Berani Konfrontasi, Mantan Kapolri Ini Disegani Jenderal TNI LB Moerdani

Rabu, 21 September 2022 - 09:30 WIB
loading...
Berani Konfrontasi, Mantan Kapolri Ini Disegani Jenderal TNI LB Moerdani
Mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Anton Soedjarwo. Foto: Buku 40 Tahun ABRI, Mabes ABRI-Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI
A A A
JAKARTA - Sosoknya yang berani konfrontasi membuat mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Anton Soedjarwo disegani Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani. Kapolri periode 1982-1986 ini berani menolak gagasan LB Moerdani.

Jenderal LB Moerdani menginginkan Brigade Mobil (Brimob) atau Mobile Brigade (Mobbrig) menjadi bagian TNI AD karena kualifikasinya sama dengan prajurit infanteri. Namun, apa yang terjadi ide tersebut ditolak mentah-mentah Anton Soedjarwo.
Baca juga: Mantan Kapolri Menangis, Pasukan Resimen Pelopor Brimob Keheranan

Penolakan itu tertuang dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013.

Sejak saat itu LB Moerdani segan dengan karisma Anton. Bahkan, Panglima ABRI tidak ingin berlarut-larut memaksakan ide karena menghormati Anton yang sama-sama pernah menjadi Tentara Pelajar dan mempunyai Bintang Gerilya.

Sebelum menjabat Kapolri, Anton menjabat Komandan Korps Brimob pada tahun 1974. Dia sangat disegani tidak hanya terbatas di kalangan Polri dan Brimob saja melainkan juga institusi TNI.

Anton dijuluki komandan legendaris lantaran memiliki pengalaman tempur langsung di lapangan meski pengalaman tersebut diperoleh ketika menjadi pejuang di masa revolusi.

Anton merupakan perwira jebolan Sekolah Ranger Amerika Serikat tahun 1960. Dia pernah memimpin pasukan Pelopor yang tergabung dalam RTP I tahun 1962 dalam Operasi Trikora.

Ketika menjabat Komandan Resimen dengan pangkat Komisaris Besar (Kolonel), Anton mengintrodusir pendidikan Bala (Rimba Laut). Bala merupakan pendidikan khusus untuk mendapatkan kualifikasi tempur di laut, udara, dan darat.

Pendidikan yang dimulai tahun 1964 ini diberikan dengan materi terjun HAHO (High Altitude High Openned), pendaratan amfibi, dan pertempuran hutan tingkat lanjut di Pulau Bawean.

Pada masa kepemimpinan Anton, Resimen Pelopor juga mempunyai BTC (Battle Training Centre) di beberapa Sekolah Polisi. Terdapat beberapa perwira Polri dari Brimob atau Mobbrig yang mendapatkan kursus infanteri lanjut di Fort Lavenworth dan Fort Bragg di Amerika Serikat, salah satunya Anton Soedjarwo yang saat itu berpangkat Inspektur.

Mereka terpilih mengikuti pendidikan infanteri karena Presiden Soekarno sengaja tidak mengirim “para pesaingnya” dari perwira Angkatan Darat. Perwira Polri yang mendapat pendidikan di AS adalah Tentara Pelajar sehingga Soekarno mempunyai argument kuat untuk mengirim mereka.

Anton juga pernah membentuk Detasemen Khusus (Densus) Alap-Alap untuk operasi infiltrasi ke Timor Timur. Ketika itu, Anton masih berpangkat kolonel.

Densus ini terdiri dari satu kompi Brimob eks Resimen Pelopor di Kelapa Dua dan beberapa mantan anggota Pelopor dari berbagai kesatuan di Polda Metro Jaya.

Bisa dikatakan pembentukan Densus ini sangat terburu-buru sehingga anggotanya kurang memiliki kualifikasi untuk diterjunkan dalam pertempuran.

Dikutip dari buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, ada beberapa alasan Densus ini kurang siap bertempur. Pertama, waktu yang diberikan untuk mempersiapkan diri sebelum infiltrasi ke wilayah asing hanya satu minggu.

Kedua, sebagian besar anggota Densus berasal dari satuan Reskrim, Intelkam, dan Lalu Lintas meski mereka adalah anggota Resimen Pelopor. Namun, sejak tahun 1969 mereka tidak pernah latihan tempur.

Ironisnya lagi, sebagian besar anggota Densus Alap-Alap adalah lulusan Pelopor tahun 1968. Artinya, mereka belum pernah turun dalam operasi tempur. Namun, karena telah memenuhi kualifikasi Bala, maka dianggap memenuhi syarat untuk melakukan infiltrasi.
Baca juga: Jenderal Polisi Ini Tegur Kapolres karena Parkir Mantan Resimen Pelopor Brimob

Anggota Densus Alap-Alap juga tak membawa seragam Brimob melainkan pakaian sipil, celana jeans, dan kaus oblong. Dalam operasi penyusupan, Densus diberi tugas menggali informasi intelijen di Kota Atabae. Di kota ini terdapat markas pasukan Kavaleri Tropaz dengan kekuatan hampir satu batalion.

Di lapangan, Densus Alap-Alap mendapat fakta bahwa Fretilin memiliki pendukung sangat besar yang berpotensi menyulitkan pelaksanaan operasi militer dalam skala besar.

Sekada mengingatkan, sebelum menjabat Kapolri, Anton Soedjarwo pernah menduduki jabatan strategis antara lain Ajudan Kapolri Sukanto Tjokrodiatmodjo (1956); Komandan Kores 102, Kodak 10 di Malang (1972-1974); Komandan Komando Daerah Kepolisian (Kodak) 11 Kalimantan Barat (1974); Komandan Kodak 2 Sumatera Utara (1978); Brigjen Pol kemudian Mayjen Pol Kodak 7 Jakarta Raya (1978-1982).

Anton Soedjarwo wafat di Jakarta pada 18 April 1988 dalam usia 57 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU) Kalibata, Jakarta Selatan. Putranya yakni Rudi Soedjarwo merupakan sutradara film.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1525 seconds (0.1#10.140)