Pedagang Nilai Wacana Pelabelan BPA Air Galon Hanya Persaingan Usaha

Rabu, 21 September 2022 - 00:02 WIB
loading...
Pedagang Nilai Wacana...
Para pedagang kelontong yang juga menjual air minum dalam kemasan, baik galon guna ulang maupun sekali pakai menilai wacana isu pelabelan BPA hanya untuk persaingan usaha saja. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Para pedagang kelontong yang juga menjual air minum dalam kemasan, baik galon guna ulang maupun sekali pakai menilai wacana isu pelabelan BPA hanya untuk persaingan usaha saja. Mereka mengatakan tidak akan terpengaruh dengan adanya wacana ini.

“Itu cuma persaingan usaha saja. Saya sudah puluhan tahun jual air galon isi (guna) ulang tapi nggak ada yang komplen dari pelanggan saya. Bahkan kami sekeluarga juga menggunakan air isi ulang yang kami jual kok, tapi nggak sakit-sakitan juga,” ujar Taufan, pedagang kelontong di wilayah Cisalak Pasar, Depok, Selasa (21/9/2022).

Pria yang sudah puluhan tahun menjual produk galon guna ulang ini juga mengatakan dari iklan galon sekali pakai yang ditayangkan di televisi saja yang memojokkan produk lain sudah terlihat adanya unsur persaingan usahanya. “Iklannya saja sudah terang-terangan menyerang dengan mengatakan air yang lain butek. Itu kan sudah persaingan usaha namanya,” tuturnya.

Dia mengutarakan memang menjual semua air galon baik yang guna ulang maupun sekali pakai untuk variasi produknya. “Tapi, galon guna ulang ini lebih banyak karena memang lebih laku ketimbang air galon sekali pakai. Saya paling cuma menyediakan 5 galon saja untuk yang sekali pakai,” tukasnya.

Pedagang lainnya dari Warung Kang Emon juga menyampaikan hal serupa. Menurut pemiliknya, Kang Emon, isu yang mengembuskan adanya bahaya kesehatan pada air galon isi (guna) ulang itu cuma persaingan usaha saja.

“Buktinya, sudah puluhan tahun saya menjual air galon ini, belum ada yang melapor terserang penyakit karena minum air ini. Jadi, ini hanya persaingan usaha saja lah,” tukas pria yang berjualan di daerah Sukmaja, Depok ini.

Begitu juga dengan Warung Ibu Dewi yang berada di daerah Kelapa Dua Depok. Dia juga mengatakan belum ada masyarakat yang komplain terhadap air galon isi (guna) ulang yang sudah dijualnya selama puluhan tahun.

“Sama-sama usaha jangan menjatuhkan produk lain lah. Itu nggak boleh, karena untuk membeli sesuatu itu kan tergantung masing-masing mau pilih yang mana. Jangan kayak saing-saingan seperti itu,” ucapnya.

Pemilik Warung Sembako Ani Daeng yang terletak di Pela Mampang, Jakarta Selatan misalnya. Muhammad Basri yang sudah puluhan tahun menjual air galon di warungnya itu mengatakan belum mendengar adanya laporan dari para pelanggannya ada yang sakit karena meminum air galon.

“Belum ada komplen sakit ya. Jadi, saya kira isu bahaya air galon untuk kesehatan itu hanya politik dagang saja. Kan ada produk yang baru keluar itu galon sekali pakai,” tuturnya.

Sebelumnya, Komisioner KPPU Chandra Setiawan melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Hal itu disebabkan 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, dan hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya.

Dia menegaskan kalau pelabelan “berpotensi mengandung BPA” itu didasarkan pada keresahan terkait kontaminasi zat kimia berbahaya, selayaknya seluruh produk dikenakan perlakuan serupa. “Apalagi, itu harus ada penelitian dan juga pembahasan bersama pelaku usaha. Karena ini upaya untuk melindungi semua, bukan sebagian,” tegasnya.

Karenanya, dia mengatakan adanya perbedaan perspektif antara BPOM dan KPPU dalam melihat revisi kebijakan yang akan melabeli “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang. Menurutnya, kalau perspektif BPOM demi kesehatan masyarakat tapi perspektif KPPU adalah jangan sampai regulasi itu dibuat untuk menguntungkan perusahaan tertentu saja. Baca juga: Soal Pelabelan BPA di Galon, Komitmen Pemerintah dalam Pengelolaan Sampah Mundur

Seperti diketahui, Sekretariat Kabinet telah mengembalikan draf revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang diajukan BPOM untuk diperbaiki karena dinilai bersifat diskriminatif terhadap satu produk tertentu saja.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2792 seconds (0.1#10.140)