Asal Usul Nama Pondok Gede yang Diambil dari Rumah Besar Milik Pendeta Belanda
loading...
A
A
A
Di kamar ini, aku dilahirkan
Di balai bambu buah tangan bapakku
Di rumah ini, aku dibesarkan
Dibelai mesra lentik jari Ibu
Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede
Rimbun dan anggun, ramah senyum penghuni dusun
JAKARTA-Sepenggal lirik lagu di atas yang dipopulerkan musisi Iwan Fals dengan judul “Ujung Aspal Pondok Gede” yang dirilis pada 1985, telah membuat nama Pondok Gede melampung ke seantero negeri. Iwan Fals dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa lagu itu ingin berpesan tentang peralihan daerah dari desa menjadi sebuah kota.
Lantas bagaimana sebenarnya asal usul nama Pondok Gede? Pondok Gede merupakan perbatasan antara Bekasi dan Jakarta. Secara administratif, Pondok Gede adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi. Awalnya Pondok Gede merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi sebelum masuk ke dalam wilayah Kota Bekasi. Pondok Gede mencakup wilayah Pondok Melati, Jatiwaringin, Jatiwarna, Jatiasih, Jatimakmur, Jatibening, Jatikarya, dan beberapa wilayah Jakasampurna di Bekasi.
Berdasarkan literatur-literatur sejarah yang dirangkum dari berbagai sumber, dahulu tepat dimana Plaza Pondok Gede berdiri saat ini terdapat sebuah bangunan besar yang menjadi cikal bakal nama Pondok Gede. Bangunan perpaduan gaya Eropa dan Jawa itu dibangun pada tahun 1775 oleh seorang pendeta asal Belanda bernama Johannes Hooyman.
Baca juga: Asal Usul Pasar Senen, Dulunya Bernama Vincke Passer dan Buka Hanya Hari Senin
Bentuk gedung tersebut sangat panjang dengan atap besar. Lantai satu dibangun dalam gaya Indonesia terbuka dengan serambi pada ketiga sisinya (joglo). Sementara bagian depan yang bertingkat dua, dibangun gaya tertutup Belanda. Rumah kombinasi dua gaya ini dulu sangat lazim pada rumah-rumah tuan tanah.
Menurut Adolf Heuken dalam bukunya Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, interior rumah ini pernah menunjukkan cita rasa tinggi. Plesteran terdapat pada beberapa ruangan dan serambi, ditambah aneka hiasan pada pintu dan kusen jendela. Karena bangunan ini cukup besar, warga sekitar sering menyebutnya dengan 'Pondok yang Gede' yang lambat laut hanya disebut dengan Pondok Gede.
Pada tahun 1800 bangunan ini dibeli lengkap dengan sebidang tanah luas di sekitarnya oleh Lendreet Miero alias Juda Leo Ezekiel. Ia kemudian merenovasi landhuis yang semula berbahan kayu jati menjadi bangunan beton bergaya Indies.
Miero adalah seorang Yahudi Polandia yang kaya raya. Namun saat datang ke Batavia, keadaan Leendert Miero sebenarnya lontang-lantung. Miero pertama kali datang ke Indonesia tahun 1775 sebagai seorang pria miskin karena hanya menjadi prajurit kecil di kerajaan Hidia Belanda.
Di balai bambu buah tangan bapakku
Di rumah ini, aku dibesarkan
Dibelai mesra lentik jari Ibu
Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede
Rimbun dan anggun, ramah senyum penghuni dusun
JAKARTA-Sepenggal lirik lagu di atas yang dipopulerkan musisi Iwan Fals dengan judul “Ujung Aspal Pondok Gede” yang dirilis pada 1985, telah membuat nama Pondok Gede melampung ke seantero negeri. Iwan Fals dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa lagu itu ingin berpesan tentang peralihan daerah dari desa menjadi sebuah kota.
Lantas bagaimana sebenarnya asal usul nama Pondok Gede? Pondok Gede merupakan perbatasan antara Bekasi dan Jakarta. Secara administratif, Pondok Gede adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi. Awalnya Pondok Gede merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi sebelum masuk ke dalam wilayah Kota Bekasi. Pondok Gede mencakup wilayah Pondok Melati, Jatiwaringin, Jatiwarna, Jatiasih, Jatimakmur, Jatibening, Jatikarya, dan beberapa wilayah Jakasampurna di Bekasi.
Berdasarkan literatur-literatur sejarah yang dirangkum dari berbagai sumber, dahulu tepat dimana Plaza Pondok Gede berdiri saat ini terdapat sebuah bangunan besar yang menjadi cikal bakal nama Pondok Gede. Bangunan perpaduan gaya Eropa dan Jawa itu dibangun pada tahun 1775 oleh seorang pendeta asal Belanda bernama Johannes Hooyman.
Baca juga: Asal Usul Pasar Senen, Dulunya Bernama Vincke Passer dan Buka Hanya Hari Senin
Bentuk gedung tersebut sangat panjang dengan atap besar. Lantai satu dibangun dalam gaya Indonesia terbuka dengan serambi pada ketiga sisinya (joglo). Sementara bagian depan yang bertingkat dua, dibangun gaya tertutup Belanda. Rumah kombinasi dua gaya ini dulu sangat lazim pada rumah-rumah tuan tanah.
Menurut Adolf Heuken dalam bukunya Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, interior rumah ini pernah menunjukkan cita rasa tinggi. Plesteran terdapat pada beberapa ruangan dan serambi, ditambah aneka hiasan pada pintu dan kusen jendela. Karena bangunan ini cukup besar, warga sekitar sering menyebutnya dengan 'Pondok yang Gede' yang lambat laut hanya disebut dengan Pondok Gede.
Pada tahun 1800 bangunan ini dibeli lengkap dengan sebidang tanah luas di sekitarnya oleh Lendreet Miero alias Juda Leo Ezekiel. Ia kemudian merenovasi landhuis yang semula berbahan kayu jati menjadi bangunan beton bergaya Indies.
Miero adalah seorang Yahudi Polandia yang kaya raya. Namun saat datang ke Batavia, keadaan Leendert Miero sebenarnya lontang-lantung. Miero pertama kali datang ke Indonesia tahun 1775 sebagai seorang pria miskin karena hanya menjadi prajurit kecil di kerajaan Hidia Belanda.