Kisah Komandan Brimob yang Miliki Jimat Mengendus Gerombolan Pemberontak

Minggu, 13 Maret 2022 - 14:37 WIB
loading...
Kisah Komandan Brimob...
AKBP (Purn) Hartino. Foto: IG Matapadi/buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, karya Anton Agus Setyawan dan Andi Muh Darlis, Januari 2013
A A A
JAKARTA - AKBP (Purn) Hartino selaku Komandan Kompi A Brimob Ranger dikenal komandan legendaris, ditakuti, dan disegani anak buah. Bahkan, anak buahnya mengira Hartino memiliki jimat yang mampu mengendus atau menjejak gerombolan pemberontak .

Pada tahun 1959, Hartino yang masih menjabat Inspektur Dua (Ipda) merupakan salah satu di antara dua perwira yang lolos seleksi Ranger angkatan I. Hartino yang saat itu berusia 30 tahun kemudian dipercaya sebagai Wadan Kompi A Brimob Ranger.
Baca juga: 3 Jenderal Polisi Pernah Kolaborasi dengan Anies, Nomor 1 Mantan Kapolri

Meski muda dan lajang, Hartino tetap dianggap senior lantaran rata-rata anak buahnya berusia 20-an tahun. Mereka yang pernah menjadi bawahan langsung Ipda Hartino merasakan betul menjadi pasukan Ranger.

Dikutip dari buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, karya Anton Agus Setyawan dan Andi Muh Darlis, Januari 2013, saat test mission menghadang pemberontak DI/TII di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1959, Hartino memimpin satu regu untuk menghadang lawan. Ketika bertemu musuh, Hartino selalu berada di depan dan terus berlari kencang mencari posisi sambil melepas tembakan.
Kisah Komandan Brimob yang Miliki Jimat Mengendus Gerombolan Pemberontak

Tim Resimen Pelopor dalam Operasi Trikora tahun 1962. Foto: Koleksi Andi Muh Darlis, penulis buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan.

Ini membuat anak buahnya yang berada di belakangnya kewalahan mengejar sang komandan. Anggota Kompi A selalu teringat dalam setiap kontak senjata, US Carabine milik Hartino yang selalu menjadi senapan pertama pasukan Ranger melepaskan peluru.

Keunikan lain dari Ipda Hartino yakni setiap regu yang dipimpinnya selalu bertemu pemberontak baik dalam misi di Jabar tahun 1959 maupun di Sumatera pada tahun 1960. Karena inilah, anak buahnya mengira Hartino memiliki jimat yang mampu menjejak pemberontak.

Konsekuensinya, setiap regu yang komandonya diambil alih Hartino harus selalu menyiapkan amunisi tambahan sebagai persiapan menghadapi kontak tembak yang biasanya berlangsung lama.

Gerombolan pemberontak yang bertemu pasukan Ranger pimpinan Hartino selalu dikejar dan jarang dilepaskan. Hartino juga memiliki kebijakan lapangan yang terkenal di kalangan anak buahnya yaitu tidak diperkenankan membawa tawanan dalam pertempuran.

Artinya, setiap musuh harus ditembak. Itulah yang membuat sosok Ipda Hartino menjadi kontroversial.
Baca juga: Jenderal Polisi Ini Tampar Anak Buah dan Batalkan Cuti karena Eksekusi Tawanan

Selepas penugasan dalam operasi Trikora, Hartino ditugaskan memimpin kompi Brimob organik di Sulawesi. Tugas itu merupakan promosi untuk kenaikan pangkat menjadi AKP.

Lantaran sosok kontroversial dan idealismenya menjadi penyebab Hartino tidak bisa menjadi perwira tinggi, padahal saat itu dia memimpin jajaran pasukan khusus.

Pemindahan AKP Hartino ke Sulawesi diduga adanya “ketakutan” para perwira di Markas Besar DKN (Djawatan Kepolisian Negara sekarang Mabes Polri) terhadap kenekatan Hartino. Jabatan terakhir Hartino adalah instruktur di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1532 seconds (0.1#10.140)