Belum Dibayar Pemkab Bekasi, Pengusaha Konstruksi Mengeluh
loading...
A
A
A
BEKASI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi rupanya masih berutang dalam sejumlah proyek pembangunan infrastruktur. Para kontraktor konstruksi mengaku geram karena pekerjaannya tahun lalu tak kunjung dibayar.
Utang itu mayoritas terjadi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP). Proyek yang jumlahnya mencapai ribuan titik ini digelar dengan sistem e-catalog yang diinisasi oleh Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Sekretariat Daerah Kabupaten Bekasi. Apalagi, pengusaha mengaku merugi karena pemerintah setempat tidak membayar pekerjaan infrastruktur yang dilakukan pemerintah.
Pengurus Gabungan Pengusaha Kontruksi (Gapensi) Kabupaten Bekasi, Wijaya mengaku, merugi karena pekerjaannya yang tak kunjung dibayar. Padahal, sesuai kontrak kerja, pemerintah selaku pemberi kerja wajib membayar penuh pekerjaan yang telah rampung dilaksanakan.
"Hingga sekarang pembayaran belum beres, kita merugi," kata Wijaya kepada wartawan Rabu (20/1/2021). Baca: Akhir Januari Tol BORR Seksi IIIA Dibuka, Penyesuaian Tarif Dilakukan
Wijaya mengaku dua proyek pengerjaan jalan lingkungan dengan anggaran masing-masing Rp50 juta dan Rp45 juta. Namun, setelah pekerjaan rampung, anggaran tersebut tak kunjung dapat dicairkan.”Kalau dari nilainya, bagi kontraktor besar mungkin memang tidak seberapa. Tapi tetap saja itu hak kami. Ini nilainya lumayan besar,” ungkapnya.
Selain pekerjaan yang tak kunjung dibayar, Wijaya berharap Pemkab Bekasi mengevaluasi sistem e-katalog. Skema yang awalnya digunakan untuk memastikan kualitas infrastruktur yang dibangun, dalam realitas di lapangan justru kerap menghambat proses pengerjaan. Soalnya, barang yang dikirim vendor kerap terlambat.
Seperti diketahui, dengan skema e-katalog, bahan bangunan yang dibutuhkan, seperti beton dan besi jalan, tidak dimasukan dalam pagu anggaran. Bahan bangunan itu dibeli langsung oleh dinas melalui aplikasi e-katalog yang dibuat oleh Bagian ULP.Dengan perubahan skema ini, pagu anggaran untuk pembangunan jalan pun dipangkas lebih dari setengahnya.
Anggaran jalan lingkungan yang semula sekitar Rp200 juta menjadi hanya sekitar Rp50 juta atau hanya untuk ongkos pengerjaan jalan. Namun, faktanya pembelian bahan bangunan dengan waktu pengerjaan tidak singkron. Sehingga ketika pekerja telah berada di lapangan, bahan baku belum datang.
Hal serupa dikeluhkan Acim, kontraktor lainnya. Akibat keterlambatan pengiriman barang, pekerjaannya tidak rampung 100 persen.”Jadi kan saya dapat empat titik, nah dua ini yang barangnya lambat dikirim jadinya enggak selesai. Kami mau mengerjakan apa kalau barangnya tidak ada. Ya sudah seadanya. Nah kami tagih ini pembayarannya, belum juga dibayar,” katanya.
Sebelumnya sistem e-katalog ini sempat menimbulkan pertentangan di kalangan kontraktor. Selain karena pagu anggaran yang dipangkas lebih dari setengahnya, skema ini terkesan dipaksakan. Apalagi e-katalog tidak masuk dalam skema penganggaran di APBD 2020.
Utang itu mayoritas terjadi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP). Proyek yang jumlahnya mencapai ribuan titik ini digelar dengan sistem e-catalog yang diinisasi oleh Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Sekretariat Daerah Kabupaten Bekasi. Apalagi, pengusaha mengaku merugi karena pemerintah setempat tidak membayar pekerjaan infrastruktur yang dilakukan pemerintah.
Pengurus Gabungan Pengusaha Kontruksi (Gapensi) Kabupaten Bekasi, Wijaya mengaku, merugi karena pekerjaannya yang tak kunjung dibayar. Padahal, sesuai kontrak kerja, pemerintah selaku pemberi kerja wajib membayar penuh pekerjaan yang telah rampung dilaksanakan.
"Hingga sekarang pembayaran belum beres, kita merugi," kata Wijaya kepada wartawan Rabu (20/1/2021). Baca: Akhir Januari Tol BORR Seksi IIIA Dibuka, Penyesuaian Tarif Dilakukan
Wijaya mengaku dua proyek pengerjaan jalan lingkungan dengan anggaran masing-masing Rp50 juta dan Rp45 juta. Namun, setelah pekerjaan rampung, anggaran tersebut tak kunjung dapat dicairkan.”Kalau dari nilainya, bagi kontraktor besar mungkin memang tidak seberapa. Tapi tetap saja itu hak kami. Ini nilainya lumayan besar,” ungkapnya.
Selain pekerjaan yang tak kunjung dibayar, Wijaya berharap Pemkab Bekasi mengevaluasi sistem e-katalog. Skema yang awalnya digunakan untuk memastikan kualitas infrastruktur yang dibangun, dalam realitas di lapangan justru kerap menghambat proses pengerjaan. Soalnya, barang yang dikirim vendor kerap terlambat.
Seperti diketahui, dengan skema e-katalog, bahan bangunan yang dibutuhkan, seperti beton dan besi jalan, tidak dimasukan dalam pagu anggaran. Bahan bangunan itu dibeli langsung oleh dinas melalui aplikasi e-katalog yang dibuat oleh Bagian ULP.Dengan perubahan skema ini, pagu anggaran untuk pembangunan jalan pun dipangkas lebih dari setengahnya.
Anggaran jalan lingkungan yang semula sekitar Rp200 juta menjadi hanya sekitar Rp50 juta atau hanya untuk ongkos pengerjaan jalan. Namun, faktanya pembelian bahan bangunan dengan waktu pengerjaan tidak singkron. Sehingga ketika pekerja telah berada di lapangan, bahan baku belum datang.
Hal serupa dikeluhkan Acim, kontraktor lainnya. Akibat keterlambatan pengiriman barang, pekerjaannya tidak rampung 100 persen.”Jadi kan saya dapat empat titik, nah dua ini yang barangnya lambat dikirim jadinya enggak selesai. Kami mau mengerjakan apa kalau barangnya tidak ada. Ya sudah seadanya. Nah kami tagih ini pembayarannya, belum juga dibayar,” katanya.
Sebelumnya sistem e-katalog ini sempat menimbulkan pertentangan di kalangan kontraktor. Selain karena pagu anggaran yang dipangkas lebih dari setengahnya, skema ini terkesan dipaksakan. Apalagi e-katalog tidak masuk dalam skema penganggaran di APBD 2020.