PTUN Kabulkan Gugatan Warga soal Banjir, DPRD DKI: Jadikan Momentum Perbaikan
loading...
A
A
A
Kent percaya, gugatan tersebut dilakukan warga karena ada rasa tidak percaya terhadap kinerja penanganan banjir oleh Pemprov DKI. Sebab mereka harus menderita akibat terkena dampak banjir yang tidak berkesudahan. Apalagi dalam masa Pandemi Covid-19 yang belum selesai, masyarakat dituntut untuk melakukan pola hidup sehat dan menjaga kebersihan diri.
Kent juga yakin gugatan tersebut tidak ada muatan politis, melainkan murni suara masyarakat yang resah terhadap bencana banjir yang kerap melanda.
"Jadi mengajukan gugatan ke PTUN bisa merupakan salah satu solusi untuk menjawab permasalahan di tengah masyarakat terkait pelayanan atau kebijakan yang tidak memihak kepada masyarakat. Hak menggugat adalah hak sikap warga negara dan juga hak-hak orang yang tinggal di Jakarta yang salah satunya adalah yang kerap selalu menjadi korban banjir," tutur Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.
Kent melihat Pemprov DKI tidak menjalankan amanat Pasal 147 ayat (3) huruf a dan c Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030. Dimana dinyatakan bahwa rencana pengembangan prasarana pengendalian daya rusak air di Kota Administrasi Jakarta Selatan dilaksanakan berdasarkan arahan antara lain berupa:
a. Pembangunan dan peningkatan kapasitas saluran drainase untuk mengatasi genangan air, terutama di Kecamatan Tebet, Mampang, Pondok Pinang, Bintaro, Kalibata, Pasar Jumat,
dan kawasan geografis cekungan/parkir air.
c. Normalisasi Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru, Kali Mampang, Kali Cideng, Kali Ciliwung dan Kali Sekretaris.
"Yang tercantum dalam Pasal 147 ayat (3) huruf a dan c Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 itu yang harus dikerjakan dan dijadikan prioritas. Tapi dari 2019 tidak pernah dikerjakan hingga selesai," tandasnya.
Dengan dikabulkannya gugatan tersebut Kent berharap bisa menjadi cerminan bahan introspeksi, agar penangangan banjir di Ibu Kota harus lebih serius dan lebih baik lagi ke depannya.
Pemprov DKI Jakarta dapat menjadikannya sebuah pelajaran berharga agar lebih memproritaskan program pengendalian banjir dalam agenda kerja tahunan secara serius, dan mendapat perhatian khusus agar warga tidak mengalami banjir kembali.
"Sebaiknya Pak Anies dan Pemprov DKI tidak perlu melawan putusan tersebut, karena bisa memperlama proses pengendalian banjir di wilayah itu, sehingga mengakibatkan masyarakat kembali menjadi korban," pungkasnya.
Kent juga yakin gugatan tersebut tidak ada muatan politis, melainkan murni suara masyarakat yang resah terhadap bencana banjir yang kerap melanda.
"Jadi mengajukan gugatan ke PTUN bisa merupakan salah satu solusi untuk menjawab permasalahan di tengah masyarakat terkait pelayanan atau kebijakan yang tidak memihak kepada masyarakat. Hak menggugat adalah hak sikap warga negara dan juga hak-hak orang yang tinggal di Jakarta yang salah satunya adalah yang kerap selalu menjadi korban banjir," tutur Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.
Kent melihat Pemprov DKI tidak menjalankan amanat Pasal 147 ayat (3) huruf a dan c Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030. Dimana dinyatakan bahwa rencana pengembangan prasarana pengendalian daya rusak air di Kota Administrasi Jakarta Selatan dilaksanakan berdasarkan arahan antara lain berupa:
a. Pembangunan dan peningkatan kapasitas saluran drainase untuk mengatasi genangan air, terutama di Kecamatan Tebet, Mampang, Pondok Pinang, Bintaro, Kalibata, Pasar Jumat,
dan kawasan geografis cekungan/parkir air.
c. Normalisasi Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru, Kali Mampang, Kali Cideng, Kali Ciliwung dan Kali Sekretaris.
"Yang tercantum dalam Pasal 147 ayat (3) huruf a dan c Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 itu yang harus dikerjakan dan dijadikan prioritas. Tapi dari 2019 tidak pernah dikerjakan hingga selesai," tandasnya.
Dengan dikabulkannya gugatan tersebut Kent berharap bisa menjadi cerminan bahan introspeksi, agar penangangan banjir di Ibu Kota harus lebih serius dan lebih baik lagi ke depannya.
Pemprov DKI Jakarta dapat menjadikannya sebuah pelajaran berharga agar lebih memproritaskan program pengendalian banjir dalam agenda kerja tahunan secara serius, dan mendapat perhatian khusus agar warga tidak mengalami banjir kembali.
"Sebaiknya Pak Anies dan Pemprov DKI tidak perlu melawan putusan tersebut, karena bisa memperlama proses pengendalian banjir di wilayah itu, sehingga mengakibatkan masyarakat kembali menjadi korban," pungkasnya.