Cerita Masjid Tempat Persembunyian Si Pitung dan Kandang Kuda
A
A
A
SEBUAH masjid berdiri megah di Jalan Masjid I, nomor 3, RT 03/ 01, Kampung Melayu Besar, Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Siapa sangka, ternyata masjid ini pernah menjadi persembunyian si Pitung ketika dikejar-kejar Belanda.
Menurut penuturan penaga Masjid Jami Al Atiq, SUtardji (59), masjid ini termasuk rumah ibadah tua di Jakarta. Berdasarkan catatan yang dimilikinya, masjid ini dibangun sekitar tahun 1632 masehi atau 1053 hijriah.
"Ini masjid tertua di Jakarta. Udah ratusan tahun berdiri ni masjid. Awalnya sih namanya Masjid Kandang Kuda. Lalu di ganti dengan nama Al Atiq yang memiliki arti tertua, sesuai dengan keyakinan masyarakat kalau masjid ini masjid tertua ," ujarnya saat berbincang dengan Sindonews dimasjid itu, beberapa waktu lalu.
Pembangunan masjid ini dilakukan penguasa Banten Sultan Maulana Hasanudin ketika akan mengusir Belanda dari Batavia. Saat itu, ribuan pasukan kerajaan Banten menjadikan kawasan yang masih berupa hutan lebat sebagai pemukiman untuk istirahat para prajurit.
Awalnya, mereka menamakan kawasan tersebut sebagai kampung sado. Maklum saja saat itu selian untuk peristirahatan juga digunakan sebagai tempat mgurus kuda.
"Penguasa Banten itu buat tempat peristirahatan saat singgah di sini. Waktu itu bangunannya pun tidak seperti ini, bangunannya masih terbuat apa adanya. Ini pun namanya masih (Masjid) Kandang Kuda karena lokasinya masih bernama Perkampungan Sado," terangnya.
Usai penguasa pertama Banten itu pergi dari tempat persinggahannya di Kampung Sado, datanglah pasukan Banten kedua yang di pimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa yang singgah pula di tempat tersebut. Saat itu, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa tengah bergerilya dengan cara menyusuri aliran sungai untuk melawan Belanda.
Penyusuran melalui sungai pun dilakukan oleh pasukan Banten itu untuk memudahkannya saat berperang melawan para penjajah. Dengan begitu, pasukan Banten pun tidak mengalami kesulitan untuk menyediakan makan dan minum bagi pasukannya.
"Tempat peristirahatan itu yang sudah rusak-rusak lalu di bangun kembali, termasuk tempat peribadahaannya di bangun menjadi sebuah masjid dengan bahan kayu, berukuran kecil, dan berbentuk seperti kerucut begitu. Namanya lalu di situ menjadi Jami Al Atiq yang berarti tertua," terangnya.
Kakek yang nemiliki 12 cucu itu pun melanjutkan, Masjid Jami Al Atiq pun sejatinya sempat dijadikan sebagai tempat persembunyian oleh si Pitung. Saat itu, tokoh silat terkemuka asal Betawi itu tengah kabur dari kejaran Belanda. Dia lantas bersembunyi di pinggiran kali Ciliwung.
"Pernah si Pitung juga sembunyi di sini waktu di kejar-kejar sama Kompeni. Sekitar tahun 90-anlah. Saya dapat ceritanya dari Bapak saya. Warga disini pun membantu dia mendapatkan persediaan makan demi perjuangannya," terangnya.
Selain tua, tak sedikit warga sekitar Jabodetabek yang berziarah ke masjid tersebut. Biasanya, pada malam Jumatnya Masjid tersebut kerap disambangi oleh peziarah dari luar Jakarta.
Masjid yang diyakini sebagai masjid tertua itu pun tengah mengalami pemugaran. Masjid yang dahulu hanya berlantai satu pun kini menjadi dua lantai.
Kini, masjid pun di urus oleh generasi penerus pendiri masjid yang diyakini berasal dari garis keturunan pasukan Banten tersebut. "Biar pun sudah berubah tapi masjid ini masih mempertahankan bentuk aslinya seperti dahulu dengan bentuk kerucutnya," tutupnya.
Menurut penuturan penaga Masjid Jami Al Atiq, SUtardji (59), masjid ini termasuk rumah ibadah tua di Jakarta. Berdasarkan catatan yang dimilikinya, masjid ini dibangun sekitar tahun 1632 masehi atau 1053 hijriah.
"Ini masjid tertua di Jakarta. Udah ratusan tahun berdiri ni masjid. Awalnya sih namanya Masjid Kandang Kuda. Lalu di ganti dengan nama Al Atiq yang memiliki arti tertua, sesuai dengan keyakinan masyarakat kalau masjid ini masjid tertua ," ujarnya saat berbincang dengan Sindonews dimasjid itu, beberapa waktu lalu.
Pembangunan masjid ini dilakukan penguasa Banten Sultan Maulana Hasanudin ketika akan mengusir Belanda dari Batavia. Saat itu, ribuan pasukan kerajaan Banten menjadikan kawasan yang masih berupa hutan lebat sebagai pemukiman untuk istirahat para prajurit.
Awalnya, mereka menamakan kawasan tersebut sebagai kampung sado. Maklum saja saat itu selian untuk peristirahatan juga digunakan sebagai tempat mgurus kuda.
"Penguasa Banten itu buat tempat peristirahatan saat singgah di sini. Waktu itu bangunannya pun tidak seperti ini, bangunannya masih terbuat apa adanya. Ini pun namanya masih (Masjid) Kandang Kuda karena lokasinya masih bernama Perkampungan Sado," terangnya.
Usai penguasa pertama Banten itu pergi dari tempat persinggahannya di Kampung Sado, datanglah pasukan Banten kedua yang di pimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa yang singgah pula di tempat tersebut. Saat itu, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa tengah bergerilya dengan cara menyusuri aliran sungai untuk melawan Belanda.
Penyusuran melalui sungai pun dilakukan oleh pasukan Banten itu untuk memudahkannya saat berperang melawan para penjajah. Dengan begitu, pasukan Banten pun tidak mengalami kesulitan untuk menyediakan makan dan minum bagi pasukannya.
"Tempat peristirahatan itu yang sudah rusak-rusak lalu di bangun kembali, termasuk tempat peribadahaannya di bangun menjadi sebuah masjid dengan bahan kayu, berukuran kecil, dan berbentuk seperti kerucut begitu. Namanya lalu di situ menjadi Jami Al Atiq yang berarti tertua," terangnya.
Kakek yang nemiliki 12 cucu itu pun melanjutkan, Masjid Jami Al Atiq pun sejatinya sempat dijadikan sebagai tempat persembunyian oleh si Pitung. Saat itu, tokoh silat terkemuka asal Betawi itu tengah kabur dari kejaran Belanda. Dia lantas bersembunyi di pinggiran kali Ciliwung.
"Pernah si Pitung juga sembunyi di sini waktu di kejar-kejar sama Kompeni. Sekitar tahun 90-anlah. Saya dapat ceritanya dari Bapak saya. Warga disini pun membantu dia mendapatkan persediaan makan demi perjuangannya," terangnya.
Selain tua, tak sedikit warga sekitar Jabodetabek yang berziarah ke masjid tersebut. Biasanya, pada malam Jumatnya Masjid tersebut kerap disambangi oleh peziarah dari luar Jakarta.
Masjid yang diyakini sebagai masjid tertua itu pun tengah mengalami pemugaran. Masjid yang dahulu hanya berlantai satu pun kini menjadi dua lantai.
Kini, masjid pun di urus oleh generasi penerus pendiri masjid yang diyakini berasal dari garis keturunan pasukan Banten tersebut. "Biar pun sudah berubah tapi masjid ini masih mempertahankan bentuk aslinya seperti dahulu dengan bentuk kerucutnya," tutupnya.
(ysw)