Kisah Musdalifah Korban Penggusuran Kampung Akuarium: Tanpa Listrik, Kehujanan, hingga Digigit Tikus saat Tidur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tepat pada 17 Agustus 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan Kampung Susun Akuarium yang berada di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara.
Pada kesempatan itu, Anies secara simbolis menyerahkan kunci rumah kepada salah satu perwakilan warga sebagai tanda bahwa Kampung Susun Akuarium telah bisa dihuni.
Bicara tentang Kampung Susun Akuarium yang dulunya memiliki nama Kampung Akuarium, memiliki sebuah perjalanan panjang khususnya bagi warga yang selama ini bertahan setelah digusur pada masa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Seperti diceritakan salah satu warga Kampung Susun Akuarium bernama Musdalifah (31). Ibu dua anak ini memiliki kisah setelah digusur hingga nasibnya tidak menentu selama bertahun tahun.
Musdalifah bercerita jika dirinya pernah merasakan pahitnya menjadi korban penggusuran yang terjadi pada 11 April 2016 silam tersebut, dimana tidak mendapatkan sosialisasi perihal penggusuran.
Akhirnya dirinya bersama suami serta anak dan tetangga yang bertahan, terpaksa bertahan di lokasi dengan tenda seadanya bahkan, sangat rapuh. “Karena bingung mau tinggal di mana. Tadinya numpang dulu ke rumah kakak saya, tapi pas di sini ada tenda ya sudah, saya tinggal di tenda sini aja, bareng sama warga lain,” ucapnya.
Hampir dua tahun lamanya, Musdalifah harus merasakan pahitnya dari sebuah kehidupan dengan tinggal di tenda yang beralaskan puing-puing sisa penggusuran. “Itu ngerasain panas, kehujanan, apalagi pas angin gede itu kita enggak bisa tidur, sama-sama pegangan tiang aja. Satu tenda itu kan ada yang enam keluarga, tujuh keluarga,” tuturnya.
Tidak sampai di situ, dirinya juga harus bertahan dengan minimnya fasilitas pendukung, seperti air dan listrik, yang hanya sebuah angan-angan belaka. "Jadi kalau malem ngandelinnya lampu minyak aja. Kita ngarepnya cepet subuh aja supaya bisa ada matahari,” ujarnya.
Musdalifah juga mengenang selama tinggal di tenda darurat tidak jarang banyak warga yang merasakan digigit tikus karena tidur di tempat yang bisa dikatakan tidak layak.
Beberapa kali ia terbangun karena mendapati tangan berdarah digigit tikus. Dua tahun lewat, akhirnya kehidupan mulai berangsur membaik usai pemerintah menyediakan shelter. Bahkan fasilitas pendukung lainnya kembali diaktifkan.
“Kalau di shelter alhamdulillah. Begitu masuk di shelter ada identitas diaktifkan, air ada, listrik ada, semua ada,” tuturnya.
Musdalifah bersama keluarga bertahan di lokasi penggusuran karena pekerjaan suami yang dekat. “Kalau seandainya ditempatkan di Rusun Marunda atau Rusun Cakung itu terlalu jauh buat kerja. Sedangkan penghasilan aja sehari cuma berapa. Kalau buat bolak balik ongkos enggak cukup,” urai Musdalifah.
Lima tahun lebih penderitaan Musdalifah dan warga lainnya telah berlalu. Dalam waktu dekat warga segera menempati Kampung Susun Akuarium yang terdiri dari dua blok bangunan 5 lantai dengan 107 unit hunian.
Musdalifah mengaku bisa bernapas lega selama berjuang dan bertahan di lokasi yang akhirnya membuahkan hasil yang manis. Musdalifah mendapat unit di lantai 3 Blok D Kampung Susun Akurium.
“Saya sangat bahagia, senang, haru. Karena impian yang kita nantikan selama 5 tahun itu akhirnya jadi kenyataan. Sudah sempat melihat ke dalamnya, senang. Karena itu sesuai konsep warga juga ya. Jadi ya alhamdulillah hasilnya memang bagus,” tuturnya.
Kini seluruh warga Kampung Akuarium yang lain sedang bersiap mengemasi barang-barang untuk segera menempati unit Kampung Susun Akuarium dalam waktu dekat.
Pada kesempatan itu, Anies secara simbolis menyerahkan kunci rumah kepada salah satu perwakilan warga sebagai tanda bahwa Kampung Susun Akuarium telah bisa dihuni.
Bicara tentang Kampung Susun Akuarium yang dulunya memiliki nama Kampung Akuarium, memiliki sebuah perjalanan panjang khususnya bagi warga yang selama ini bertahan setelah digusur pada masa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Seperti diceritakan salah satu warga Kampung Susun Akuarium bernama Musdalifah (31). Ibu dua anak ini memiliki kisah setelah digusur hingga nasibnya tidak menentu selama bertahun tahun.
Musdalifah bercerita jika dirinya pernah merasakan pahitnya menjadi korban penggusuran yang terjadi pada 11 April 2016 silam tersebut, dimana tidak mendapatkan sosialisasi perihal penggusuran.
Akhirnya dirinya bersama suami serta anak dan tetangga yang bertahan, terpaksa bertahan di lokasi dengan tenda seadanya bahkan, sangat rapuh. “Karena bingung mau tinggal di mana. Tadinya numpang dulu ke rumah kakak saya, tapi pas di sini ada tenda ya sudah, saya tinggal di tenda sini aja, bareng sama warga lain,” ucapnya.
Hampir dua tahun lamanya, Musdalifah harus merasakan pahitnya dari sebuah kehidupan dengan tinggal di tenda yang beralaskan puing-puing sisa penggusuran. “Itu ngerasain panas, kehujanan, apalagi pas angin gede itu kita enggak bisa tidur, sama-sama pegangan tiang aja. Satu tenda itu kan ada yang enam keluarga, tujuh keluarga,” tuturnya.
Tidak sampai di situ, dirinya juga harus bertahan dengan minimnya fasilitas pendukung, seperti air dan listrik, yang hanya sebuah angan-angan belaka. "Jadi kalau malem ngandelinnya lampu minyak aja. Kita ngarepnya cepet subuh aja supaya bisa ada matahari,” ujarnya.
Musdalifah juga mengenang selama tinggal di tenda darurat tidak jarang banyak warga yang merasakan digigit tikus karena tidur di tempat yang bisa dikatakan tidak layak.
Beberapa kali ia terbangun karena mendapati tangan berdarah digigit tikus. Dua tahun lewat, akhirnya kehidupan mulai berangsur membaik usai pemerintah menyediakan shelter. Bahkan fasilitas pendukung lainnya kembali diaktifkan.
“Kalau di shelter alhamdulillah. Begitu masuk di shelter ada identitas diaktifkan, air ada, listrik ada, semua ada,” tuturnya.
Musdalifah bersama keluarga bertahan di lokasi penggusuran karena pekerjaan suami yang dekat. “Kalau seandainya ditempatkan di Rusun Marunda atau Rusun Cakung itu terlalu jauh buat kerja. Sedangkan penghasilan aja sehari cuma berapa. Kalau buat bolak balik ongkos enggak cukup,” urai Musdalifah.
Lima tahun lebih penderitaan Musdalifah dan warga lainnya telah berlalu. Dalam waktu dekat warga segera menempati Kampung Susun Akuarium yang terdiri dari dua blok bangunan 5 lantai dengan 107 unit hunian.
Musdalifah mengaku bisa bernapas lega selama berjuang dan bertahan di lokasi yang akhirnya membuahkan hasil yang manis. Musdalifah mendapat unit di lantai 3 Blok D Kampung Susun Akurium.
“Saya sangat bahagia, senang, haru. Karena impian yang kita nantikan selama 5 tahun itu akhirnya jadi kenyataan. Sudah sempat melihat ke dalamnya, senang. Karena itu sesuai konsep warga juga ya. Jadi ya alhamdulillah hasilnya memang bagus,” tuturnya.
Kini seluruh warga Kampung Akuarium yang lain sedang bersiap mengemasi barang-barang untuk segera menempati unit Kampung Susun Akuarium dalam waktu dekat.
(thm)