Asal Usul Nama Pondok Gede yang Diambil dari Rumah Besar Milik Pendeta Belanda
loading...
A
A
A
Saat itu, Miero menyembunyikan indentitasnya sebagai Yahudi. Pasalnya Belanda yang kala itu dinakhodai oleh dua perusahaan eksploitasi terbesarnya, the Dutch East India Compani (VOC) dan the Dutch West India Company (WIC), melarang adanya bangsa Yahudi untuk bekerja.
Identitasnya tersebut disembunyikan oleh Miero selama puluhan tahun hingga pada akhirnya pada tahun 1728 Miero membongkar indentitasnya tepat setelah Belanda mengizinkan orang Yahudi berkongsi dalam perekonomian dan pemerintahan mereka.
Sejak saat itu, nasib miero mulai berubah drastis. Ia mulai membangun kerajaan bisnisnya dengan menjadi seorang juragan emas sekaligus rentenir di Batavia. Ia memiliki toko di Molenvliet West, sekarang menjadi Jalan Gajah Mada, Jakarta pusat, serta satu rumah mewah yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional.
Dari hasil berdagang itulah ia bisa membeli sebidang tanah luas lengkap dengan rumah besar yang dibangun Johannes Hooyman. Survei arkeologi pernah dilakukan pada Januari 1988. Dari survei itu diketahui bahwa luas tanahnya tersebut mencapai 325 hektare, dimana semula merupakan perkebunan sereh.
Setelah berpindah tangan ke CV Handel, beralih menjadi perkebunan karet. Pada 1946 berpindah tangan lagi ke NV Pago Rado dan pada 1962 dibeli oleh TNI AU (Inkopau). Sampai 1992 bangunan itu masih ada. Namun kemudian dibongkar untuk digantikan sebuah gedung pertokoan modern yang kini bernama Plaza Pondok Gede.
Bangunan besar tersebut memang sudah lenyap. Namun nama Pondok Gede tetap abadi sebagai nama jalan penghubung antara wilayah Jakarta dan Bekasi. Pondok Gede kini menjadi kawasan penting bukan hanya bagi warga jakarta, tetapi dalam skala nasional, kerena di kawasan ini berdiri Asrama Haji yang menampung jamaah haji Indonesia.
Identitasnya tersebut disembunyikan oleh Miero selama puluhan tahun hingga pada akhirnya pada tahun 1728 Miero membongkar indentitasnya tepat setelah Belanda mengizinkan orang Yahudi berkongsi dalam perekonomian dan pemerintahan mereka.
Sejak saat itu, nasib miero mulai berubah drastis. Ia mulai membangun kerajaan bisnisnya dengan menjadi seorang juragan emas sekaligus rentenir di Batavia. Ia memiliki toko di Molenvliet West, sekarang menjadi Jalan Gajah Mada, Jakarta pusat, serta satu rumah mewah yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional.
Dari hasil berdagang itulah ia bisa membeli sebidang tanah luas lengkap dengan rumah besar yang dibangun Johannes Hooyman. Survei arkeologi pernah dilakukan pada Januari 1988. Dari survei itu diketahui bahwa luas tanahnya tersebut mencapai 325 hektare, dimana semula merupakan perkebunan sereh.
Setelah berpindah tangan ke CV Handel, beralih menjadi perkebunan karet. Pada 1946 berpindah tangan lagi ke NV Pago Rado dan pada 1962 dibeli oleh TNI AU (Inkopau). Sampai 1992 bangunan itu masih ada. Namun kemudian dibongkar untuk digantikan sebuah gedung pertokoan modern yang kini bernama Plaza Pondok Gede.
Bangunan besar tersebut memang sudah lenyap. Namun nama Pondok Gede tetap abadi sebagai nama jalan penghubung antara wilayah Jakarta dan Bekasi. Pondok Gede kini menjadi kawasan penting bukan hanya bagi warga jakarta, tetapi dalam skala nasional, kerena di kawasan ini berdiri Asrama Haji yang menampung jamaah haji Indonesia.
(thm)