Polres Depok Bongkar Sindikat Pemalsuan Suket Swab Antigen, Begini Modusnya
loading...
A
A
A
DEPOK - Sindikat pemalsuan surat keterangan (suket) swab antigen ditangkap oleh Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Depok . Mereka adalah AS (31), M (32), AK (27), R (30), NN (35) dan AR (25). Modusnya adalah memanfaatkan orang-orang yang memerlukan suket untuk berbagai keperluan. Rata-rata banyak warga menggunakan jasa mereka untuk keperluan pekerjaan.
Pelaku utama yaitu AS dan M memalsukan surat dengan mencatut sebuah klinik di Sukatani, Tapos, Depok. Mereka membuat persis seperti asli dengan mencantumkan alamat, logo bahkan nama dokter dengan stempel. Namun, suket yang dikeluarkan tidak dilengkapi barcode.
Baca juga: Sambut HUT Bhayangkara ke-75, Polres Depok Sebar Paket Sembako
Komplotan ini diamankan dari hasil laporan warga yang curiga dengan keaslian surat tersebut. Setelah didalami benar saja bahwa surat tersebut palsu. “Modusnya si pengguna ini membutuhkan swab antigen tapi harus dinyatakan negatif,” kata Kapolrestro Depok Kombes Pol Imran Edwin Siregar, Selasa (27/7/2021).
Kondisi ini dimanfaatkan oleh dua pelaku. Mereka mendapat uang dari pembuatan suket palsu. AS dan M mematok harga Rp50 ribu per lembar suket. Keduanya tidak bertemu langsung dengan pembeli surat melainkan melalui perantara yaitu R dan NN yang mematok harga Rp175 ribu per lembar.
Saat dicek ke klinik yang dimaksud ternyata surat tersebut palsu. “Perusahaan mengonfirmasi kepada klinik, ada atau tidak antigen atas nama yang bersangkutan ternyata tidak ada. Yang asli kan pakai barcode. Ini tidak ada barcode,” ungkapnya.
Baca juga: Corona Melonjak, Diikuti Meningkatnya Masyarakat Tes PCR dan Swab Antigen
Sindikat ini bekerja dengan cara membagi peran. AS dan M mencetak suket palsu. R dan NN menjadi perantara. Sedangkan, AR dan AK adalah yang memesan suket palsu untuk keperluan bekerja. “Keperluannya bermacam-macam. Ada yang melamar pekerjaan, ada yang kebutuhan RS untuk mendapatkan surat ini,” ujar Imran.
Sejak 1,5 bulan beroperasi sindikat ini sudah mencetak 80 lembar suket palsu. Atas perbuatannya mereka dijerat pasal 263 juncto 55 56 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara.
Lihat Juga: 8 Tersangka Sindikat Penjual Bayi di Depok Terancam 15 Tahun Penjara dan Denda Rp600 Juta
Pelaku utama yaitu AS dan M memalsukan surat dengan mencatut sebuah klinik di Sukatani, Tapos, Depok. Mereka membuat persis seperti asli dengan mencantumkan alamat, logo bahkan nama dokter dengan stempel. Namun, suket yang dikeluarkan tidak dilengkapi barcode.
Baca juga: Sambut HUT Bhayangkara ke-75, Polres Depok Sebar Paket Sembako
Komplotan ini diamankan dari hasil laporan warga yang curiga dengan keaslian surat tersebut. Setelah didalami benar saja bahwa surat tersebut palsu. “Modusnya si pengguna ini membutuhkan swab antigen tapi harus dinyatakan negatif,” kata Kapolrestro Depok Kombes Pol Imran Edwin Siregar, Selasa (27/7/2021).
Kondisi ini dimanfaatkan oleh dua pelaku. Mereka mendapat uang dari pembuatan suket palsu. AS dan M mematok harga Rp50 ribu per lembar suket. Keduanya tidak bertemu langsung dengan pembeli surat melainkan melalui perantara yaitu R dan NN yang mematok harga Rp175 ribu per lembar.
Saat dicek ke klinik yang dimaksud ternyata surat tersebut palsu. “Perusahaan mengonfirmasi kepada klinik, ada atau tidak antigen atas nama yang bersangkutan ternyata tidak ada. Yang asli kan pakai barcode. Ini tidak ada barcode,” ungkapnya.
Baca juga: Corona Melonjak, Diikuti Meningkatnya Masyarakat Tes PCR dan Swab Antigen
Sindikat ini bekerja dengan cara membagi peran. AS dan M mencetak suket palsu. R dan NN menjadi perantara. Sedangkan, AR dan AK adalah yang memesan suket palsu untuk keperluan bekerja. “Keperluannya bermacam-macam. Ada yang melamar pekerjaan, ada yang kebutuhan RS untuk mendapatkan surat ini,” ujar Imran.
Sejak 1,5 bulan beroperasi sindikat ini sudah mencetak 80 lembar suket palsu. Atas perbuatannya mereka dijerat pasal 263 juncto 55 56 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara.
Lihat Juga: 8 Tersangka Sindikat Penjual Bayi di Depok Terancam 15 Tahun Penjara dan Denda Rp600 Juta
(jon)