Kisah Pilu Balita Cilincing Meninggal Dunia Usai Idap Gagal Ginjal Akut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang terjadi lebih dari sebulan, menjadi sebuah trauma tersendiri bagi banyak orang tua yang anaknya meninggal akibat kondisi yang tidak terduga tersebut.
Hal inilah yang menjadi sebuah nasib pilu yang dirasakan salah satu orang tua di wilayah Cilincing, Jakarta Utara bernama Hasan Basri, dimana putri kesayangannyameninggal dunia diduga akibat gagal ginjal akut.
Hasan bercerita jika sebelum meninggal, anaknya terlebih dahulu mengalami panas yang cukup tinggi pada 20 September 2022 yang lalu. Dia pun berinisiatif untuk membeli obat penurun panas dari warung.
”Pas sakit panas kita kasih obat warung dulu kayak bodrexin gitu. Terus gak ada perkembangan kita bawa ke klinik dompet dhuafa (DD). Terus dikasih obat anak kecil kan sirup cair, ada tiga macam kalau nggak salah,” kata Hasan, Kamis (27/8/2022).
Setelah mendapat penanganan selama tiga hari, Putrinya yang bernama Fatimah Az-Zahra (6) rupanya tidak mengalami perkembangan yang diharapkan bahkan menjadi semakin parah dengan timbul muntah.
”Jadi dia tiap kali makan minum itu muntah selama sakit muntah terus. Nggak ada yang bisa masuk perut makanan jadi dimuntahin terus. Kita baru berobat lagi ke dokter robilah praktek umum,” ucapnya.
”Sama nggak ada perubahan juga setelah satu Minggu Selasa depannya kita bawa ke RSUD Cilincing. RSUD Cilincing masuk UGD rawat inap cuma waktu itu dugaannya usus buntu Pak,” tambahnya.
Mendapat diagnosa tersebut, Fatimah kemudian langsung dilakukan tindakan operasi usus buntu. Namun setelah dilakukan tindakan, tim dokter menyatakan bahwa usus buntu yang ditemukan tidak terlalu parah hanya saja ada peradangan.
”Peradangan sedikit cuma tetap harus diangkat kata dokternya begitu. Cuma dia menemukan kelainan setelah operasi ada cairan seperti itu saya nggak ngerti dan cairan urinenya nggak ada, nggak bisa keluar jadi setelah operasi langsung masuk ICU,” tuturnya.
Selama di ruang ICU tepatnya hari Sabtu, Hasan menuturkan bahwa putrinya sudah tidak sadarkan diri. Bahkan disebut, kondisi anak bungsu dari dua bersaudara tersebut semakin memburuk sampai kehilangan kesadaran.
Melihat kondisinya semakin memburuk, Fatimah kemudian dirujuk ke Rumah Sakit' Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Namun karena kondisi penuh akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo.
”Di Pasar Rebo langsung dicek dan langsung masuk ruang ICU anak. Sampai hari Senin itu udah nggak ada meninggal pada hari Senin 3 Oktober pada saat ashar,” ucapnya.
Hasan mengatakan jika putrinya tersebut meninggal dikarenakan gagal ginjal. Dimana hal ini sudah diketahui saat di RSUD Cilincing ada kendala di ginjal dan harus dilakukan cuci darah.
”Ya kalau kita mah kalau cuci darah taunya kan itu pasti gagal ginjal, Tapi dia nggak konfirmasi langsung ini gagal ginjal gitu. Mungkin karena dia jaga perasaan saja ke kita ya udah gitu aja terus kita dirujuk,” katanya.
Hasan menuturkan jika dirinya tidak menyangka bahwa kasus yang dialami putrinya dua Minggu silam menjadi seramai kondisi yang terjadi saat ini. Dirinya terheran mengapa anak kecil bisa terkena gagal ginjal.
”Kalau kita sih sebenarnya qodarullah ya, semuanya jadi nggak lepas dari takdir Allah gitu. Dari penyakit seperti ini waktu itu memang belum ramai jadi kita ya ikhlas aja gitu nggak pernah cari tahu dari mana gitu,” ujarnya.
Melihat pemberitaan sekaligus kondisi yang terjadi saat ini, Hasan berharap ada tindak lanjut cepat yang dilakukan pihak rumah sakit dan juga pemerintah dalam hal ini Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).
Dokter Umum Klinik Dompet Dhuafa (DD) Rorotan dr. Ridho Andriansyah mengatakan bahwa pihaknya menangani pasien atas nama F (Fatimah) (6) dengan kondisi adanya keluhan tenggorokan.
”Untuk kasus satunya atas inisial F juga, usia 6 tahun. Dia datang dengan keluhan sakit tenggorokan, faringitis pada tanggal 21 September,” ungkap Ridho.
Pihaknya tidak terlalu mengetahui bahwa pasien F telah meninggal karena gagal ginjal. Namun kondisi ini didapat langsung dari pihak kepolisian. Penanganan gagal ginjal akut yang terjadi saat ini menjadi sebuah persoalan kompleks untuk diidentifikasi.
”Seperti pemeriksaan darah, urine, dan semacamnya. Kita tidak bisa melakukan proses tersebut di klinik maupun di Puskesmas. Yang paling memungkinkan pemeriksaan darah untuk mengonfirmasi infectious-nya,” ucapnya.
Berdasarkan informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 255 orang per Senin (24/10). Ratusan kasus itu teridentifikasi di 26 Provinsi di Indonesia.
Hal inilah yang menjadi sebuah nasib pilu yang dirasakan salah satu orang tua di wilayah Cilincing, Jakarta Utara bernama Hasan Basri, dimana putri kesayangannyameninggal dunia diduga akibat gagal ginjal akut.
Hasan bercerita jika sebelum meninggal, anaknya terlebih dahulu mengalami panas yang cukup tinggi pada 20 September 2022 yang lalu. Dia pun berinisiatif untuk membeli obat penurun panas dari warung.
”Pas sakit panas kita kasih obat warung dulu kayak bodrexin gitu. Terus gak ada perkembangan kita bawa ke klinik dompet dhuafa (DD). Terus dikasih obat anak kecil kan sirup cair, ada tiga macam kalau nggak salah,” kata Hasan, Kamis (27/8/2022).
Setelah mendapat penanganan selama tiga hari, Putrinya yang bernama Fatimah Az-Zahra (6) rupanya tidak mengalami perkembangan yang diharapkan bahkan menjadi semakin parah dengan timbul muntah.
”Jadi dia tiap kali makan minum itu muntah selama sakit muntah terus. Nggak ada yang bisa masuk perut makanan jadi dimuntahin terus. Kita baru berobat lagi ke dokter robilah praktek umum,” ucapnya.
”Sama nggak ada perubahan juga setelah satu Minggu Selasa depannya kita bawa ke RSUD Cilincing. RSUD Cilincing masuk UGD rawat inap cuma waktu itu dugaannya usus buntu Pak,” tambahnya.
Mendapat diagnosa tersebut, Fatimah kemudian langsung dilakukan tindakan operasi usus buntu. Namun setelah dilakukan tindakan, tim dokter menyatakan bahwa usus buntu yang ditemukan tidak terlalu parah hanya saja ada peradangan.
”Peradangan sedikit cuma tetap harus diangkat kata dokternya begitu. Cuma dia menemukan kelainan setelah operasi ada cairan seperti itu saya nggak ngerti dan cairan urinenya nggak ada, nggak bisa keluar jadi setelah operasi langsung masuk ICU,” tuturnya.
Selama di ruang ICU tepatnya hari Sabtu, Hasan menuturkan bahwa putrinya sudah tidak sadarkan diri. Bahkan disebut, kondisi anak bungsu dari dua bersaudara tersebut semakin memburuk sampai kehilangan kesadaran.
Melihat kondisinya semakin memburuk, Fatimah kemudian dirujuk ke Rumah Sakit' Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Namun karena kondisi penuh akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo.
”Di Pasar Rebo langsung dicek dan langsung masuk ruang ICU anak. Sampai hari Senin itu udah nggak ada meninggal pada hari Senin 3 Oktober pada saat ashar,” ucapnya.
Hasan mengatakan jika putrinya tersebut meninggal dikarenakan gagal ginjal. Dimana hal ini sudah diketahui saat di RSUD Cilincing ada kendala di ginjal dan harus dilakukan cuci darah.
”Ya kalau kita mah kalau cuci darah taunya kan itu pasti gagal ginjal, Tapi dia nggak konfirmasi langsung ini gagal ginjal gitu. Mungkin karena dia jaga perasaan saja ke kita ya udah gitu aja terus kita dirujuk,” katanya.
Hasan menuturkan jika dirinya tidak menyangka bahwa kasus yang dialami putrinya dua Minggu silam menjadi seramai kondisi yang terjadi saat ini. Dirinya terheran mengapa anak kecil bisa terkena gagal ginjal.
”Kalau kita sih sebenarnya qodarullah ya, semuanya jadi nggak lepas dari takdir Allah gitu. Dari penyakit seperti ini waktu itu memang belum ramai jadi kita ya ikhlas aja gitu nggak pernah cari tahu dari mana gitu,” ujarnya.
Melihat pemberitaan sekaligus kondisi yang terjadi saat ini, Hasan berharap ada tindak lanjut cepat yang dilakukan pihak rumah sakit dan juga pemerintah dalam hal ini Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).
Dokter Umum Klinik Dompet Dhuafa (DD) Rorotan dr. Ridho Andriansyah mengatakan bahwa pihaknya menangani pasien atas nama F (Fatimah) (6) dengan kondisi adanya keluhan tenggorokan.
”Untuk kasus satunya atas inisial F juga, usia 6 tahun. Dia datang dengan keluhan sakit tenggorokan, faringitis pada tanggal 21 September,” ungkap Ridho.
Pihaknya tidak terlalu mengetahui bahwa pasien F telah meninggal karena gagal ginjal. Namun kondisi ini didapat langsung dari pihak kepolisian. Penanganan gagal ginjal akut yang terjadi saat ini menjadi sebuah persoalan kompleks untuk diidentifikasi.
”Seperti pemeriksaan darah, urine, dan semacamnya. Kita tidak bisa melakukan proses tersebut di klinik maupun di Puskesmas. Yang paling memungkinkan pemeriksaan darah untuk mengonfirmasi infectious-nya,” ucapnya.
Berdasarkan informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 255 orang per Senin (24/10). Ratusan kasus itu teridentifikasi di 26 Provinsi di Indonesia.
(ams)