Sidak Pengerjaan MCK Komunal di Slipi, Anggota DPRD DKI: Harus Sesuai Spesifikasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth melakukan inspeksi mendadak (sidak) pengerjaan renovasi fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) komunal di RW 01, Kelurahan Slipi, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.
Dalam sidak tersebut, anggota Fraksi PDIP yang biasa dipanggil Kent itu didampingi oleh Kepala Seksi Perencanaan Sudin Perumahan Rakyat dan Pemukiman Jakarta Barat Akbar; Ketua RW 01 Kelurahan Slipi Sepriadi, serta beberapa staf dari kelurahan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDI Perjuangan Provinsi DKI Jakarta ini mengingatkan kepada Kepala Pelaksana Pengerjaan MCK Komunal, Gimin, agar bisa mengerjakan sesuai dengan spesifikasi yang diberikan oleh Sudin Perumahan Rakyat dan Pemukiman Jakarta Barat.
"Saya tidak mau ada pengerjaan satu pun yang tidak sesuai dengan spesifikasi, sehingga bisa mengakibatkan umur MCK Komunal menjadi tidak awet," kata Kent dalam keterangannya, Kamis (21/1/2021).
Menurut Kent, saat ini pengerjaan MCK Komunal masih sesuai dengan rencana dan ia akan terus mengawasi sampai dengan pekerjaan ini cepat selesai. "Saya akan pantau terus pengerjaan MCK Komunal ini, supaya bisa secepatnya digunakan oleh masyarakat sekitar," tegas Kent.
Kent mengakui, saat ini, banyak permukiman warga di Jakarta Barat tidak memiliki MCK, sehingga harus dibuatkan MCK Komunal agar kesehatan dan kebersihan warga terjamin. Apalagi saat ini masih Pandemi Covid-19.
"Banyak rumah-rumah perkampungan menengah ke bawah di DKI Jakarta tidak memiliki WC Komunal. Apalagi saat ini kita ketahui masih Pandemi Covid-18, Masyarakat harus benar-benar menjaga kebersihan lingkungan," tuturnya.
Baca juga: DKI Bangun 2.975 Sumur Resapan untuk kendalikan Banjir dan Musim Kemarau
Selain Kecamatan Palmerah, diketahui wilayah Tanjung Duren, Grogol, pun masih bermasalah dengan tempat mandi cuci kakus (MCK). Akibatnya ratusan KK ini terancam kesehatannya. Berdasarkan data pada Oktober 2019, ada 4 RW di Tanjung Duren dengan kondisi buruk yang terburuk terjadi di RT 15/07. Sebagian besar tidak dilengkapi jamban, dan ada 124 KK yang terdampak.
Hal itu terpantau di Gang Sekretaris 1, RT 15/RW 07, kondisi jamban sangat memprihatinkan. Disepanjang gang 100 meter tersebut saluran air dipenuhi oleh kotoran manusia. Sekalipun terdapat satu toilet, namun kondisinya sangat memprihatinkan lantaran sempit dan kumuh, serta digunakan oleh beberapa kepala keluarga.
Tak hanya di Jakarta Barat, di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara ini salah satu wilayah yang sebagian besar warganya tidak memiliki fasilitas WC yang memadai.
Berdasarkan hasil studi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta per November 2018 menunjukkan masih ada 4,74% warga Jakarta yang berkategori Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Jika dihitung dari jumlah penduduk total sekitar 10 juta jiwa, maka sekitar 474 ribu orang berbuang hajat di luar kamar kecil atau WC.
"Angka itu sangat besar, di ibu kota sebesar ini masih ada warganya yang tidak mempunyai MCK yang layak bahkan BAB di sungai, padahal pendapatan DKI anggarannya puluhan triliun, seharusnya Pemprov DKI Jakarta mampu menghadirkan pembangunan toilet atau WC yang layak bagi warganya," tegas Kent.
Oleh karena itu, kata Kent, Pemprov DKI harus benar-benar mampu menghadirkan MCK yang layak bagi warganya di tengah Pandemi Covid-19 ini. Tahun 2021 ini wajib menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh warga Ibu Kota Jakarta menengah ke bawah, salah satunya tidak mempunyai MCK yang layak.
"Pemprov DKI mengajukan anggaran Rp10 miliar untuk memberantas kebiasaan BAB sembarangan, lewat program rehabilitasi septik tank, itu harus benar-benar di eksekusi secara tepat sasaran agar warganya sehat dan bebas dari penyakit," tegasnya.
Lalu untuk pemeliharaan MCK tersebut, Kent juga akan meminta kepada warga untuk membentuk kepengurusan agar perawatan bangunan bisa berjalan dengan baik.
"Selain itu, adanya MCK beserta kelengkapannya ini juga bisa mendorong warga untuk terbiasa dengan pola hidup bersih dan sehat," pungkasnya.
Diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajukan anggaran Rp10 miliar untuk memberantas kebiasaan buang air besar atau BAB sembarangan, lewat program rehabilitasi septic tank. Anggaran tersebut diajukan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2020. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mengatasi kebiasaan masyarakat buang air besar di sungai.
Dalam dokumen KUA PPAS 2020, pemerintah Jakarta mengalokasikan belanja subsidi hingga Rp8,02 triliun untuk meningkatkan penyelenggaraan layanan bagi masyarakat atau public service obligation (PSO). Subsidi ini terbagi tiga, yaitu transportasi sebesar Rp6,9 triliun, pangan Rp1,06 triliun, dan rehabilitasi septic tank Rp10 miliar.
Berdasarkan data Perusahaan Daerah PAL Jaya, 500 ribu penduduk Ibu Kota masih memiliki kebiasaan buang air besar di sembarang tempat. Sebagian besar kebiasaan buruk itu dilakukan di sungai. Karena itu, tidak mengherankan jika tingkat pencemaran bakteri E. coli di sungai mencapai 10 ribu dari batas normal 3.000 per 100 cc air.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, jumlah sungai dengan kategori tercemar berat meningkat dari 32% pada 2014 menjadi 61% pada 2016. Sebanyak 72,7% pencemaran itu berasal dari air tinja, air mandi, dan air cuci. Sedangkan 17,3% berasal dari limbah perkantoran dan 9,9% dari limbah industri.
Lihat Juga: Nyalain Pram di Kampung Teko, Program Sarapan Gratis Pelajar hingga Atasi Banjir Disiapkan
Dalam sidak tersebut, anggota Fraksi PDIP yang biasa dipanggil Kent itu didampingi oleh Kepala Seksi Perencanaan Sudin Perumahan Rakyat dan Pemukiman Jakarta Barat Akbar; Ketua RW 01 Kelurahan Slipi Sepriadi, serta beberapa staf dari kelurahan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDI Perjuangan Provinsi DKI Jakarta ini mengingatkan kepada Kepala Pelaksana Pengerjaan MCK Komunal, Gimin, agar bisa mengerjakan sesuai dengan spesifikasi yang diberikan oleh Sudin Perumahan Rakyat dan Pemukiman Jakarta Barat.
"Saya tidak mau ada pengerjaan satu pun yang tidak sesuai dengan spesifikasi, sehingga bisa mengakibatkan umur MCK Komunal menjadi tidak awet," kata Kent dalam keterangannya, Kamis (21/1/2021).
Menurut Kent, saat ini pengerjaan MCK Komunal masih sesuai dengan rencana dan ia akan terus mengawasi sampai dengan pekerjaan ini cepat selesai. "Saya akan pantau terus pengerjaan MCK Komunal ini, supaya bisa secepatnya digunakan oleh masyarakat sekitar," tegas Kent.
Kent mengakui, saat ini, banyak permukiman warga di Jakarta Barat tidak memiliki MCK, sehingga harus dibuatkan MCK Komunal agar kesehatan dan kebersihan warga terjamin. Apalagi saat ini masih Pandemi Covid-19.
"Banyak rumah-rumah perkampungan menengah ke bawah di DKI Jakarta tidak memiliki WC Komunal. Apalagi saat ini kita ketahui masih Pandemi Covid-18, Masyarakat harus benar-benar menjaga kebersihan lingkungan," tuturnya.
Baca juga: DKI Bangun 2.975 Sumur Resapan untuk kendalikan Banjir dan Musim Kemarau
Selain Kecamatan Palmerah, diketahui wilayah Tanjung Duren, Grogol, pun masih bermasalah dengan tempat mandi cuci kakus (MCK). Akibatnya ratusan KK ini terancam kesehatannya. Berdasarkan data pada Oktober 2019, ada 4 RW di Tanjung Duren dengan kondisi buruk yang terburuk terjadi di RT 15/07. Sebagian besar tidak dilengkapi jamban, dan ada 124 KK yang terdampak.
Hal itu terpantau di Gang Sekretaris 1, RT 15/RW 07, kondisi jamban sangat memprihatinkan. Disepanjang gang 100 meter tersebut saluran air dipenuhi oleh kotoran manusia. Sekalipun terdapat satu toilet, namun kondisinya sangat memprihatinkan lantaran sempit dan kumuh, serta digunakan oleh beberapa kepala keluarga.
Tak hanya di Jakarta Barat, di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara ini salah satu wilayah yang sebagian besar warganya tidak memiliki fasilitas WC yang memadai.
Berdasarkan hasil studi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta per November 2018 menunjukkan masih ada 4,74% warga Jakarta yang berkategori Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Jika dihitung dari jumlah penduduk total sekitar 10 juta jiwa, maka sekitar 474 ribu orang berbuang hajat di luar kamar kecil atau WC.
"Angka itu sangat besar, di ibu kota sebesar ini masih ada warganya yang tidak mempunyai MCK yang layak bahkan BAB di sungai, padahal pendapatan DKI anggarannya puluhan triliun, seharusnya Pemprov DKI Jakarta mampu menghadirkan pembangunan toilet atau WC yang layak bagi warganya," tegas Kent.
Oleh karena itu, kata Kent, Pemprov DKI harus benar-benar mampu menghadirkan MCK yang layak bagi warganya di tengah Pandemi Covid-19 ini. Tahun 2021 ini wajib menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh warga Ibu Kota Jakarta menengah ke bawah, salah satunya tidak mempunyai MCK yang layak.
"Pemprov DKI mengajukan anggaran Rp10 miliar untuk memberantas kebiasaan BAB sembarangan, lewat program rehabilitasi septik tank, itu harus benar-benar di eksekusi secara tepat sasaran agar warganya sehat dan bebas dari penyakit," tegasnya.
Lalu untuk pemeliharaan MCK tersebut, Kent juga akan meminta kepada warga untuk membentuk kepengurusan agar perawatan bangunan bisa berjalan dengan baik.
"Selain itu, adanya MCK beserta kelengkapannya ini juga bisa mendorong warga untuk terbiasa dengan pola hidup bersih dan sehat," pungkasnya.
Diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajukan anggaran Rp10 miliar untuk memberantas kebiasaan buang air besar atau BAB sembarangan, lewat program rehabilitasi septic tank. Anggaran tersebut diajukan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2020. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mengatasi kebiasaan masyarakat buang air besar di sungai.
Dalam dokumen KUA PPAS 2020, pemerintah Jakarta mengalokasikan belanja subsidi hingga Rp8,02 triliun untuk meningkatkan penyelenggaraan layanan bagi masyarakat atau public service obligation (PSO). Subsidi ini terbagi tiga, yaitu transportasi sebesar Rp6,9 triliun, pangan Rp1,06 triliun, dan rehabilitasi septic tank Rp10 miliar.
Berdasarkan data Perusahaan Daerah PAL Jaya, 500 ribu penduduk Ibu Kota masih memiliki kebiasaan buang air besar di sembarang tempat. Sebagian besar kebiasaan buruk itu dilakukan di sungai. Karena itu, tidak mengherankan jika tingkat pencemaran bakteri E. coli di sungai mencapai 10 ribu dari batas normal 3.000 per 100 cc air.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, jumlah sungai dengan kategori tercemar berat meningkat dari 32% pada 2014 menjadi 61% pada 2016. Sebanyak 72,7% pencemaran itu berasal dari air tinja, air mandi, dan air cuci. Sedangkan 17,3% berasal dari limbah perkantoran dan 9,9% dari limbah industri.
Lihat Juga: Nyalain Pram di Kampung Teko, Program Sarapan Gratis Pelajar hingga Atasi Banjir Disiapkan
(thm)