Menara Syahbandar, Larik Sejarah di Tengah Angkuh Ibu Kota (1)
loading...
A
A
A
Saat memasuki halaman depan yang menjadi parkiran kendaraan, pengunjung akan disambut empat meriam dan jangkar kapal setinggi sekitar 3 meter peninggalan Hindia Belanda. Di samping kanan jangkar terdapat penjara bawah tanah yang dulu pernah digunakan di zaman penjajahan Hindia Belanda dan masa pendudukan Jepang.
Di parkiran Menara Syahbandar, pengunjung bisa melihat dua prasasti peresmian yang ditandatangani oleh Ali Sadikin selaku gubernur DKI Jakarta kala itu. Masing-masing yakni prasasti bertuliskan "Peresmian Pemugaran Museum Bahari dan Lingkungan Bersejarah Sunda Kelapa" yang diteken Ali Sadikin pada 13 Desember 1976; dan prasasti "Museum Bahari" yang ditandatangani Ali Sadikin pada 7 Juli 1977.
Menara Syahbandar Jakarta di masa sekarang.
Bangunan gedung utama berlantai tiga dengan tinggi 18 meter, terlihat masih kokoh dan gagah. Pada gedung utama terdapat tiga ruangan, yakni ruang Menara Syahbandar (sebelah kanan), ruang Mercusuar (tengah), dan tersambung dengan satu ruangan tanpa plang nama yang kini menjadi ruang koleksi. Gedung utama dengan kemiringan sekitar 17 derajat ke arah selatan inilah yang kadang disebut sebagai "Menara Pisa Jakarta", lantaran sama miringnya dengan Menara Pisa, di Italia.
baca juga: Di Era Gubernur DKI Jakarta Ini Monas dan Patung Selamat Datang Dibangun
Di dalam kompleks Menara Syahbandar juga masih terdapat dua batu prasasti bertuliskan aksara Cina. Prasasti pertama berukuran persegi empat yang berada di Gedung Tera (kini menjadi ruang koleksi). Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, tulisan dalam prasasti ini kurang lebih, "Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan serta di sinilah titik nol Jakarta". Kedua, prasasti berukuran persegi panjang yang berada di lantai 1 Ruang Menara Syahbandar, yang arti tulisannya kurang lebih, "Prasasti Kedatangan Saudagar Cina Abad ke-17".
“Batu prasasti di dalam kompleks Menara Syahbandar itulah penanda titik nol kilometer Jakarta. Menara itu juga bagian dari Kompleks Museum Bahari (Kebaharian)," jelas Kasubag TU Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta, Mis Ari saat berbincang dengan KORAN SINDO, di ruang kerjanya, belum lama ini.
Arsip berupa foto petugas meneropong
dari atas Menara Syahbandar Jakarta,
sekitar 1920
Berikutnya yang tak kalah menarik, di tiga ruang koleksi area Menara Syahbandar, terdapat lukisan kondisi Kota Tua Jakarta, lukisan Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Governours House Within The Castle masa silam serta empat peta kuno. Juga ada peninggalan benda-benda lama, di antaranya dua teropong, dua binvocular, kaca lensa lampu berputar, lampu suar kristal, lampu mercusuar, lensa frensel, kompas, Batu Duga (alat navigasi konvensional berfungsi mengukur kedalaman laut), serta Tung Woo Masthead Light (lampu tiang utama untuk navigasi yang diproduksi Tung Woo, Ltd, yang berbasis di Hongkong dan sudah beroperasi sejak 1800-an).
baca juga: Anies Ceritakan 76 Tahun Lalu Separuh Warga Jakarta Pernah Berkumpul di Monas
Di parkiran Menara Syahbandar, pengunjung bisa melihat dua prasasti peresmian yang ditandatangani oleh Ali Sadikin selaku gubernur DKI Jakarta kala itu. Masing-masing yakni prasasti bertuliskan "Peresmian Pemugaran Museum Bahari dan Lingkungan Bersejarah Sunda Kelapa" yang diteken Ali Sadikin pada 13 Desember 1976; dan prasasti "Museum Bahari" yang ditandatangani Ali Sadikin pada 7 Juli 1977.
Menara Syahbandar Jakarta di masa sekarang.
Bangunan gedung utama berlantai tiga dengan tinggi 18 meter, terlihat masih kokoh dan gagah. Pada gedung utama terdapat tiga ruangan, yakni ruang Menara Syahbandar (sebelah kanan), ruang Mercusuar (tengah), dan tersambung dengan satu ruangan tanpa plang nama yang kini menjadi ruang koleksi. Gedung utama dengan kemiringan sekitar 17 derajat ke arah selatan inilah yang kadang disebut sebagai "Menara Pisa Jakarta", lantaran sama miringnya dengan Menara Pisa, di Italia.
baca juga: Di Era Gubernur DKI Jakarta Ini Monas dan Patung Selamat Datang Dibangun
Di dalam kompleks Menara Syahbandar juga masih terdapat dua batu prasasti bertuliskan aksara Cina. Prasasti pertama berukuran persegi empat yang berada di Gedung Tera (kini menjadi ruang koleksi). Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, tulisan dalam prasasti ini kurang lebih, "Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan serta di sinilah titik nol Jakarta". Kedua, prasasti berukuran persegi panjang yang berada di lantai 1 Ruang Menara Syahbandar, yang arti tulisannya kurang lebih, "Prasasti Kedatangan Saudagar Cina Abad ke-17".
“Batu prasasti di dalam kompleks Menara Syahbandar itulah penanda titik nol kilometer Jakarta. Menara itu juga bagian dari Kompleks Museum Bahari (Kebaharian)," jelas Kasubag TU Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta, Mis Ari saat berbincang dengan KORAN SINDO, di ruang kerjanya, belum lama ini.
Arsip berupa foto petugas meneropong
dari atas Menara Syahbandar Jakarta,
sekitar 1920
Berikutnya yang tak kalah menarik, di tiga ruang koleksi area Menara Syahbandar, terdapat lukisan kondisi Kota Tua Jakarta, lukisan Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Governours House Within The Castle masa silam serta empat peta kuno. Juga ada peninggalan benda-benda lama, di antaranya dua teropong, dua binvocular, kaca lensa lampu berputar, lampu suar kristal, lampu mercusuar, lensa frensel, kompas, Batu Duga (alat navigasi konvensional berfungsi mengukur kedalaman laut), serta Tung Woo Masthead Light (lampu tiang utama untuk navigasi yang diproduksi Tung Woo, Ltd, yang berbasis di Hongkong dan sudah beroperasi sejak 1800-an).
baca juga: Anies Ceritakan 76 Tahun Lalu Separuh Warga Jakarta Pernah Berkumpul di Monas