Pemberdayaan Pemuda Berkelanjutan dalam Konteks Bonus Demografi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan mengenai kependudukan , pemuda, dan lingkungan hidup saling terkait satu sama lain. Pentingnya integrasi antar ketiganya dipaparkan dalam acara peluncuran Centre for Youth and Population Research (CYPR), sebuah lembaga riset yang berfokus pada kepemudaan dan kependudukan.
Seminar yang digelar secara daring dan luring pada Jumat (11/6/2021) ini mengusung tema “Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Pemuda Berkelanjutan dalam Konteks Bonus Demografi” dan dihadiri para pembicara dari kalangan ahli, praktisi dan tokoh nasional, seperti mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Prof Emil Salim, Kepala Lembaga Demografi UI Turro Wongkaren, serta mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Andrinof Chaniago.
Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta orang, dengan proporsi 70% berada di usia produktif (15-60 tahun) yang sebagian besar di antaranya ialah kelompok pemuda (16-30 tahun). Jika pemuda tidak diberdayakan, maka bukan tidak mungkin Indonesia justru membuang peluang bonus demografi dan para pemuda menjadi beban yang sangat berat. Dan bukan tidak mungkin, dampak lebih buruk lagi, Indonesia mengalami kemunduran.
Direktur Eksekutif CYPR, Dedek Prayudi, dalam sambutannya menyampaikan bahwa CYPR memegang peran untuk mendorong sinergi antar pemberdayaan pemuda dengan perubahan pemahaman dan perilaku terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, Dedek menekankan pada perlunya mengedepankan budaya sadar dan peduli risiko (risk culture & awareness), utamanya terhadap lingkungan. (Baca juga; Haris Pertama: Pemuda Harus Terdepan Ingatkan Memori Sejarah )
“Kini, pengelolaan lingkungan hidup berada di tangan generasi muda. Bonus demografi adalah peluang mendorong produktivitas, namun hal ini akan mendorong distribusi dan konsumsi yang memiliki risiko adanya eksternalitas negatif yang dihasilkan. Proses produksi, distribusi dan konsumsi memiliki dampak besar terhadap lingkungan hidup,” kata Dedek Prayudi.
Pasalnya, banyak aktivitas ekonomi saat ini berdampak negatif terhadap lingkungan hidup seperti polusi udara, sampah plastik, dan lainnya. Untuk menjawab tantangan tersebut, pemberdayaan pemuda dalam kerangka bonus demografi dengan cara membangun pendekatan budaya sadar dan peduli risiko dan menerapkan upaya pengurangan bahaya dapat menjadi salah satu strategi kunci dalam melestarikan lingkungan hidup.
Dedek menambahkan, “perlu kita tekankan pentingnya peran pemuda berdaya dalam melestarikan lingkungan hidup dan pentingnya pelestarian lingkungan dalam memberdayakan pemuda.” (Baca juga; Hadapi Bonus Demografi dengan Pelatihan Vokasi di BLK Komunitas )
“Indonesia belum mampu melindungi bio diversity. Dari keharusan 30% lautan dan lahan yang terlindungi, baru 17% saja yang mampu dilindungi oleh Indonesia,” ujar Prof. Emil Salim yang hadir sebagai pembicara kunci.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Andini Effendi, Kepala Lembaga Demografi UI Turro Wongkaren mengatakan bonus demografi jika tidak dimanfaatkan akan menjadi sebuah ‘bencana’ demografi’. Bagi Indonesia sendiri, masa bonus demografi tersebut terjadi pada rentang 2012-2036 dengan puncaknya di 2020-2024. Supaya dapat berperan dalam pembangunan, maka pemuda memastikan untuk bekerja dan tidak menjadi beban. Di sisi lain, meningkatkan sikap positif terhadap pembangunan berkelanjutan, salah satu contohnya dengan menjaga lingkungan hidup.
Perlu adanya perubahan perspektif pemuda dalam memandang lingkungan hidup. Pemuda sudah saatnya menjadi yang terdepan dalam kebijakan pembangunan berbasis lingkungan, mengingat pola pembangunan modern sudah mulai mengarusutamakan lingkungan dan konsepsi green living.
Gustika Jusuf-Hatta, Co-Director Girl Peace Security, mengatakan bahwa partisipasi pemuda dalam setiap perjalanan sector publik maupun privat jangan hanya sebagai kosmetik. Ada banyak yang masih harus kami kejar.
Dalam beberapa tahun terakhir, eksternalitas negatif terhadap lingkungan meningkat pesat. Contohnya ialah penurunan kualitas udara di DKI Jakarta akibat penggunaan batubara pada pembangkit listrik, hingga penumpukan sampah medis terkait dengan penanganan pandemi Covid-19, contohnya masker dan APD sekali pakai yang memerlukan penanganan khusus.
Wahyu Mulyana, Chairperson URDI, menyampaikan bahwa persoalan lingkungan perkotaan saat ini memerlukan kebijakan yang menyentuh hulu dan hilir. Salah satu strategi yang dapat dilakukan di masa depan adalah meningkatkan pemahaman kaum muda dalam pemeliharaan lingkungan.
Pemuda dan kependudukan seperti satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam aras kebijakan pembangunan modern. Kebijakan lingkungan hidup berbasis kependudukan tentunya akan menempatkan pemuda dalam posisi penting, tidak hanya sebagai objek, namun juga subyek.
Pembina CYPR Andrinof Chaniago, dalam pesan penutup, menyampaikan bahwa bonus demografi menjadi sumber tantangan ganda, baik bagi generasi milenial maupun generasi selanjutnya. Tantangan tersebut ialah kelebihan penduduk usia produktif dan peningkatan jumlah orang yang mencari pekerjaan, serta kemajuan teknologi digital. Oleh karena itu, kesempatan kerja harus ditingkatkan, sehingga bonus demografi tersebut tidak terbuang.
Seminar yang digelar secara daring dan luring pada Jumat (11/6/2021) ini mengusung tema “Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Pemuda Berkelanjutan dalam Konteks Bonus Demografi” dan dihadiri para pembicara dari kalangan ahli, praktisi dan tokoh nasional, seperti mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Prof Emil Salim, Kepala Lembaga Demografi UI Turro Wongkaren, serta mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Andrinof Chaniago.
Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta orang, dengan proporsi 70% berada di usia produktif (15-60 tahun) yang sebagian besar di antaranya ialah kelompok pemuda (16-30 tahun). Jika pemuda tidak diberdayakan, maka bukan tidak mungkin Indonesia justru membuang peluang bonus demografi dan para pemuda menjadi beban yang sangat berat. Dan bukan tidak mungkin, dampak lebih buruk lagi, Indonesia mengalami kemunduran.
Direktur Eksekutif CYPR, Dedek Prayudi, dalam sambutannya menyampaikan bahwa CYPR memegang peran untuk mendorong sinergi antar pemberdayaan pemuda dengan perubahan pemahaman dan perilaku terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, Dedek menekankan pada perlunya mengedepankan budaya sadar dan peduli risiko (risk culture & awareness), utamanya terhadap lingkungan. (Baca juga; Haris Pertama: Pemuda Harus Terdepan Ingatkan Memori Sejarah )
“Kini, pengelolaan lingkungan hidup berada di tangan generasi muda. Bonus demografi adalah peluang mendorong produktivitas, namun hal ini akan mendorong distribusi dan konsumsi yang memiliki risiko adanya eksternalitas negatif yang dihasilkan. Proses produksi, distribusi dan konsumsi memiliki dampak besar terhadap lingkungan hidup,” kata Dedek Prayudi.
Pasalnya, banyak aktivitas ekonomi saat ini berdampak negatif terhadap lingkungan hidup seperti polusi udara, sampah plastik, dan lainnya. Untuk menjawab tantangan tersebut, pemberdayaan pemuda dalam kerangka bonus demografi dengan cara membangun pendekatan budaya sadar dan peduli risiko dan menerapkan upaya pengurangan bahaya dapat menjadi salah satu strategi kunci dalam melestarikan lingkungan hidup.
Dedek menambahkan, “perlu kita tekankan pentingnya peran pemuda berdaya dalam melestarikan lingkungan hidup dan pentingnya pelestarian lingkungan dalam memberdayakan pemuda.” (Baca juga; Hadapi Bonus Demografi dengan Pelatihan Vokasi di BLK Komunitas )
“Indonesia belum mampu melindungi bio diversity. Dari keharusan 30% lautan dan lahan yang terlindungi, baru 17% saja yang mampu dilindungi oleh Indonesia,” ujar Prof. Emil Salim yang hadir sebagai pembicara kunci.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Andini Effendi, Kepala Lembaga Demografi UI Turro Wongkaren mengatakan bonus demografi jika tidak dimanfaatkan akan menjadi sebuah ‘bencana’ demografi’. Bagi Indonesia sendiri, masa bonus demografi tersebut terjadi pada rentang 2012-2036 dengan puncaknya di 2020-2024. Supaya dapat berperan dalam pembangunan, maka pemuda memastikan untuk bekerja dan tidak menjadi beban. Di sisi lain, meningkatkan sikap positif terhadap pembangunan berkelanjutan, salah satu contohnya dengan menjaga lingkungan hidup.
Perlu adanya perubahan perspektif pemuda dalam memandang lingkungan hidup. Pemuda sudah saatnya menjadi yang terdepan dalam kebijakan pembangunan berbasis lingkungan, mengingat pola pembangunan modern sudah mulai mengarusutamakan lingkungan dan konsepsi green living.
Gustika Jusuf-Hatta, Co-Director Girl Peace Security, mengatakan bahwa partisipasi pemuda dalam setiap perjalanan sector publik maupun privat jangan hanya sebagai kosmetik. Ada banyak yang masih harus kami kejar.
Dalam beberapa tahun terakhir, eksternalitas negatif terhadap lingkungan meningkat pesat. Contohnya ialah penurunan kualitas udara di DKI Jakarta akibat penggunaan batubara pada pembangkit listrik, hingga penumpukan sampah medis terkait dengan penanganan pandemi Covid-19, contohnya masker dan APD sekali pakai yang memerlukan penanganan khusus.
Wahyu Mulyana, Chairperson URDI, menyampaikan bahwa persoalan lingkungan perkotaan saat ini memerlukan kebijakan yang menyentuh hulu dan hilir. Salah satu strategi yang dapat dilakukan di masa depan adalah meningkatkan pemahaman kaum muda dalam pemeliharaan lingkungan.
Pemuda dan kependudukan seperti satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam aras kebijakan pembangunan modern. Kebijakan lingkungan hidup berbasis kependudukan tentunya akan menempatkan pemuda dalam posisi penting, tidak hanya sebagai objek, namun juga subyek.
Pembina CYPR Andrinof Chaniago, dalam pesan penutup, menyampaikan bahwa bonus demografi menjadi sumber tantangan ganda, baik bagi generasi milenial maupun generasi selanjutnya. Tantangan tersebut ialah kelebihan penduduk usia produktif dan peningkatan jumlah orang yang mencari pekerjaan, serta kemajuan teknologi digital. Oleh karena itu, kesempatan kerja harus ditingkatkan, sehingga bonus demografi tersebut tidak terbuang.
(wib)