Sejarah Masjid Jami Al-Atiq, Jadi Pelarian Pejuang Kemerdekaan

Jum'at, 15 April 2022 - 02:49 WIB
loading...
Sejarah Masjid Jami Al-Atiq, Jadi Pelarian Pejuang Kemerdekaan
Masjid Jami Al-Atiq berada di Jalan Kampung Melayu Besar Nomor 1, RT 03 RW 01 Bidara Cina, Tebet, Jakarta Selatan. Foto/MPI/Muhammad Farhan
A A A
JAKARTA - Masjid Jami Al-Atiq berada di Jalan Kampung Melayu Besar Nomor 1, RT 03 RW 01 Bidara Cina, Tebet, Jakarta Selatan. Masjid megah tersebut merupakan salah satu masjid tertua yang terletak di perbatasan antara Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dengan dibatasi oleh Kali Ciliwung.

Pada awal pendirian, masjid tersebut berbentuk Musala dengan empat tiang pancang. Musala tersebut didirikan sebagai tempat bersemayamnya pasukan kesultanan Banten yang menyerbu pemerintah kolonial Belanda di Batavia.

Berdasarkan keterangan tertulis yang dipajang di majalah dinding masjid, tempat ibadah umat muslim tersebut dibangun pada tahun 1619 masehi. Hal tersebut diterangkan oleh salah satu ulama penghulu yang telah wafat tahun 1933, almarhum Maidi Khalifah.





"Masjid yang kini bernama Al-Atiq tersebut dulu dibangun oleh kaum muslimin yang hijrah dari daerah yang diduduki VOC Belanda saat berhasil menduduki Batavia pada 1619," tulis keterangan oleh Dewan Kemakmuran Masjid Al-Atiq, Kamis (14/4/2022).

Menurut keterangan, umat muslim yang mendirikan tersebut merupakan kelompok Pangeran Jayakarta yang ikut berjuang melawan penjajah Belanda. Akan tetapi di situ tertulis, Pangeran Jayakarta beserta rombongan pergi meninggalkan masjid tersebut lantaran pindah ke wilayah Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.

Selain itu, nama dari masjid tersebut bernama masjid Kandang Kuda karena berada di perkampungan tukang sado kala itu. Kemudian berubah menjadi Masjid Jami Kampung Melayu sehingga menjadikan nama yang sama untuk wilayah sekitar hingga ke Jakarta Timur.

Adapun pemberian nama Kampung Melayu tersebut, berdasarkan keterangan, mengartikan sebagai kampung pelarian. "Konon kabarnya, nama Kampung Melayu diambil dari bahasa Jawa, melayu yang artinya lari atau pelarian. Jadi masjid dan nama daerah ini berartikan tempat pelarian," lanjut tulisan keterangan tersebut.

Pemberian nama Al-Atiq disebabkan kesepakatan pengurus masjid pada tahun 1949. Nama Al-Atiq diartikan sebagai kemerdekaan karena pada 27 Desember 1949, adanya peristiwa konferensi meja bundar (KMB) yang dihelat menegaskan penyerahan kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada Indonesia.

Baru setelahnya, pada tahun 1970-an, Gubernur Ali Sadikin meresmikan nama Masjid Jami Al-Atiq hingga sekarang. Peresmian oleh Ali Sadikin tersebut juga dibarengi dengan pemugaran yang dibantu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan anggaran Rp3.500.000 saat itu.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1838 seconds (0.1#10.140)