2 Terdakwa Penembakan Dituntut 6 Tahun Penjara, Begini Respons Keluarga Laskar FPI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keluarga Laskar FPI menyatakan tidak sepakat dengan seluruh proses persidangan terhadap dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella terkait kasus unlawful killing. Sehingga keluarga Laskar FPI yang menjadi korban penembakan pun tak sepakat dengan tuntutan 6 tahun penjara terhadap dua terdakwa.
Eks Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar menegaskan, tidak sepakat dengan seluruh proses sidang kasus penembakan Laskar FPI tersebut. Pihak FPI dan keluarga korban menginginkan kasus itu digelar di pengadilan hak asasi manusia (HAM).
"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM. Itu saja satu-satunya keinginan kami dan keluarga korban," kata Aziz lewat pesan singkat, Selasa (22/2/2022).
Lantaran sidang tak digelar di pengadilan HAM, Aziz mewakili keluarga korban tak sepakat atas digelarnya sidang tersebut. "Dengan sidangnya saja tidak sepakat. Tentu sluruh prosesnya tidak sepakat," kata Aziz Yanuar.
Menurut Aziz, seharusnya penegak hukum menyadari adanya beragam luka pada tubuh korban sebagaimana dakwaan JPU. Aziz menegaskan dakwaan JPU itu menjadi bukti nyata adanya pelanggaran HAM berat atas insiden itu.
"Dakwaan yang disampaikan JPU itu membantah pernyataan Komnas HAM yang menyebut bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat," ujar Aziz Yanuar.
Diketahui tuntutan hukum terhadap kedua terdakwa dibacakan secara terpisah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/2/2022).
JPU menyatakan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menghabisi nyawa orang lain secara bersama-sama. JPU meminta agar majelis hakim menghukum Fikri dengan hukuman enam tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana terhadap dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," kata JPU.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Eks Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar menegaskan, tidak sepakat dengan seluruh proses sidang kasus penembakan Laskar FPI tersebut. Pihak FPI dan keluarga korban menginginkan kasus itu digelar di pengadilan hak asasi manusia (HAM).
"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM. Itu saja satu-satunya keinginan kami dan keluarga korban," kata Aziz lewat pesan singkat, Selasa (22/2/2022).
Lantaran sidang tak digelar di pengadilan HAM, Aziz mewakili keluarga korban tak sepakat atas digelarnya sidang tersebut. "Dengan sidangnya saja tidak sepakat. Tentu sluruh prosesnya tidak sepakat," kata Aziz Yanuar.
Menurut Aziz, seharusnya penegak hukum menyadari adanya beragam luka pada tubuh korban sebagaimana dakwaan JPU. Aziz menegaskan dakwaan JPU itu menjadi bukti nyata adanya pelanggaran HAM berat atas insiden itu.
"Dakwaan yang disampaikan JPU itu membantah pernyataan Komnas HAM yang menyebut bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat," ujar Aziz Yanuar.
Diketahui tuntutan hukum terhadap kedua terdakwa dibacakan secara terpisah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/2/2022).
JPU menyatakan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menghabisi nyawa orang lain secara bersama-sama. JPU meminta agar majelis hakim menghukum Fikri dengan hukuman enam tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana terhadap dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," kata JPU.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(hab)