Angka Pernikahan Remaja di Tangsel Rendah, Edukasi Seks Berperan Penting
loading...
A
A
A
TANGERANG - Peran edukasi kesehatan reproduksi dan seks bagi kaula muda memberi dampak siginifikan guna menekan angka pernikahan di bawah umur. Berbagai upaya pun dikerahkan melalui beragam program berbeda yang dijalankan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPMP3AKB), serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepala DPMP3AKB Kota Tangsel Khairati menerangkan, upaya tersebut pun berdampak positif pada kesadaran remaja. Saat ini, Kota Tangsel terbilang menjadi wilayah yang memiliki angka pernikahan anak di bawah umur rendah.
Khairati menuturkan, angka tersebut terangkum secara resmi pada data pengajuan dispensasi perkawinan anak di bawah umur sepanjang tahun 2021 yang tercatat di Pengadilan Agama Tigaraksa, Tangerang.”Datanya tercatat, hanya ada 16 orang anak usia 15 hingga 17 tahun yang mengajukan dispensasi perkawinan,” ungkap Khairati, Senin (14/3/2022).
Dia menerangkan, ada berbagai alasan dalam pengajuan dispensasi perkawinan tersebut. Salah satunya, adalah faktor dorongan dari orang tua. ”Dengan alasan orang tua khawatir melanggar syariat, karena sudah lama berpacaran,”terangnya.
Khairati menambahkan, bahwa selain rendahnya angka pengajuan dispensasi perkawinan, edukasi bagi remaja yang dilakukan secara masif juga turut memengaruhi terhadap rendahnya angka hamil di luar nikah kalangan remaja.
”Jadi jika ada yang menyebut angkanya tinggi itu tidak benar. Logikanya seperti ini, angka pengajuan dispensasi perkawinan itu hanya 16. Artinya, jikapun memang ada alasan karena kehamilan, berarti jumlahnya di bawah 16 itu,”jelasnya.
Khairati memaparkan, adapun sejumlah upaya yang dilakukan oleh pihaknya meliputi sosialisasi hingga pembentukan berbagai wadah bagi edukasi. Baca juga: Anak di Bawah Umur Sasaran Prostitusi
“Sosialisasi pencegahan perkawinan usia anak kepada orang tua, jejaring PPA, anak2 SMP dan SMA, lalu Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak, kemudian pembentukan Pusat Konseling Remaja (PIK R) di SMA/SMK/MA, serta pembentukan Bina Keluarga Remaja (BKR) di tingkat kelurahan,” ucapnya.
Sementara itu, hal serupa juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Adapun programnya, meliputi penyuluhan kesehatan di sekolah, pengembangan program Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) di sekolah, serta pembentukan Posyandu remaja.
Kemudian ada juga program konseling, edukasi dan pelayanan Keluarga Berencana (KB) di fasilitas kesehatan, Konseling Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai kesehatan reproduksi bekerja sama dengan KUA.
Pemeriksaan kesehatan pada calon pengantin, mengadakan pelayanan kehamilan dan persalinan sesuai standar di fasilitas kesehatan, serta pengobatan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan Penyakit Menular Seksual (PMS) di fasilitas kesehatan.
Kementerian Agama pun turut melakukan upaya serupa. Program-programnya meliputi pembinaan remaja dalam rangka pencegahan perkawinan usia anak, penyuluhan keluarga Sakinah oleh penyuluh agama, serta memberikan materi pernikahan dalam pelajaran agama di SMA, SMK, atau MA oleh guru agama.
Terakhir, upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Upaya itu dilakukan melalui program pemberian pendidikan agama dan budi pekerti, lomba lomba yang merangsang kreatifitas anak secara positif, serta peran parenting untuk orang tua.
Mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPMP3AKB), serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepala DPMP3AKB Kota Tangsel Khairati menerangkan, upaya tersebut pun berdampak positif pada kesadaran remaja. Saat ini, Kota Tangsel terbilang menjadi wilayah yang memiliki angka pernikahan anak di bawah umur rendah.
Khairati menuturkan, angka tersebut terangkum secara resmi pada data pengajuan dispensasi perkawinan anak di bawah umur sepanjang tahun 2021 yang tercatat di Pengadilan Agama Tigaraksa, Tangerang.”Datanya tercatat, hanya ada 16 orang anak usia 15 hingga 17 tahun yang mengajukan dispensasi perkawinan,” ungkap Khairati, Senin (14/3/2022).
Dia menerangkan, ada berbagai alasan dalam pengajuan dispensasi perkawinan tersebut. Salah satunya, adalah faktor dorongan dari orang tua. ”Dengan alasan orang tua khawatir melanggar syariat, karena sudah lama berpacaran,”terangnya.
Khairati menambahkan, bahwa selain rendahnya angka pengajuan dispensasi perkawinan, edukasi bagi remaja yang dilakukan secara masif juga turut memengaruhi terhadap rendahnya angka hamil di luar nikah kalangan remaja.
”Jadi jika ada yang menyebut angkanya tinggi itu tidak benar. Logikanya seperti ini, angka pengajuan dispensasi perkawinan itu hanya 16. Artinya, jikapun memang ada alasan karena kehamilan, berarti jumlahnya di bawah 16 itu,”jelasnya.
Khairati memaparkan, adapun sejumlah upaya yang dilakukan oleh pihaknya meliputi sosialisasi hingga pembentukan berbagai wadah bagi edukasi. Baca juga: Anak di Bawah Umur Sasaran Prostitusi
“Sosialisasi pencegahan perkawinan usia anak kepada orang tua, jejaring PPA, anak2 SMP dan SMA, lalu Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak, kemudian pembentukan Pusat Konseling Remaja (PIK R) di SMA/SMK/MA, serta pembentukan Bina Keluarga Remaja (BKR) di tingkat kelurahan,” ucapnya.
Sementara itu, hal serupa juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Adapun programnya, meliputi penyuluhan kesehatan di sekolah, pengembangan program Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) di sekolah, serta pembentukan Posyandu remaja.
Kemudian ada juga program konseling, edukasi dan pelayanan Keluarga Berencana (KB) di fasilitas kesehatan, Konseling Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai kesehatan reproduksi bekerja sama dengan KUA.
Pemeriksaan kesehatan pada calon pengantin, mengadakan pelayanan kehamilan dan persalinan sesuai standar di fasilitas kesehatan, serta pengobatan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan Penyakit Menular Seksual (PMS) di fasilitas kesehatan.
Kementerian Agama pun turut melakukan upaya serupa. Program-programnya meliputi pembinaan remaja dalam rangka pencegahan perkawinan usia anak, penyuluhan keluarga Sakinah oleh penyuluh agama, serta memberikan materi pernikahan dalam pelajaran agama di SMA, SMK, atau MA oleh guru agama.
Terakhir, upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Upaya itu dilakukan melalui program pemberian pendidikan agama dan budi pekerti, lomba lomba yang merangsang kreatifitas anak secara positif, serta peran parenting untuk orang tua.
(ams)