Kasus Pengeroyokan Siswa SMA 70 Berakhir Damai, Ibu Korban: Saya Tak Sampai Hati Mereka Masuk Lapas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keluarga siswa SMA 70 berinisial T yang menjadi korban pengeroyokan 6 seniornya, menyetujui kasus itu diselesaikan sacara restorative justice melalui perdamaian. Keluarga korban tak sampai hati apabila 6 pelaku yang juga masih remaja itu, sampai dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Apakah saya punya hati untuk menjebloskan 6 anak ini ke dalam (Lapas) Cipinang? Saya betul-betul tidak sampai hati untuk menaruh mereka (pelaku) ke sana, atau kasus kita proses ke pengadilan," ujar ibu korban, Noviani, kepada wartawan, Selasa (16/8/2022).
Pasca berdiskusi dengan suami dan anak-anak serta pengacara, kata Noviani, keluarga akhirnya setuju agar kasus penganiayaan yang dialami anaknya itu diselesaikan secara damai dan membebaskan pelaku dari tahanan.
Namun, sebagai efek jera, keluarga korban tidak mau membiarkan proses tersebut begitu saja, sehingga pelaku harus menunjukkan komitmennya dengan memenuhi suatu kewajiban.
"Karena kan ketika mereka di sana otomatis mereka tidak bisa kuliah. Kita juga tidak tahu kehidupan di tahanan seperti apa, sehingga saya rasa 60 hari mereka (ditahan) di Polres Jaksel sudah cukup. Kemudian dengan membayar sejumlah kompensasi, itu saya rasa mudah-mudahan mereka jera, meskipun itu (kompensasi) bukan untuk kami," tuturnya.
Noviani berpesan kepada semua pelajar, termasuk teman-teman anaknya agar tidak melakukan perbuatan penganiayaan terhadap sesama. Kasus yang menimpa anaknya diharapkan bisa menjadi contoh dan membuat remaja lainnya, khususnya para pelaku jera untuk tidak berbuat perbuatan serupa.
Para pelajar yang mengalami penganiayaan juga diminta untuk tidak takut melapor ke polisi bila mengalami kasus serupa. Pasalnya, tanpa adanya laporan peristiwa yang dialaminya itu tak mungkin bisa diketahui.
"Kami bikin laporan tujuannya agar semua melek mata. Artinya dari pelajar sendiri, temannya, seniornya, agar jangan takut untuk melaporkan kalau ada hal-hal seperti ini, perundungan, intimidasi, pengeroyokan atau palak-memalak pada orang tuanya, sekolah, atau polisi. Dengan begitu, semua proses belajar mengajar itu bisa berjalan dengan kondusif kan," terangnya.
Sementara itu, pengacara keluarga korban, Rully Arif Prabowo menerangkan, pasca disepakati kasus itu diselesaikan secara restorative justice atau keadilan restorasif melalui perdamaian, 6 pelaku pengeroyok korban akhirnya dibebaskan dari tahanan Polres Jakarta Selatan.
Komitmen dari para pelaku pun telah dijalankan, dimana mereka dan orang tuanya memberikan donasi ke yayasan yang salah satu programnya mengelola anak-anak yang berkebutuhan khusus atau keterbelakangan mental.
Nominal yang wajib diberikan keenam pelaku sebagai tanda itikad baik dan komitmen dari para pelaku, serta sebagai pengingat atas peristiwa pengeroyokan yang terjadi, yaitu sebesar Rp70.022.000 per masing-masing pihak. sehingga seluruhnya berjumlah Rp420.132.000.
"Total jumlah komitmen itu didonasikan seluruhnya kepada yayasan yang telah ditentukan oleh keluarga korban dan langsung ditransfer kepada masing-masing yayasan dimaksud (oleh pihak pelaku)," paparnya.
Yayasan dimaksud yakni Yayasan Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus yang berlokasi di Jakarta, Yayasan Sarana Penghafal Alqur'an Indonesia yang berlokasi di Depok, dan Yayasan Rumah Cahaya Rasullulah yang berlokasi di Bekasi Barat yang bekerja sama dengan Yayasan Al Fajar Berseri yang berlokasi di Tambun Bekasi.
Kemudian, Yayasan Sayap Ibu yang berlokasi di Jakarta, Yayasan Percik Insani Bandung yang berlokasi di Bandung, dan Yayasan Bhakti Luhur yang berlokasi di Malang Jawa Timur.
"Pihak korban setuju dan sepakat untuk mencabut LP dengan membuat BAP pencabutan dan menyerahkan surat permohonan pencabutan LP kepada Kapolres Jakarta Selatan pada hari yang sama, tanggal 10 Agustus 2022. Dengan demikian, kasus pengeroyokan anak di bawah umur dinyatakan telah selesai karena adanya perdamaian," pungkasnya.
"Apakah saya punya hati untuk menjebloskan 6 anak ini ke dalam (Lapas) Cipinang? Saya betul-betul tidak sampai hati untuk menaruh mereka (pelaku) ke sana, atau kasus kita proses ke pengadilan," ujar ibu korban, Noviani, kepada wartawan, Selasa (16/8/2022).
Pasca berdiskusi dengan suami dan anak-anak serta pengacara, kata Noviani, keluarga akhirnya setuju agar kasus penganiayaan yang dialami anaknya itu diselesaikan secara damai dan membebaskan pelaku dari tahanan.
Namun, sebagai efek jera, keluarga korban tidak mau membiarkan proses tersebut begitu saja, sehingga pelaku harus menunjukkan komitmennya dengan memenuhi suatu kewajiban.
"Karena kan ketika mereka di sana otomatis mereka tidak bisa kuliah. Kita juga tidak tahu kehidupan di tahanan seperti apa, sehingga saya rasa 60 hari mereka (ditahan) di Polres Jaksel sudah cukup. Kemudian dengan membayar sejumlah kompensasi, itu saya rasa mudah-mudahan mereka jera, meskipun itu (kompensasi) bukan untuk kami," tuturnya.
Noviani berpesan kepada semua pelajar, termasuk teman-teman anaknya agar tidak melakukan perbuatan penganiayaan terhadap sesama. Kasus yang menimpa anaknya diharapkan bisa menjadi contoh dan membuat remaja lainnya, khususnya para pelaku jera untuk tidak berbuat perbuatan serupa.
Para pelajar yang mengalami penganiayaan juga diminta untuk tidak takut melapor ke polisi bila mengalami kasus serupa. Pasalnya, tanpa adanya laporan peristiwa yang dialaminya itu tak mungkin bisa diketahui.
"Kami bikin laporan tujuannya agar semua melek mata. Artinya dari pelajar sendiri, temannya, seniornya, agar jangan takut untuk melaporkan kalau ada hal-hal seperti ini, perundungan, intimidasi, pengeroyokan atau palak-memalak pada orang tuanya, sekolah, atau polisi. Dengan begitu, semua proses belajar mengajar itu bisa berjalan dengan kondusif kan," terangnya.
Sementara itu, pengacara keluarga korban, Rully Arif Prabowo menerangkan, pasca disepakati kasus itu diselesaikan secara restorative justice atau keadilan restorasif melalui perdamaian, 6 pelaku pengeroyok korban akhirnya dibebaskan dari tahanan Polres Jakarta Selatan.
Komitmen dari para pelaku pun telah dijalankan, dimana mereka dan orang tuanya memberikan donasi ke yayasan yang salah satu programnya mengelola anak-anak yang berkebutuhan khusus atau keterbelakangan mental.
Nominal yang wajib diberikan keenam pelaku sebagai tanda itikad baik dan komitmen dari para pelaku, serta sebagai pengingat atas peristiwa pengeroyokan yang terjadi, yaitu sebesar Rp70.022.000 per masing-masing pihak. sehingga seluruhnya berjumlah Rp420.132.000.
"Total jumlah komitmen itu didonasikan seluruhnya kepada yayasan yang telah ditentukan oleh keluarga korban dan langsung ditransfer kepada masing-masing yayasan dimaksud (oleh pihak pelaku)," paparnya.
Yayasan dimaksud yakni Yayasan Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus yang berlokasi di Jakarta, Yayasan Sarana Penghafal Alqur'an Indonesia yang berlokasi di Depok, dan Yayasan Rumah Cahaya Rasullulah yang berlokasi di Bekasi Barat yang bekerja sama dengan Yayasan Al Fajar Berseri yang berlokasi di Tambun Bekasi.
Kemudian, Yayasan Sayap Ibu yang berlokasi di Jakarta, Yayasan Percik Insani Bandung yang berlokasi di Bandung, dan Yayasan Bhakti Luhur yang berlokasi di Malang Jawa Timur.
"Pihak korban setuju dan sepakat untuk mencabut LP dengan membuat BAP pencabutan dan menyerahkan surat permohonan pencabutan LP kepada Kapolres Jakarta Selatan pada hari yang sama, tanggal 10 Agustus 2022. Dengan demikian, kasus pengeroyokan anak di bawah umur dinyatakan telah selesai karena adanya perdamaian," pungkasnya.
(thm)