Sebut Nama Ahok dalam Pledoi, Habib Rizieq: Kasus Hukum Ini Dendam Politik Oligarki
loading...
A
A
A
JAKARTA - Habib Rizieq Shihab (HRS) menyatakan kasus hukum pelanggaran protokol kesehatan yang menjeratnya merupakan ajang balas dendam politik. Pasalnya, saat itu ormas yang dipimpinnya menggelar demonstrasi yang dikenal aksi 411 dan 212 menuntut penista agama Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok ) diadili.
Gerakan ini berlanjut pada perhelatan pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 silam. Saat itu ormas yang dipimpinnya menyatakan sikap tegas untuk tidak berpihak pada penista agama yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
"Ketika Ahok si penista agama menjadi salah satu calon Gubernur DKI Jakarta dan didukung oleh para oligarki yang saat itu sukses menggalang dukungan mulai dari Presiden dan menterinya, Panglima TNI dan Kapolri serta jajarannya, serta juga seluruh aparatur sipil negara (ASN) di DKI Jakarta yang diwajibkan memilih Ahok," kata Rizieq saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (20/5).
Dikatakan HRS sejak saat itulah dirinya dan teman-teman di ormas menjadi target utama kriminalisasi dengan berbagai rekayasa kasus. "Kami menjadi target operasi intelijen hitam berskala besar. Kami sebut intelijen hitam karena mereka tidak bekerja untuk keselamatan Bangsa dan Negara, tapi hanya untuk kepentingan ologarki," ujarnya.
Menurutnya, memilih kepala daerah yang baik tercermin dari sikap dan perangainya. Oleh karena itu komitmen untuk tidak memilih Ahok merupakan hal yang wajar karena sudah menistakan agama, terlebih masyarakat Jakarta mayoritas beragama Islam.
"Kami tidak mau seorang penista agama yang bersikap arogan dan korup, serta sering berucap kata kasar dan kotor jadi pemimpin ibukota sekaligus menjadi kepanjangan tangan oligarki di Ibu Kota," ungkapnya.
Semenjak itu, Rizieq mengaku dirinya beserta ormas yang dipimpinnya menjadi target kriminalisasi hingga berakhir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan dakwaan pelanggaran protokol kesehatan.
Gerakan ini berlanjut pada perhelatan pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 silam. Saat itu ormas yang dipimpinnya menyatakan sikap tegas untuk tidak berpihak pada penista agama yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
"Ketika Ahok si penista agama menjadi salah satu calon Gubernur DKI Jakarta dan didukung oleh para oligarki yang saat itu sukses menggalang dukungan mulai dari Presiden dan menterinya, Panglima TNI dan Kapolri serta jajarannya, serta juga seluruh aparatur sipil negara (ASN) di DKI Jakarta yang diwajibkan memilih Ahok," kata Rizieq saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (20/5).
Dikatakan HRS sejak saat itulah dirinya dan teman-teman di ormas menjadi target utama kriminalisasi dengan berbagai rekayasa kasus. "Kami menjadi target operasi intelijen hitam berskala besar. Kami sebut intelijen hitam karena mereka tidak bekerja untuk keselamatan Bangsa dan Negara, tapi hanya untuk kepentingan ologarki," ujarnya.
Menurutnya, memilih kepala daerah yang baik tercermin dari sikap dan perangainya. Oleh karena itu komitmen untuk tidak memilih Ahok merupakan hal yang wajar karena sudah menistakan agama, terlebih masyarakat Jakarta mayoritas beragama Islam.
Baca Juga
"Kami tidak mau seorang penista agama yang bersikap arogan dan korup, serta sering berucap kata kasar dan kotor jadi pemimpin ibukota sekaligus menjadi kepanjangan tangan oligarki di Ibu Kota," ungkapnya.
Semenjak itu, Rizieq mengaku dirinya beserta ormas yang dipimpinnya menjadi target kriminalisasi hingga berakhir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan dakwaan pelanggaran protokol kesehatan.
(hab)