Kisah Musdalifah Korban Penggusuran Kampung Akuarium: Tanpa Listrik, Kehujanan, hingga Digigit Tikus saat Tidur

Jum'at, 20 Agustus 2021 - 15:27 WIB
loading...
Kisah Musdalifah Korban Penggusuran Kampung Akuarium: Tanpa Listrik, Kehujanan, hingga Digigit Tikus saat Tidur
Tepat pada 17 Agustus 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan Kampung Susun Akuarium yang berada di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara. Foto: SINDOnews/Yohannes Tobing
A A A
JAKARTA - Tepat pada 17 Agustus 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan Kampung Susun Akuarium yang berada di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara.

Pada kesempatan itu, Anies secara simbolis menyerahkan kunci rumah kepada salah satu perwakilan warga sebagai tanda bahwa Kampung Susun Akuarium telah bisa dihuni.



Bicara tentang Kampung Susun Akuarium yang dulunya memiliki nama Kampung Akuarium, memiliki sebuah perjalanan panjang khususnya bagi warga yang selama ini bertahan setelah digusur pada masa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Seperti diceritakan salah satu warga Kampung Susun Akuarium bernama Musdalifah (31). Ibu dua anak ini memiliki kisah setelah digusur hingga nasibnya tidak menentu selama bertahun tahun.

Kisah Musdalifah Korban Penggusuran Kampung Akuarium: Tanpa Listrik, Kehujanan, hingga Digigit Tikus saat Tidur


Musdalifah bercerita jika dirinya pernah merasakan pahitnya menjadi korban penggusuran yang terjadi pada 11 April 2016 silam tersebut, dimana tidak mendapatkan sosialisasi perihal penggusuran.

Akhirnya dirinya bersama suami serta anak dan tetangga yang bertahan, terpaksa bertahan di lokasi dengan tenda seadanya bahkan, sangat rapuh. “Karena bingung mau tinggal di mana. Tadinya numpang dulu ke rumah kakak saya, tapi pas di sini ada tenda ya sudah, saya tinggal di tenda sini aja, bareng sama warga lain,” ucapnya.


Hampir dua tahun lamanya, Musdalifah harus merasakan pahitnya dari sebuah kehidupan dengan tinggal di tenda yang beralaskan puing-puing sisa penggusuran. “Itu ngerasain panas, kehujanan, apalagi pas angin gede itu kita enggak bisa tidur, sama-sama pegangan tiang aja. Satu tenda itu kan ada yang enam keluarga, tujuh keluarga,” tuturnya.

Tidak sampai di situ, dirinya juga harus bertahan dengan minimnya fasilitas pendukung, seperti air dan listrik, yang hanya sebuah angan-angan belaka. "Jadi kalau malem ngandelinnya lampu minyak aja. Kita ngarepnya cepet subuh aja supaya bisa ada matahari,” ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1651 seconds (0.1#10.140)