15 Perubahan Nama Polda Metro Jaya, Komdak Masih Melekat hingga Sekarang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polda Metro Jaya merupakan satu-satunya kepolisian daerah di Indonesia yang berstatus A+ (A khusus) dan telah mengalami 15 kali perubahan nama. Lahirnya Polda Metro Jaya diawali dari sejarah kepolisian Batavia pada 1936 yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Barat (Koningsplein West).
Di masa pendudukan Belanda, Kantor Besar Kepolisian Jakarta disebut Hoofdbureau Van Politie. Setelah Jepang mengambil alih pemerintahan, Hoofdbureau Van Politie Batavia berubah nama menjadi Jakarta Tokubestsu Shi Kaisatsu Sho. Setelah kemerdekaan, Polisi Republik dan namanya diubah menjadi Kantor Besar Polisi Jakarta.
Dikutip dari laman reskrimsus.metro.polri.go.id, Senin (29/8/2022), cikal berdirinya Kepolisian Jakarta dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah Kemerdekaan RI, pembentukan Kepolisian Kota Jakarta juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Sebab, saat itu jawatan Kepolisian Negara masih sangat sederhana. Alhasil, Kepolisian Kota Jakarta masih tetap melanjutkan sistem Kepolisian yang dibentuk pada masa pendudukkan Jepang.
Hal inilah yang menyebabkan penulisan sejarah hari jadi Polda Metro Jaya diawali dari sejarah Kepolisian Batavia di tahun 1936. Nama ini sesuai Regeerings Almanak Halaman 287 Voor Nederlandsch Indie 1941 Tweede Gedeelte yang disusun Belanda selama berada di Indoneisa.
Di masa penjajahan Belanda, Kepolisian Daerah Jakarta disebut Hoofdbureau Van Politie Batavia atau Kantor Besar Kepolisian Jakarta yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat (Koningsplein West), tepatnya berhadapan dengan Jalan Museum dan berdampingan dengan lapangan Ikada (sekarang Taman Monas).
Saat itu, Jakarta baru sebuah Kota Keresidenan. Kantor Keresidenan Batavia berada di Gedung Fatahilah (sekarang Museum Fatahilah).
Pada tahun 1936, Kepala Polisi Batavia dijabat orang Belanda bernama Pieter Dekker dengan pangkat Hoofd Commisaris Van Politie dan wakilnya Adjunct Hoofd Commissaris Louise Dekker. Sementara anggotanya yang berpangkat Agen Polisi sampai Hoofd Posthuis Commandant merupakan pura-pura pribumi.
Belanda membentuk Kepolisian Batavia sama seperti di Kota lain di seluruh Nusantara, yakni untuk mencegah dan menanggulangi kasus kejahatan pidana maupun kejahatan ekonomi yang dilakukan para pribumi.
Namun sering juga lembaga kepolisian digunakan untuk mencegah berkembangnya pemikiran rakyat menuju kemerdekaan Bangsa Indoneisa. Sementara polisi lalulintas ditempatkan di pusat- pusat keramaian, pusat perekonomian, bioskop, dan pasar. Mereka juga ditugaskan untuk mengatur dan mentertibkan sepeda-sepeda di jalanan di sekitar sekolah-sekolah Belanda.
Pada masa itu organisasi Kantor Besar Polisi Jakarta (Hoofdbureau Van Politie) masih sanggat sederhana. Gangguan terhadap kamtibmas pun tidak sekomplek sekarang. Fungsi kepolisian hanya sebatas Reserse Kriminal (Crimenele Recherse), Reserse Ekonomi (Economise Recherse Inlichtingen Dienst), Indentifikasi dan Fotografi (Dactyloscopic & Fotografie), Lalu Lintas (Voerwezen Verkeers Politie), Polisi Susila (Zeden Politie), dan Magazijn (perlengkapan), dan Bagian Administrasi (Administrate).
Kantor Besar Polisi Jakarta Raya yang berkedudukan di Koningsplein West masih memiliki satu Badan Kepolisian lain yaitu Kantor Polisi Keresidenan Kota (Veld Politie). Pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda resmi meyerah tanpa syarat kepada tentara Dai Nippon. Jepang begitu menguasai Indonesia langsung mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang ini Batavia yang tadinya hanya Kota Keresidenan berubah menjadi Kota Istimewa / Luar Biasa (Tokubestu Shi) dan langsung di bawah Kepala Pemerintahan Tentara Jepang (Gunseiken).
Salah satu tugas pentingnya melaksanakan pemerintah dan sekaligus pengawas Kepala Kantor Besar Polisi Jakarta. Kemudian Kepala Pemerintahan Tentara Jepang melalui Surat Maklumatnya menyatakan, mulai 8 Desember 1942, tepatnya pada hari pembangunan Asia Raya mengubah nama Batavia menjadi Jakarta.
Memang, di awal pendudukannya Jepang banyak mengubah sistem pemerintah yang dilakukan Belanda, walaupun tidak menyeluruh. Namun, stuktur dan susunan organisasi instansi masih banyak mengacu kepada peninggalan Belanda.
Demikian juga dengan kepolisian, Jepang membentuk Kantor Pusat Kepolisian di Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Kantor pusat ini membawahi berbagai cabang sekolah-sekolah kepolisian dan badan-badan lain yang diangap perlu pada masa itu.
Adapun organisasi Kepolisian yang di bentuk Jepang di Jakarta ialah Jawatan Kepolisian Negara (Keimbu) di Jalan Juanda. Kepala jawatannya dijabat Keisi R Kahar Koesman Sosro danukusumo.
Waktu itu di Jakarta terdapat dua bagian Badan Kepolisian yang mempunyai wilayah tugas berbeda, yaitu Kepolisian Istimewa Jakarta Kota dan Kepolisian Keresidenan Jakarta. Kepolisian Istimewa Jakarta Kota (Jakarta Tokubetsu Shi Keisatsu Sho) di samping Keisi Mas Rangga Sutandoko, yang membawahi tujuh seksi dan lima kantor polisi luar kota
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno dan Moh Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia. Lalu, pada sidang hari kedua Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Jawatan Kepolisian Negara merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri. Ini terjadi pada 29 September 1945.
Pemerintah Rl lalu mengangkat Komisaris Polisi Tk I Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang juga mantan pimpinan Sekolah Polisi Negara di Sukabumi, sebagai Kepala Kepolisian Negara. Sejak itu mulai dilakukan suatu usaha pembentukan Kepolisian Nasional di Negara Republik Indonesia.
Untuk mempermudah koordinasi, pada 1 Desember 1947 Jawatan Kepolisian Negara secara resmi ditetapkan berkedudukan dan berkantor satu atap dengan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Reksabayan.
Hari Lahir Polda Metro Jaya
Sebelum penyerahan kedaulatan atas wilayah RI kepada Bangsa Indonesia melalui penandatangan naskah perjanjian antara Moh Hatta dengan Ratu Juliana di Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, badan-badan kepolisian berangsur-angsur sudah diserah terimakan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Untuk itu, pada 6 Desember 1949 Kepala Kepolisian Negara membentuk Kepolisian Komisariat Jaya dan mengangkat Komisaris Basar Politik Tk I R Ating Natadikusuma sebagai kepala Kantor Komisariat Jaya, yang berkantor di Jalan Medan Barat.
Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah lahirnya Kepolisian Daerah Jakarta Raya dan sekitarnya. Pada saat itu sebagian besar staf Kepolisian Jakarta masih diisi Belanda, sehingga praktis Kepala Kantor Kepolisian Komisariat Jaya belum dapat berbuat banyak sesuai kebijakan Kepala Kepolisian Negara.
Selanjutnya, untuk menjaga keamanan dan ketertiban Kota Jakarta menjelang penyerahan kedaulatan, Kepolisian Jakarta diperkuat tiga Kompi Brimob, masing-masing dari Kepolisian Kota Surabaya, Kepolisian Jawa Tengah, dan Kepolisian Yogyakarta/Jawa Tengah.
Pada waktu itu, jenderal Polisi Soetjipto Danukusumo sebagai Komandan Mobile Brigade Kepolisian (MBK) turut serta mengantarkan satu kompi MBK. Mereka berangkat pada 15 Desember 1949 dari Surabaya ke Jakarta melalui Semarang.
Sejalan dengan perencanaan tata kota Jakarta, pada tahun 1963 saat Brigjen M Suhud menjabat Kepala Polisi Komisariat Jaya, kantor Polisi Komisariat Jakarta Raya pindah ke Jalan Jenderal Sudirman Nomor 45, Jakarta Selatan. Kepindahannya dilakukan bertahap. Awalnya, kantornya adalah bangunan berlantai dua yang menghadap ke lapangan Sabhara yang bangunannya masih berdiri hingga kini.
Pada tahun 1967 terjadi penggantian Pangdak dari Irjen Polisi Soebroto Brotodirdjo SH kepada Mayjen Polisi Soekahar. Pergantian pucuk pimpinan itu membuat kembali perubahan nama menjadi Komando Daerah Kepolisian Metro Jaya (Komdak Metro Jaya). Hal ini ni dilakukan setelah Gubernur Ali Sadikin menyatakan Kota Jakarta sebagai kota metropolitan. Nama Komdak hingga kini masih melekat dan sering disebut masyarakat ketika hendak ke kawasan Polda Metro Jaya.
Selanjutnya nama Komdak Metro Jaya berubah lagi menjadi Kodak Metro Jaya. Pada saat Mayjen Pol Widodo Budidarmo menjabat Kadapol Metro Jaya tahun 1970, nama Komdak Metro Jaya berubah lagi menjadi Daerah Kepolisian Metro Jaya sampai tahun 1979.
Tahun 1980 Daerah Kepolisian Metro Jaya berubah kembali menjadi Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya). Saat ini namanya menjadi Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Berikut 15 perubahan nama Polda Metro Jaya dari awal berdiri hingga sekarang:
1. Hoofdbureau Van Politie Batavia
2. Jakarta Tokubetsu Shi Keisatsu Sho
3. Djawatan Kepolisian Djakarta
4. Kantor Besar Polisi Djakarta
5. Kantor Polisi Komisariat Djakarta Raya
6. Kapekom Djakarta Raya
7. Komando Daerah Kepolisian VII Djakarta Raya
8. Komando Daerah Kepolisian Metro Djakarta Raya/Komdak
9. Kodak Metro Djaya
10. Daerah Kepolisian Metro Djakarta Raya
11. Daerah Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya
12. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Sekitarnya
13. Kepolisian Daerah Metro Jaya
14. Polda Metropolitan Jakarta Raya dan Sekitarnya
15. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya
Di masa pendudukan Belanda, Kantor Besar Kepolisian Jakarta disebut Hoofdbureau Van Politie. Setelah Jepang mengambil alih pemerintahan, Hoofdbureau Van Politie Batavia berubah nama menjadi Jakarta Tokubestsu Shi Kaisatsu Sho. Setelah kemerdekaan, Polisi Republik dan namanya diubah menjadi Kantor Besar Polisi Jakarta.
Dikutip dari laman reskrimsus.metro.polri.go.id, Senin (29/8/2022), cikal berdirinya Kepolisian Jakarta dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah Kemerdekaan RI, pembentukan Kepolisian Kota Jakarta juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Sebab, saat itu jawatan Kepolisian Negara masih sangat sederhana. Alhasil, Kepolisian Kota Jakarta masih tetap melanjutkan sistem Kepolisian yang dibentuk pada masa pendudukkan Jepang.
Hal inilah yang menyebabkan penulisan sejarah hari jadi Polda Metro Jaya diawali dari sejarah Kepolisian Batavia di tahun 1936. Nama ini sesuai Regeerings Almanak Halaman 287 Voor Nederlandsch Indie 1941 Tweede Gedeelte yang disusun Belanda selama berada di Indoneisa.
Di masa penjajahan Belanda, Kepolisian Daerah Jakarta disebut Hoofdbureau Van Politie Batavia atau Kantor Besar Kepolisian Jakarta yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat (Koningsplein West), tepatnya berhadapan dengan Jalan Museum dan berdampingan dengan lapangan Ikada (sekarang Taman Monas).
Saat itu, Jakarta baru sebuah Kota Keresidenan. Kantor Keresidenan Batavia berada di Gedung Fatahilah (sekarang Museum Fatahilah).
Pada tahun 1936, Kepala Polisi Batavia dijabat orang Belanda bernama Pieter Dekker dengan pangkat Hoofd Commisaris Van Politie dan wakilnya Adjunct Hoofd Commissaris Louise Dekker. Sementara anggotanya yang berpangkat Agen Polisi sampai Hoofd Posthuis Commandant merupakan pura-pura pribumi.
Belanda membentuk Kepolisian Batavia sama seperti di Kota lain di seluruh Nusantara, yakni untuk mencegah dan menanggulangi kasus kejahatan pidana maupun kejahatan ekonomi yang dilakukan para pribumi.
Namun sering juga lembaga kepolisian digunakan untuk mencegah berkembangnya pemikiran rakyat menuju kemerdekaan Bangsa Indoneisa. Sementara polisi lalulintas ditempatkan di pusat- pusat keramaian, pusat perekonomian, bioskop, dan pasar. Mereka juga ditugaskan untuk mengatur dan mentertibkan sepeda-sepeda di jalanan di sekitar sekolah-sekolah Belanda.
Pada masa itu organisasi Kantor Besar Polisi Jakarta (Hoofdbureau Van Politie) masih sanggat sederhana. Gangguan terhadap kamtibmas pun tidak sekomplek sekarang. Fungsi kepolisian hanya sebatas Reserse Kriminal (Crimenele Recherse), Reserse Ekonomi (Economise Recherse Inlichtingen Dienst), Indentifikasi dan Fotografi (Dactyloscopic & Fotografie), Lalu Lintas (Voerwezen Verkeers Politie), Polisi Susila (Zeden Politie), dan Magazijn (perlengkapan), dan Bagian Administrasi (Administrate).
Kantor Besar Polisi Jakarta Raya yang berkedudukan di Koningsplein West masih memiliki satu Badan Kepolisian lain yaitu Kantor Polisi Keresidenan Kota (Veld Politie). Pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda resmi meyerah tanpa syarat kepada tentara Dai Nippon. Jepang begitu menguasai Indonesia langsung mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang ini Batavia yang tadinya hanya Kota Keresidenan berubah menjadi Kota Istimewa / Luar Biasa (Tokubestu Shi) dan langsung di bawah Kepala Pemerintahan Tentara Jepang (Gunseiken).
Salah satu tugas pentingnya melaksanakan pemerintah dan sekaligus pengawas Kepala Kantor Besar Polisi Jakarta. Kemudian Kepala Pemerintahan Tentara Jepang melalui Surat Maklumatnya menyatakan, mulai 8 Desember 1942, tepatnya pada hari pembangunan Asia Raya mengubah nama Batavia menjadi Jakarta.
Memang, di awal pendudukannya Jepang banyak mengubah sistem pemerintah yang dilakukan Belanda, walaupun tidak menyeluruh. Namun, stuktur dan susunan organisasi instansi masih banyak mengacu kepada peninggalan Belanda.
Demikian juga dengan kepolisian, Jepang membentuk Kantor Pusat Kepolisian di Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Kantor pusat ini membawahi berbagai cabang sekolah-sekolah kepolisian dan badan-badan lain yang diangap perlu pada masa itu.
Adapun organisasi Kepolisian yang di bentuk Jepang di Jakarta ialah Jawatan Kepolisian Negara (Keimbu) di Jalan Juanda. Kepala jawatannya dijabat Keisi R Kahar Koesman Sosro danukusumo.
Waktu itu di Jakarta terdapat dua bagian Badan Kepolisian yang mempunyai wilayah tugas berbeda, yaitu Kepolisian Istimewa Jakarta Kota dan Kepolisian Keresidenan Jakarta. Kepolisian Istimewa Jakarta Kota (Jakarta Tokubetsu Shi Keisatsu Sho) di samping Keisi Mas Rangga Sutandoko, yang membawahi tujuh seksi dan lima kantor polisi luar kota
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno dan Moh Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia. Lalu, pada sidang hari kedua Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Jawatan Kepolisian Negara merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri. Ini terjadi pada 29 September 1945.
Pemerintah Rl lalu mengangkat Komisaris Polisi Tk I Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang juga mantan pimpinan Sekolah Polisi Negara di Sukabumi, sebagai Kepala Kepolisian Negara. Sejak itu mulai dilakukan suatu usaha pembentukan Kepolisian Nasional di Negara Republik Indonesia.
Untuk mempermudah koordinasi, pada 1 Desember 1947 Jawatan Kepolisian Negara secara resmi ditetapkan berkedudukan dan berkantor satu atap dengan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Reksabayan.
Hari Lahir Polda Metro Jaya
Sebelum penyerahan kedaulatan atas wilayah RI kepada Bangsa Indonesia melalui penandatangan naskah perjanjian antara Moh Hatta dengan Ratu Juliana di Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, badan-badan kepolisian berangsur-angsur sudah diserah terimakan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Untuk itu, pada 6 Desember 1949 Kepala Kepolisian Negara membentuk Kepolisian Komisariat Jaya dan mengangkat Komisaris Basar Politik Tk I R Ating Natadikusuma sebagai kepala Kantor Komisariat Jaya, yang berkantor di Jalan Medan Barat.
Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah lahirnya Kepolisian Daerah Jakarta Raya dan sekitarnya. Pada saat itu sebagian besar staf Kepolisian Jakarta masih diisi Belanda, sehingga praktis Kepala Kantor Kepolisian Komisariat Jaya belum dapat berbuat banyak sesuai kebijakan Kepala Kepolisian Negara.
Selanjutnya, untuk menjaga keamanan dan ketertiban Kota Jakarta menjelang penyerahan kedaulatan, Kepolisian Jakarta diperkuat tiga Kompi Brimob, masing-masing dari Kepolisian Kota Surabaya, Kepolisian Jawa Tengah, dan Kepolisian Yogyakarta/Jawa Tengah.
Pada waktu itu, jenderal Polisi Soetjipto Danukusumo sebagai Komandan Mobile Brigade Kepolisian (MBK) turut serta mengantarkan satu kompi MBK. Mereka berangkat pada 15 Desember 1949 dari Surabaya ke Jakarta melalui Semarang.
Sejalan dengan perencanaan tata kota Jakarta, pada tahun 1963 saat Brigjen M Suhud menjabat Kepala Polisi Komisariat Jaya, kantor Polisi Komisariat Jakarta Raya pindah ke Jalan Jenderal Sudirman Nomor 45, Jakarta Selatan. Kepindahannya dilakukan bertahap. Awalnya, kantornya adalah bangunan berlantai dua yang menghadap ke lapangan Sabhara yang bangunannya masih berdiri hingga kini.
Pada tahun 1967 terjadi penggantian Pangdak dari Irjen Polisi Soebroto Brotodirdjo SH kepada Mayjen Polisi Soekahar. Pergantian pucuk pimpinan itu membuat kembali perubahan nama menjadi Komando Daerah Kepolisian Metro Jaya (Komdak Metro Jaya). Hal ini ni dilakukan setelah Gubernur Ali Sadikin menyatakan Kota Jakarta sebagai kota metropolitan. Nama Komdak hingga kini masih melekat dan sering disebut masyarakat ketika hendak ke kawasan Polda Metro Jaya.
Selanjutnya nama Komdak Metro Jaya berubah lagi menjadi Kodak Metro Jaya. Pada saat Mayjen Pol Widodo Budidarmo menjabat Kadapol Metro Jaya tahun 1970, nama Komdak Metro Jaya berubah lagi menjadi Daerah Kepolisian Metro Jaya sampai tahun 1979.
Tahun 1980 Daerah Kepolisian Metro Jaya berubah kembali menjadi Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya). Saat ini namanya menjadi Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Berikut 15 perubahan nama Polda Metro Jaya dari awal berdiri hingga sekarang:
1. Hoofdbureau Van Politie Batavia
2. Jakarta Tokubetsu Shi Keisatsu Sho
3. Djawatan Kepolisian Djakarta
4. Kantor Besar Polisi Djakarta
5. Kantor Polisi Komisariat Djakarta Raya
6. Kapekom Djakarta Raya
7. Komando Daerah Kepolisian VII Djakarta Raya
8. Komando Daerah Kepolisian Metro Djakarta Raya/Komdak
9. Kodak Metro Djaya
10. Daerah Kepolisian Metro Djakarta Raya
11. Daerah Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya
12. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Sekitarnya
13. Kepolisian Daerah Metro Jaya
14. Polda Metropolitan Jakarta Raya dan Sekitarnya
15. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya
(thm)