Derita Kanker Stadium 3, Bocah 7 Tahun Warga Tangsel Ini Butuh Biaya
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Seorang bocah laki-laki bernama M Boni Alviano (7) hanya bisa terbaring lemah di rumah kontrakan yang ditempati kedua orang tuanya di Jalan H Som, RT03/01, Pondok Pucung, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel). Boni menderita kanker ganas stadium 3 rabdomiosarkoma yang membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya.
Boni merupakan putra bungsu dari empat bersaudara pasangan suami istri, Boy Nalriska (39) dan Anita Palyani (37). Boy menuturkan, awalnya mulanya sang anak yang saat itu tinggal bersama neneknya di Kampung Babakan Girang, Desa Nayagati, Lebak, Banten, mengalami sakit gigi, kepala pusing dan tiba-tiba mengeluarkan darah di hidung.
"Dalam waktu 15 hari, penyakit anak saya ini tidak kunjung sembuh. Sebaliknya, malah semakin parah, mata, pipi, dan rahang mulut bagian atasnya jadi bengkak-bengkak," kata Boy saat ditemui di rumah kontrakannya pada Jumat (29/5/2020). (Baca: Wartawan Detik Diteror, Forum Pemred Desak Polisi Bertindak)
Sejak saat itu, siswa kelas 1 SDN di Rangkas Bitung, Leuwidamar, Kampung Babakan Girang, Desa Nayagati, Lebak, Banten, ini pun tidak pernah masuk sekolah lagi. Kondisinya saat ini, sudah berubah jauh dari sebelum dia sakit gigi pada Februari 2020. Tengkorak kepala bagian depan dan bagian depan wajahnya kian membengkak dan indra penglihatannya sudah tak berfungsi.
Bocah yang dahulu dikenal sangat aktif dan tidak bisa diam ini, dalam beberapa bulan saja sudah menjadi lumpuh. Tubuhnya juga menjadi kurus kering, pasrah menanti nasib.Boy menuturkan, Boni sempat mendapatkan tindakan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sejak 17 Maret hingga 17 Mei 2020 lalu.
Sejak dirawat itulah, pembengkakannya jadi parah. Untuk bernapas, Doni mendapatkan bantuan alat pernapasan dari selang yang dimasukan lewat leher. Makan pun demikian, dimasukan selang dari mulut. Namun karena sulit, akhirnya langsung dimasukan dari lambung.
Dokter memvonis, Boni menderita kanker ganas stadium 3 rabdomiosarkoma. Penyakit yang memiliki kadar kesembuhan 3 dari 10 setelah dioperasi ini, bukan perkara mudah yang bisa dijinakkan, apalagi disembuhkan.
"Kata dokter tumor ganas, rabdomiosarkoma stadium 3. Sekarang kita lagi menjalani kemoterapi. Kita disuruh rawat jalan, karena saat ini masa pandemi Covid-19," paparnya.
Selama dirawat di rumah, Doni tetap berada dalam pengawasan RSCM. Hanya saja, setiap kali pulang dari kemo, tubuhnya panas hingga 1 minggu, dan bisa menghabiskan berbotol-botol sanmol obat penurun panas.
Kondisi Doni pun mulai membaik. Mulutnya sudah mulai bisa bergerak dari yang sebelumnya kaku. Pembengkakan di bagian depan kepala dan wajahnya pun menciut. Doni pun siap menjalani operasi pertama.
"Rasanya kita kayak divonis hukuman mati sendiri. Enggak percaya dan enggak pernah terbayangkan. Apalagi anaknya aktif banget, dan jarang sakit. Makanya kaget tiba-tiba kayak begini. Bisa parah begini," ungkapnya.
Jika sesuai jadwal, setelah 11 minggu kemo, dan kondisi Doni sudah membaik, Boni harus menjalani operasi pertama. Pihak dokter pun mewanti-wanti biaya operasi itu. "Saya takutnya pas operasi nanti, apakah ini tercover BPJS atau tidak. Kalau dokter bilang, tanpa BPJS biayanya Rp100 juta keatas. Sedang untuk keperluan di RS selama 2 bulan saja, sudah habis Rp20 juta," sambungnya.
Boy mengaku pasrah jika ternyata operasi putra bungsunya tidak tercover BPJS. Apalagi, kerjanya hanya sopir angkot D-09 Bintaro Plaza-Sektor 9. "Apapun pasti saya lakukan bagi anak saya agar bisa dioperasi. Tetapi, rumah sama kebun dan orang-orangnya dijual juga enggak bakal cukup untuk biaya operasi. Di sini saja kita ngontrak sudah 4 tahun," ungkapnya.
Dirinya pun hanya bisa pasrah kepada Allah SWT. Tetapi jika ada yang ingin memberi pinjaman untuk biaya operasi Boni, dirinya akan sangat bersyukur dan menerimanya.
"Harapan kita sama donatur. Semoga mereka bisa mengulurman tangannya untuk membantu anak kami. Mungkin kita tidak bisa membalas kebaikannya, hanya Allah SWT yang bisa membalasnya," sambung Boy.
Bagi donatur yang terketuk membantu Doni dan keluarganya, bisa mengirim donasi ke nomor rekening BRI 8001192719507 atas nama Boy Nalriska atau bisa menghubungi Boy langsung di no telepon 083805418038.
Boni merupakan putra bungsu dari empat bersaudara pasangan suami istri, Boy Nalriska (39) dan Anita Palyani (37). Boy menuturkan, awalnya mulanya sang anak yang saat itu tinggal bersama neneknya di Kampung Babakan Girang, Desa Nayagati, Lebak, Banten, mengalami sakit gigi, kepala pusing dan tiba-tiba mengeluarkan darah di hidung.
"Dalam waktu 15 hari, penyakit anak saya ini tidak kunjung sembuh. Sebaliknya, malah semakin parah, mata, pipi, dan rahang mulut bagian atasnya jadi bengkak-bengkak," kata Boy saat ditemui di rumah kontrakannya pada Jumat (29/5/2020). (Baca: Wartawan Detik Diteror, Forum Pemred Desak Polisi Bertindak)
Sejak saat itu, siswa kelas 1 SDN di Rangkas Bitung, Leuwidamar, Kampung Babakan Girang, Desa Nayagati, Lebak, Banten, ini pun tidak pernah masuk sekolah lagi. Kondisinya saat ini, sudah berubah jauh dari sebelum dia sakit gigi pada Februari 2020. Tengkorak kepala bagian depan dan bagian depan wajahnya kian membengkak dan indra penglihatannya sudah tak berfungsi.
Bocah yang dahulu dikenal sangat aktif dan tidak bisa diam ini, dalam beberapa bulan saja sudah menjadi lumpuh. Tubuhnya juga menjadi kurus kering, pasrah menanti nasib.Boy menuturkan, Boni sempat mendapatkan tindakan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sejak 17 Maret hingga 17 Mei 2020 lalu.
Sejak dirawat itulah, pembengkakannya jadi parah. Untuk bernapas, Doni mendapatkan bantuan alat pernapasan dari selang yang dimasukan lewat leher. Makan pun demikian, dimasukan selang dari mulut. Namun karena sulit, akhirnya langsung dimasukan dari lambung.
Dokter memvonis, Boni menderita kanker ganas stadium 3 rabdomiosarkoma. Penyakit yang memiliki kadar kesembuhan 3 dari 10 setelah dioperasi ini, bukan perkara mudah yang bisa dijinakkan, apalagi disembuhkan.
"Kata dokter tumor ganas, rabdomiosarkoma stadium 3. Sekarang kita lagi menjalani kemoterapi. Kita disuruh rawat jalan, karena saat ini masa pandemi Covid-19," paparnya.
Selama dirawat di rumah, Doni tetap berada dalam pengawasan RSCM. Hanya saja, setiap kali pulang dari kemo, tubuhnya panas hingga 1 minggu, dan bisa menghabiskan berbotol-botol sanmol obat penurun panas.
Kondisi Doni pun mulai membaik. Mulutnya sudah mulai bisa bergerak dari yang sebelumnya kaku. Pembengkakan di bagian depan kepala dan wajahnya pun menciut. Doni pun siap menjalani operasi pertama.
"Rasanya kita kayak divonis hukuman mati sendiri. Enggak percaya dan enggak pernah terbayangkan. Apalagi anaknya aktif banget, dan jarang sakit. Makanya kaget tiba-tiba kayak begini. Bisa parah begini," ungkapnya.
Jika sesuai jadwal, setelah 11 minggu kemo, dan kondisi Doni sudah membaik, Boni harus menjalani operasi pertama. Pihak dokter pun mewanti-wanti biaya operasi itu. "Saya takutnya pas operasi nanti, apakah ini tercover BPJS atau tidak. Kalau dokter bilang, tanpa BPJS biayanya Rp100 juta keatas. Sedang untuk keperluan di RS selama 2 bulan saja, sudah habis Rp20 juta," sambungnya.
Boy mengaku pasrah jika ternyata operasi putra bungsunya tidak tercover BPJS. Apalagi, kerjanya hanya sopir angkot D-09 Bintaro Plaza-Sektor 9. "Apapun pasti saya lakukan bagi anak saya agar bisa dioperasi. Tetapi, rumah sama kebun dan orang-orangnya dijual juga enggak bakal cukup untuk biaya operasi. Di sini saja kita ngontrak sudah 4 tahun," ungkapnya.
Dirinya pun hanya bisa pasrah kepada Allah SWT. Tetapi jika ada yang ingin memberi pinjaman untuk biaya operasi Boni, dirinya akan sangat bersyukur dan menerimanya.
"Harapan kita sama donatur. Semoga mereka bisa mengulurman tangannya untuk membantu anak kami. Mungkin kita tidak bisa membalas kebaikannya, hanya Allah SWT yang bisa membalasnya," sambung Boy.
Bagi donatur yang terketuk membantu Doni dan keluarganya, bisa mengirim donasi ke nomor rekening BRI 8001192719507 atas nama Boy Nalriska atau bisa menghubungi Boy langsung di no telepon 083805418038.
(hab)