Pengamat Ini Nilai Rencana Penghapusan Listrik 450 VA Menyulitkan Masyarakat Bawah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana pemerintah bersama Badan Anggaran DPR yang akan menghilangkan listrik 450 VA kemudian diganti listrik 900 VA merupakan kebijakan yang menyusahkan rakyat Indonesia. Pengalihan subsidi listrik untuk warga kurang mampu ini diinisiasi Ketua Badan Anggaran DPR.
"Saya harap pemerintah mempunyai kebijakan untuk bisa mendorong masyarakatnya melakukan penghematan energi dengan penggunaan listrik yang lebih rendah. Karena pembangkit listrik di Indonesia 70 persen menggunakan batubara. Sedangkan, cadangan batubara kita sudah mulai menipis karena terlalu banyak batubara diekspor maupun yang kita gunakan sendiri untuk listrik. Cadangan batubara kita tinggal tersisa 20 tahun lagi," ujar Pemerhati Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS), Kamis (15/9/2022).
Baca juga: Siap-siap, Pemerintah Bakal Ubah Skema Subsidi Listrik
Negara-negara di Eropa bahkan telah menghemat besar besaran dikarenakan energi fosil mulai menipis. Misalnya di Jerman, UK, Denmark, Yunani dan bahkan Srilanka melakukan program power cuts/pemadaman selama 10 jam untuk penghematan penggunaan energi listrik di negaranya.
Anggota DPR periode 2014-2019 ini mengatakan, wacana penghapusan listrik 450 VA juga akan menyengsarakan masyarakat bawah di mana terdapat 24 juta pelanggan (keluarga).
"Dari hasil pembicaraan dengan masyarakat pengguna 450 VA, mereka malah ingin bisa diturunkan lagi di kelompok 220 VA seperti yang diberlakukan pada zaman Orde Baru. Karena saat ini semua peralatan elektronik baik lampu, televisi, kipas angin, dan lain-lain wattnya sangat rendah dan efisien untuk penghematan energi tetapi mempunyai kemampuan penerangan yang sangat kuat," kata Bambang.
Alumni ITS Sepuluh Nopember Surabaya ini menduga wacana penghapusan listrik untuk mendorong masyarakat menggunakan daya listrik lebih besar. Hal ini juga cenderung mengajak pemborosan untuk menanggung produksi listrik yang sudah terlanjur berlebih/over supply akibat kebijakan pemerintah mempunyai program membangun pembangkit listrik 35.000 megawatt yang pelaksanaannya dilakukan swasta untuk jangka panjang.
Program 35.000 megawatt inilah yang mengakibatkan produk listrik over supply lebih dari 50 persen yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini. Akibatnya, masyarakat didorong melakukan pemborosan dengan wacana penggunaan listrik yang berlebih misalnya.
“Wacana penggunaan kompor listrik pernah saya tolak di Badan Anggaran tahun 2017-2018 dengan program kompor listrik waktu itu yang tentunya mengakibatkan pemborosan penggunaan listrik di masyarakat. Karena setiap kompor listrik menggunakan daya di atas 1.000 watt setiap penggunaannya dan tentu masyarakat akan kesulitan membayar tarif listrik di Indonesia yang tagihannya tidak rasional dan sangat tinggi," ujar BHS.
Seharusnya pemerintah juga perlu mendorong PT PLN untuk melakukan efisiensi di mana sekarang masyarakat dihadapkan tarif listrik yang tidak masuk aka. Tarif PLN sebesar 9,7 sen sudah lebih tinggi dari beberapa negara di Asia Tenggara yang minim energi seperti Indonesia, misalnya Malaysia 4,9 sen, Vietnam 8 sen dan Laos 3,8 sen. Sementara, di Indonesia pembayaran tagihan listrik bisa lebih 2,5 kali lipat lebih mahal dari perhitungan tarifnya sendiri.
Sehingga, sering tagihan di masyarakat dibanding di Jepang yang tarifnya 22 sen lebih mahal daripada di Indonesia dan bahkan tagihan di Indonesia mendekati tagihan harga listrik tertinggi di Jerman yang tarifnya sebesar 33,8 sen.
"Saya harap pemerintah mempunyai kebijakan untuk bisa mendorong masyarakatnya melakukan penghematan energi dengan penggunaan listrik yang lebih rendah. Karena pembangkit listrik di Indonesia 70 persen menggunakan batubara. Sedangkan, cadangan batubara kita sudah mulai menipis karena terlalu banyak batubara diekspor maupun yang kita gunakan sendiri untuk listrik. Cadangan batubara kita tinggal tersisa 20 tahun lagi," ujar Pemerhati Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS), Kamis (15/9/2022).
Baca juga: Siap-siap, Pemerintah Bakal Ubah Skema Subsidi Listrik
Negara-negara di Eropa bahkan telah menghemat besar besaran dikarenakan energi fosil mulai menipis. Misalnya di Jerman, UK, Denmark, Yunani dan bahkan Srilanka melakukan program power cuts/pemadaman selama 10 jam untuk penghematan penggunaan energi listrik di negaranya.
Anggota DPR periode 2014-2019 ini mengatakan, wacana penghapusan listrik 450 VA juga akan menyengsarakan masyarakat bawah di mana terdapat 24 juta pelanggan (keluarga).
"Dari hasil pembicaraan dengan masyarakat pengguna 450 VA, mereka malah ingin bisa diturunkan lagi di kelompok 220 VA seperti yang diberlakukan pada zaman Orde Baru. Karena saat ini semua peralatan elektronik baik lampu, televisi, kipas angin, dan lain-lain wattnya sangat rendah dan efisien untuk penghematan energi tetapi mempunyai kemampuan penerangan yang sangat kuat," kata Bambang.
Alumni ITS Sepuluh Nopember Surabaya ini menduga wacana penghapusan listrik untuk mendorong masyarakat menggunakan daya listrik lebih besar. Hal ini juga cenderung mengajak pemborosan untuk menanggung produksi listrik yang sudah terlanjur berlebih/over supply akibat kebijakan pemerintah mempunyai program membangun pembangkit listrik 35.000 megawatt yang pelaksanaannya dilakukan swasta untuk jangka panjang.
Program 35.000 megawatt inilah yang mengakibatkan produk listrik over supply lebih dari 50 persen yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini. Akibatnya, masyarakat didorong melakukan pemborosan dengan wacana penggunaan listrik yang berlebih misalnya.
“Wacana penggunaan kompor listrik pernah saya tolak di Badan Anggaran tahun 2017-2018 dengan program kompor listrik waktu itu yang tentunya mengakibatkan pemborosan penggunaan listrik di masyarakat. Karena setiap kompor listrik menggunakan daya di atas 1.000 watt setiap penggunaannya dan tentu masyarakat akan kesulitan membayar tarif listrik di Indonesia yang tagihannya tidak rasional dan sangat tinggi," ujar BHS.
Seharusnya pemerintah juga perlu mendorong PT PLN untuk melakukan efisiensi di mana sekarang masyarakat dihadapkan tarif listrik yang tidak masuk aka. Tarif PLN sebesar 9,7 sen sudah lebih tinggi dari beberapa negara di Asia Tenggara yang minim energi seperti Indonesia, misalnya Malaysia 4,9 sen, Vietnam 8 sen dan Laos 3,8 sen. Sementara, di Indonesia pembayaran tagihan listrik bisa lebih 2,5 kali lipat lebih mahal dari perhitungan tarifnya sendiri.
Sehingga, sering tagihan di masyarakat dibanding di Jepang yang tarifnya 22 sen lebih mahal daripada di Indonesia dan bahkan tagihan di Indonesia mendekati tagihan harga listrik tertinggi di Jerman yang tarifnya sebesar 33,8 sen.