rp5.000/jam.
"Masyarakat kita itu kalau dipaksa pasti akan patuh dan menuruti aturan yang dibuat pemerintah. Kalau dikasih biaya mahal pasti mau tak mau masyarakat berpikir untuk membawa kendaraan pribadi," ujarnya. Joga menuturkan, penerapan tarif parkir progresif akan lebih efektif menekan angka masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan menerapkan kebijakan seperti mencabut pentil ban atau menderek kendaraan.
Itu terbukti di Jakarta, penerapan derek dan pencabutan pentil ban tak membuat jera masyarakat memarkirkan kendaraannya di area terlarang. Hal lain yang bisa dilakukan ialah, Pemkot Bekasi bergabung dengan Dewan Transjabodetabek yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan daripada membangun ruas jalan baru.
"Kalau membangun ruas jalan baru itu hanya akan membuat enak dan untung masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi motor dan mobil. Karena secara teori tidak ada kemacetan hilang karena telah tersedia ruas jalan baru," ujar Joga.
Pembangunan jalan baru, lanjut Joga, harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan transportasi massal. Menurut Joga, pengembangan transportasi massal ini bisa dilakukan dengan bergabungnya Pemkot Bekasi ke Dewan Transjabodetabek. Dewan ini akan memberikan bantuan bus sedang dan besar dengan fasilitas AC. Hal ini sudah diterapkan Pemprov DKI Jakarta, sehingga DKI akan mengganti APTB dengan bus Transjobadetabek.
Kelebihan dari bergabung ke Dewan Transjabodetabek, nantinya di Kota Bekasi hanya akan ada satu operator angkutan umum. Tidak seperti sekarang ini, di mana angkutan umum di Kota Bekasi dikelola oleh individu-individu. Untuk tarif angkutan pun akan lebih murah dibandingkan saat ini.
Apalagi Dewan Transjabodetabek akan menyeragamkan tarif angkutan baik di Jabodetabek."Keamanan dan kenyamanan masyarakat Bekasi yang menggunakan angkutan umum lebih terjamin karena hanya ada satu operator pengelolanya," jelas Joga.
Mengenai dampak kerawanan sosial bila seluruh angkot diganti dengan bus sedang, Joga berpendapat hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Karena Pemkot Bekasi bisa melakukan seleksi kepada eks sopir angkot tersebut untuk bekerja sebagai sopir di moda transportasi massal itu.
Joga meyakini para sopir angkot akan menerima karena mereka bekerja dengan mendapat upah tetap sistem gaji, tidak seperti sekarang ini dengan sistem setoran. Joga menuturkan, pengembangan transportasi massal seperti ini nantinya akan terintegrasi dengan moda transportasi lain seperti KRL.
"Pemkot Bekasi sudah harus melayani dan memberikan rasa aman, nyaman bagi masyarakat yang akan menggunakan angkutan umum" tuturnya.
Joga menilai, Pemkot Bekasi sudah harus bergerak cepat dan meninggalkan cara-cara membuat kajian-kajian transportasi massal. "Pemkot Bekasi harus segera melakukan ini kalau menunggu 2 atau 3 tahun lagi, kemacetan di Kota Bekasi bisa kian parah," pungkasnya.
Jalan-jalan utama yang menjadi wajah kota berjuluk Kota Patriot ini pun sudah lebih indah untuk dinikmati. Infrastruktur jalan yang sudah bagus ini menarik ratusan investor untuk menanamkan modalnya. Terbukti dalam lima tahun terakhir, sejumlah hotel dan kompleks perumahan elite berdiri di kota ini.
Namun, kini muncul pekerjaan rumah baru bagi Pemkot Bekasi yaitu, kemacetan yang hampir menjadi pemandangan sehari-hari di Kota Bekasi. Kemacetan di Kota Bekasi sebenarnya sama seperti yang dialami kota-kota besar di Indonesia lainnya.
Pertumbuhan penduduk, jumlah kendaraan pribadi, ruas jalan sempit dan ketidaktertiban pengguna jalan menjadi penyebab kemacetan di Bekasi. Berdasarkan data dalam LKPJ Wali Kota Bekasi Tahun 2014 jumlah penduduk Kota Bekasi telah mencapai 2.382.689. Pertumbuhan penduduk ini pun secara otomatis membuat jumlah kendaraan pribadi di Kota Bekasi kian bertambah.
Kasat Lantas Polresta Bekasi Kota Kompol Bayu Pratama menjelaskan, berdasar mapping Satlantas ada beberapa penyebab kemacetan di kota ini. Di antaranya, jumlah kendaraan bermotor terus bertambah, ruas jalan tak seimbang dengan volume kendaraan, tidak tertibnya pengguna jalan, angkutan umum tak laik jalan, serta ketersediaan sarana dan infrastrukur minim.
Bayu mengatakan, setiap harinya SAMSAT Kota Bekasi menerbitkan surat identitas kendaraan roda dua dan empat sebanyak 300-400 unit. Bila dihitung dalam per bulan, maka ada 10.000 lebih kendaraan pribadi baru yang dimiliki masyarakat Kota Bekasi. Jumlah ini, lanjut Bayu, berbanding terbalik dengan lebar ruas jalan di Kota Bekasi yang hanya memiliki rata-rata lebar jalan sekitar 8 meter.
Menurut Bayu, volume ratio kendaraan melintas di ruas jalan yang ada, setiap harinya sudah mencapai 0,8 per kapasitas. Bila dihitung dalam jumlah angka kendaraan, setiap jam kendaraan pribadi dan penumpang yang melintasi ruas jalan di Kota Bekasi bisa mencapai 1.800 kendaraan per satuan mobil penumpang setiap jamnya.
Tingginya volume kendaraanyang melintasi setiap jamnya ini, tidak diimbangi dengan sarana infrastruktur ruas jalan. Ruas jalan di Kota Bekasi hampir 80% di bawah standar jalan perkotaan. Rata-rata ruas jalan di Kota Bekasi hanya memiliki lebar badan jalan antara 7-8 meter yang hanya diperuntukan dua jalur saja. Padahal, standar jalan perkotaan seharusnya memiliki lebar badan jalan minimal 28 meter.
Selain itu, ketidaktertiban pengguna jalan pun juga menjadi penyebab kemacetan.”Di depan MM, sudah disediakan JPO tapi tetap saja masyarakat enggan menggunakannya,” kata Bayu kepada Sindonews, Minggu 14 Februari 2016 kemarin. Bayu juga menyoroti banyaknya angkutan umum tak laik jalan di Kota Bekasi.
Menurut Bayu, banyak angkutan umum yang seharusnya sudah diremajakan namun hingga kini tetap beroperasi. Tak itu saja, lanjut Bayu, sarana dan infrastruktur di Kota Bekasi pun juga menjadi penyumbang kemacetan. Ada beberapa ruas jalan yang kerap terjadi genangan air, sehingga membuat arus lalu lintas tersendat.
“Titik kemacetan di Kota Bekasi ini ada 48 titik. Jika di rata-rata itu terdapat empat titik kemacetan di setiap kecamatan,” ujarnya. Bayu menuturkan, mengatasi kemacetan di Kota Bekasi diperlukan peran maksimal dari stake holder. Pemkot Bekasi melalui Dishub harus berani mengeluarkan regulasi terhadap angkot tak laik jalan.
Adapun kepolisian, kata Bayu, tentunya akan melakukan tindakan preventif dan represif terhadap pengguna jalan. ”Lebih terpenting ialah masyarakat harus taat dan tertib berlalu lintas,” ucapnya. Selain itu, menurut Bayu, Pemkot Bekasi harus memaksimalkan fungsi jalan jangan sampai jalan dipergunakan untuk kepentingan lain seperti, PKL dan parkir liar.
Untuk solusi jangka pendek, Bayu mengusulkan, Pemkot Bekasi menerapkan pembatasan waktu operasional kendaraan berat di jalan-jalan protokol seperti Jalan Ahmad Yani. Pasalnya, keberadaan kendaraan berat menjadi salah satu penyebab kemacetan.
“Di Jalan Ahmad Yani, berbagai macam kendaraan pribadi, angkutan umum, sepeda motor, dan kendaraan berat bertemu di ruas jalan tersebut. Harus ada pembatasan waktu melintas bagi kendaraan berat,” ucapnya. Bayu pun berharap ke depan Kota Bekasi memiliki moda transportasi massal yang cepat, aman dan nyaman. Sehingga masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi massal dibandingkan kendaraan pribadi.
Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air Kota Bekasi Tri Ardhianto mengakui, volume kendaraan dengan lebar ruas jalan di Kota Bekasi sudah tak lagi seimbang. Hal ini memang menjadi salah satu penyebab kemacetan. Namun, kata Tri, Pemkot Bekasi tidak tinggal diam dan sudah melakukan langkah-langkah mengurai kemacetan.
Langkah-langkah itu di antaranya dengan melakukan pelebaran jembatan di atas ruas Tol Jakarta Cikampek seperti di jembatan Tol Bekasi Timur dan Jalan Cut Meutiah. Tahun ini pun sebenarnya Pemkot Bekasi merencanakan pelebaran jembatan di atas tol Kawasan Jatiwaringin yang sedianya menggunakan anggaran dari APBD Kota Bekasi, APBD Provinsi Jawa Barat dan dana hibah Pemprov DKI.
“Sayangnya tahun ini tidak bisa direalisasikan karena ada hambatan di APBD Jawa Barat dan bantuan hibah DKI. Insya Allah pada 2017 mendatang kita kerjakan,” ujar Tri kepada Sindonews. Tri pun mengungkapkan, ada beberapa permasalahan yang dihadapi Pemkot Bekasi melebarkan ruas jalan seperti, jalan-jalan di kota ini selalu bersebelahan dengan lahan milik Peruma Jasa Tirta (PJT) serta tingginya harga pembebasan lahan.
Tetapi permasalahan itu bukanlah akhir dari segalanya, Pemkot Bekasi pun memilih membangun jalan baru di sisi lahan milik PJT. “Cara seperti ini telah kita lakukan, seperti di Jalan Kemakmuran depan Asrama Haji. Ke depan akan kita bangun jalan baru di sisi kali di kawasan Bekasi Utara dan Medan Satria,” ujarnya. Tri optimis dengan alokasi anggaran APBD 2016 untuk perawatan, perbaikan dan pembangunan jalan sebesar Rp300 miliar akan banyak membantu mengurai kemacetan di Kota Bekasi.
Sementara itu Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu menjelaskan, pembangunan infrastuktur di Kota Bekasi terutama untuk mengurai kemacetan perlu kerja sama antara pemerintah daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan juga pemerintah pusat. Pemkot Bekasi, lanjut Syaikhu, telah menyiapkan sejumlah rencana jangka panjang guna mengurai kemacetan.
“Kita sedang menyiapkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan konsorsium yang terdiri dari tiga perusahaan untuk pengadaan kereta cepat aeromovel dengan rute Kemang-Harapan Indah,” jelas Syaikhu kepada Sindonews. Sedianya, lanjut Syaikhu, proyek yang menelan biaya investasi Rp2 triliun ini mulai dikerjakan pada Februari 2016 ini.
Namun, hal ini tertunda hingga batas waktu yang belum ditentukan terkait kebijakan pemerintah pusat tentang pengadaan kereta api cepat Jakarta-Bandung.“Sekarang ini investor sedang melakukan kajian ulang. Karena khawatir jalur aeromovel kita ini berbenturan dengan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung,” ucapnya.
Syaikhu meyakini aeromovel ini dapat mengurai kemacetan di sejumlah titik seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan Juanda, Jalan Sudirman dan Jalan Sultan Agung. Karena, aeromovel Kota Bekasi akan berada di lintasan melayang dengan ketinggian sekitar lima meter.
Syaikhu menambahkan, Pemkot Bekasi melalui Dishub pun sedang mengkaji rencana perubahan angkutan umum seperti angkot ke bus-bus dengan daya angkut penumpang lebih banyak. Rencana ini memerlukan kajian matang, karena Pemkot Bekasi memikirkan dampak sosial bila angkot diganti oleh bus sedang.
“Jumlah angkot di Kota Bekasi kan ribuan, kalau tak dikaji secara matang kami khawatir para sopir angkot menganggur dan ini bisa berdampak kerawanan sosial,” ujarnya. Politikus PKS ini melanjutkan, Pemkot Bekasi saat ini pun tengah berjuang keras membebaskan lahan di sekitar Jalan Joyo Martono hingga Jalan Pahlawan guna mempercepat pembangunan flyover dan underpass Bulak Kapal.
“Kita sudah siapkan anggaran pembebasan lahan tahun ini. Mudah-mudahan dapat segera terelasasi dan pembangunan flyover serta underpass Bulak Kapal dapat segera dimulai,” harapnya. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengungkapkan, Pemkot Bekasi sudah harus berani melakukan terobosan guna mengurai kemacetan di kota tersebut.
Pemkot Bekasi harus menyelesaikan pekerjaan rumahnya itu dengan membuat kebijakan terkait mengurangi kemacetan. Joga menyarankan, Pemkot Bekasi bisa melakukan rekayasa lalu lintas di mana pengguna kendaaraan pribadi yang akan menuju Kota Bekasi bisa melalui daerah pinggiran kota tersebut. Sehingga, tidak terjadi penumpukan kendaraan di jalur utama antara kendaraan dari luar dan dalam kota Bekasi sendiri.
Selanjutnya, Pemkot Bekasi harus berani menghapus parkir on street karena biasanya sistem parkir ini selalu menjadi penyumbang kemacetan sebanyak 30%. "Pemkot Bekasi sebaiknya juga meminta pengelola gedung di titik kemacetan untuk membangun gedung parkir, bukan menyediakan lahan parkir," ungkap Joga saat dihubungi Sindonews, Sabtu 13 Februari 2016 lalu.
Pengelola gedung bisa membuat gedung parkir berlantai bersama yang memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan menyediakan lahan parkir. Pemkot Bekasi, kata Joga, bisa juga menerapkan sistem parkir progresif. Di mana tarif parkir di pusat kota lebih mahal dibandingkan daerah pinggiran kota tersebut. Joga mencontohkan, tarif parkir di pusat kota bisa diterapkan sebesar Rp15.000/jam, sedangkan di pinggiran kota hanya Rp5.000/jam.
"Masyarakat kita itu kalau dipaksa pasti akan patuh dan menuruti aturan yang dibuat pemerintah. Kalau dikasih biaya mahal pasti mau tak mau masyarakat berpikir untuk membawa kendaraan pribadi," ujarnya. Joga menuturkan, penerapan tarif parkir progresif akan lebih efektif menekan angka masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan menerapkan kebijakan seperti mencabut pentil ban atau menderek kendaraan.
Itu terbukti di Jakarta, penerapan derek dan pencabutan pentil ban tak membuat jera masyarakat memarkirkan kendaraannya di area terlarang. Hal lain yang bisa dilakukan ialah, Pemkot Bekasi bergabung dengan Dewan Transjabodetabek yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan daripada membangun ruas jalan baru.
"Kalau membangun ruas jalan baru itu hanya akan membuat enak dan untung masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi motor dan mobil. Karena secara teori tidak ada kemacetan hilang karena telah tersedia ruas jalan baru," ujar Joga.
Pembangunan jalan baru, lanjut Joga, harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan transportasi massal. Menurut Joga, pengembangan transportasi massal ini bisa dilakukan dengan bergabungnya Pemkot Bekasi ke Dewan Transjabodetabek. Dewan ini akan memberikan bantuan bus sedang dan besar dengan fasilitas AC. Hal ini sudah diterapkan Pemprov DKI Jakarta, sehingga DKI akan mengganti APTB dengan bus Transjobadetabek.
Kelebihan dari bergabung ke Dewan Transjabodetabek, nantinya di Kota Bekasi hanya akan ada satu operator angkutan umum. Tidak seperti sekarang ini, di mana angkutan umum di Kota Bekasi dikelola oleh individu-individu. Untuk tarif angkutan pun akan lebih murah dibandingkan saat ini.
Apalagi Dewan Transjabodetabek akan menyeragamkan tarif angkutan baik di Jabodetabek."Keamanan dan kenyamanan masyarakat Bekasi yang menggunakan angkutan umum lebih terjamin karena hanya ada satu operator pengelolanya," jelas Joga.
Mengenai dampak kerawanan sosial bila seluruh angkot diganti dengan bus sedang, Joga berpendapat hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Karena Pemkot Bekasi bisa melakukan seleksi kepada eks sopir angkot tersebut untuk bekerja sebagai sopir di moda transportasi massal itu.
Joga meyakini para sopir angkot akan menerima karena mereka bekerja dengan mendapat upah tetap sistem gaji, tidak seperti sekarang ini dengan sistem setoran. Joga menuturkan, pengembangan transportasi massal seperti ini nantinya akan terintegrasi dengan moda transportasi lain seperti KRL.
"Pemkot Bekasi sudah harus melayani dan memberikan rasa aman, nyaman bagi masyarakat yang akan menggunakan angkutan umum" tuturnya.
Joga menilai, Pemkot Bekasi sudah harus bergerak cepat dan meninggalkan cara-cara membuat kajian-kajian transportasi massal. "Pemkot Bekasi harus segera melakukan ini kalau menunggu 2 atau 3 tahun lagi, kemacetan di Kota Bekasi bisa kian parah," pungkasnya.
(whb)