Dosen Kimia UI: Belum Ada Penelitian yang Buktikan Air Dalam Galon Polikarbonat Berbahaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti sekaligus dosen di Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia (UI) Agustino Zulys mengatakan hingga kini belum ada satu penelitian pun yang membuktikan bahwa air dalam kemasan galon berbahan polikarbonat berbahaya bagi kesehatan.
Dia justru mengkhawatirkan isu-isu seputar BPA berbahaya yang dikait-kaitkan dengan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon itu hanya persaingan bisnis semata.
“Untuk penelitian terkait kesehatannya sendiri itu belum ada. Kalau pun ada, belum ada juga yang menyimpulkan bahwa itu berbahaya,” ujarnya, Minggu (9/10/2022).
Baca juga: Kominfo Cabut Soal Disinformasi Kandungan BPA Galon AMDK
Menurut Agus, untuk meneliti migrasi BPA dari kemasan ke dalam airnya itu analisisnya harus betul-betul menggunakan alat-alat yang cukup sensitif dan akurat atau valid.
“Sama halnya seperti mikroplastik, di Indonesia belum ada standar acuan berapa yang diperbolehkan dan bagaimana metode mengidentifikasi BPA. Jadi, ini masih dalam riset saja bahwa BPA ada di galon polikarbonat,” ucapnya.
Acuan migrasi BPA yang dipakai BPOM saat ini baru secara acuan dari luar negeri yang sudah meneliti migrasi yang diperbolehkan itu sekian-sekian. “Tapi itu kan belum baku juga metodologinya antara satu negara dengan negara lain. Di tiap-tiap negara itu berapa batas ambangnya dan metodenya sendiri sudah beda-beda. Jadi, penelitian migrasi BPA itu belum seperti penelitian rutin seperti kadar besinya, kadar PH, dan lain-lain yang sudah baku,” jelasnya.
Agus menuturkan sebenarnya kalau terkait BPA dalam AMDK galon polikarbonat itu belum bisa secara hukum dikatakan berbahaya atau tidak. Hal itu karena acuan di Indonesia juga belum ada.
Karenanya, diperlukan penelitian independen yang bisa memberikan gambaran yang lebih utuh baik secara kualitatif maupun kuantitatif terkait migrasi BPA ke dalam air galon berbahan polikarbonat.
Selain itu, dari pihak regulator, pemerintah dan lembaga-lembaga yang meregulasi tentang migrasi BPA ini juga perlu membuatkan semacam panduan untuk proses pemeriksaan BPA yang baku.
“Saya khawatir ini hanya permainan bisnis saja. Jadi, isu BPA berbahaya ini sengaja dilemparkan untuk membuat masyarakat menjadi bingung. Tapi menurut saya sih aman-aman saja kok. Soalnya saya juga tetap minum air AMDK ini,” katanya.
Baca juga: BPOM dan Perang Dagang AMDK Galon
Terkait kemungkinan BPA juga bermigrasi dalam suhu ruangan, dia mengatakan perlu diteliti lebih lanjut lagi mengenai bagaimana mekanisme pelepasannya itu sendiri.
Sebelumnya, Pakar Teknologi Pangan IPB Eko Hari Purnomo juga mengatakan kecil kemungkinan ada migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya. Hal itu mengingat BPA tidak larut dalam air.
“BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya,” katanya.
Hal senada disampaikan Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik yang juga Kepala Laboratorium Green Polymer Technology Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Mochamad Chalid. Dia menegaskan kemasan galon berbahan polikarbonat secara desain material bahan bakunya relatif aman untuk air minum.
Dia justru mengkhawatirkan isu-isu seputar BPA berbahaya yang dikait-kaitkan dengan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon itu hanya persaingan bisnis semata.
“Untuk penelitian terkait kesehatannya sendiri itu belum ada. Kalau pun ada, belum ada juga yang menyimpulkan bahwa itu berbahaya,” ujarnya, Minggu (9/10/2022).
Baca juga: Kominfo Cabut Soal Disinformasi Kandungan BPA Galon AMDK
Menurut Agus, untuk meneliti migrasi BPA dari kemasan ke dalam airnya itu analisisnya harus betul-betul menggunakan alat-alat yang cukup sensitif dan akurat atau valid.
“Sama halnya seperti mikroplastik, di Indonesia belum ada standar acuan berapa yang diperbolehkan dan bagaimana metode mengidentifikasi BPA. Jadi, ini masih dalam riset saja bahwa BPA ada di galon polikarbonat,” ucapnya.
Acuan migrasi BPA yang dipakai BPOM saat ini baru secara acuan dari luar negeri yang sudah meneliti migrasi yang diperbolehkan itu sekian-sekian. “Tapi itu kan belum baku juga metodologinya antara satu negara dengan negara lain. Di tiap-tiap negara itu berapa batas ambangnya dan metodenya sendiri sudah beda-beda. Jadi, penelitian migrasi BPA itu belum seperti penelitian rutin seperti kadar besinya, kadar PH, dan lain-lain yang sudah baku,” jelasnya.
Agus menuturkan sebenarnya kalau terkait BPA dalam AMDK galon polikarbonat itu belum bisa secara hukum dikatakan berbahaya atau tidak. Hal itu karena acuan di Indonesia juga belum ada.
Karenanya, diperlukan penelitian independen yang bisa memberikan gambaran yang lebih utuh baik secara kualitatif maupun kuantitatif terkait migrasi BPA ke dalam air galon berbahan polikarbonat.
Selain itu, dari pihak regulator, pemerintah dan lembaga-lembaga yang meregulasi tentang migrasi BPA ini juga perlu membuatkan semacam panduan untuk proses pemeriksaan BPA yang baku.
“Saya khawatir ini hanya permainan bisnis saja. Jadi, isu BPA berbahaya ini sengaja dilemparkan untuk membuat masyarakat menjadi bingung. Tapi menurut saya sih aman-aman saja kok. Soalnya saya juga tetap minum air AMDK ini,” katanya.
Baca juga: BPOM dan Perang Dagang AMDK Galon
Terkait kemungkinan BPA juga bermigrasi dalam suhu ruangan, dia mengatakan perlu diteliti lebih lanjut lagi mengenai bagaimana mekanisme pelepasannya itu sendiri.
Sebelumnya, Pakar Teknologi Pangan IPB Eko Hari Purnomo juga mengatakan kecil kemungkinan ada migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya. Hal itu mengingat BPA tidak larut dalam air.
“BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya,” katanya.
Hal senada disampaikan Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik yang juga Kepala Laboratorium Green Polymer Technology Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Mochamad Chalid. Dia menegaskan kemasan galon berbahan polikarbonat secara desain material bahan bakunya relatif aman untuk air minum.
(jon)