Jika Perangkat Ini Tidak Ditemukan Polisi, Gisel Bisa Lepas dari Kasus Video Syur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengakuan artis Gisella Anastasia sebagai pemeran dalam video mesum 19 detik, dinilai masih lemah untuk menjeratnya dengan Undang-Undang Pornografi . Sebab, bila tanpa ponsel yang digunakan merekam, maka pembuktian secara digital forensik sulit dilakukan.
Gisel hari ini kembali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya. Mantan istri Gading Marten itu dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi atau Pasal 28 UU Pornografi. (Baca juga: Berkemeja Putih, Gisel Tiba di Mapolda Metro Lebih Awal dari Jadwal)
Gisel bersama Michael Yukinobu de Fretes (MYD) dijerat pasal yang sama setelah video syur keduanya beredar luas di jagat maya. Terlebih, keduanya juga telah mengaku sebagai pemain dalam video berdurasi 19 detik itu. Tindakan asusila tersebut direkam pada 2017 di sebuah hotel di Medan Sumatera Utara.
Pakar digital forensik Dr Solichul Huda M Kom memiliki pandangan jika Gisel bukan hanya bisa dijerat UU Pornografi, tetapi juga Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab, Gisel bukan hanya mengaku merekam video adegan panas itu tetapi juga mengirimkannya ke MYD.
“Jadi untuk kasus ini sebetulnya bisa disangkakan dengan dua undang-undang. Pertama dengan Undang-Undang ITE Pasal 27 ayat (1), di situ dijelaskan bahwa siapa saja yang mendistribusikan mentransmisikan,” ujar Huda, Jumat (8/1/2021). (Baca juga: Gisel Minta Maaf soal Video Syur, Polisi juga Minta Maaf Proses Hukum Tetap Jalan)
“Khusus untuk kasus gisel ini sesuai dengan pengakuan dia, itu sebetulnya bisa dituduhkan dengan mentransmisikan, karena dia telah mengakui pernah mentransfer atau mentransmisikan file video tersebut dari HP dia, ke HP miliknya MYD. Ini sudah termasuk dalam kategori mentransmisikan, berarti kena Undang-Undang ITE Pasal 27 ayat (1),” beber Huda.
Dengan pengakuan tersebut, Gisel bukan hanya dijerat UU Pornografi karena telah memproduksi, tetapi juga mentransmisikan video asusila. Meski demikian, untuk menjerat Gisel dengan dua UU itu, polisi mesti mengantongi bukti ponsel yang digunakan merekam dan mentransmisikan.
“Kalau dilihat dari video singkatnya yang 19 detik, di situ memang terlihat bahwa sebetulnya ada peran serta Gisel untuk memproduksi dan ini dikuatkan dengan pengakuan dia. Bahwa memang pada waktu melakukan perbuatan asusila tersebut memang dia merekam menggunakan HP miliknya. Sehingga di sini sebetulnya UU Nomor 44 Tahun 2008 seperti yang disangkakan penyidik memang sudah benar, bahwa Gisel ini telah melanggar UU Pornografi Pasal 4 yaitu memproduksi,” terangnya.
“Tapi ini ada catatan yang perlu saya sampaikan, karena di sini alat bukti berupa data digital berarti penyidik harus hati-hati. Pertama, kalau untuk pengakuan jelas ya, artinya kalau untuk siapa yang ada di dalamnya karena sudah ada pengakuan berarti sudah ada alat bukti, tidak ada masalah. Tapi di sini untuk membuktikan bahwa dia adalah memproduksi video tersebut, berarti di sini polisi atau penyidik harus bisa menemukan perangkat yang digunakan untuk memproduksi video tersebut,” jelas Huda.
Selain mengakui sebagai pemain dalam video panas tersebut, Gisel juga memberi pengakuan kepada polisi, jika ponsel lamanya telah hilang dan rusak. Kini polisi masih mencari ponsel yang digunakan merekam sebagai alat bukti sekaligus pembuktian digital forensik, sebelum kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan.
“Mau dihapus (filenya) atau tidak itu enggak ada masalah, yang penting nanti barangnya (ponsel) ketemu. Begitu barangnya ketemu artinya handphonenya tersebut ketemu nanti akan diforensik, begitu diforensik nanti akan muncul kalau memang file tersebut ada di situ,” tandasnya.
“Nanti begitu forensik, maka nanti file itu akan muncul dibuat kapan, jam berapa, tanggal, kemudian volumenya berapa, tipe filenya seperti apa, kapasitasnya berapa. Kemudian handphone seri mana, jenis mana, itu akan muncul ketika diforensik. Jadi kalau dari sisi forensik itu filenya harus jelas, videonya harus jelas dibuat itu pakai perangkat apa? Jadi ada IMEI, ada serinya kalau udah ketemu itu pasti oke,” imbuhnya.
Pria asal Salatiga itu juga mengatakan, jika hanya berdasar pada pengakuan dan video yang beredar, pembuktian akan sulit dilakukan ketika memasuki masa persidangan. Terdakwa bisa dengan mudah berbalik untuk mengelak karena tidak ada bukti. Sementara video yang beredar tidak akan bisa menunjukkan ponsel milik Gisel yang semula diakui sebagai alat rekam.
“Tapi kalau video yang beredar selama ini diforensik tidak bisa menyebutkan itu (data forensik), kenapa? Karena tidak bisa menjelaskan ini dibuat pakai perangkat apa. Kalau penyidik bisa membuktikan itu maka nanti bisa menyangkakan saudari Gisel dengan UU ITE dan UU Pornografi. Jadi kuncinya adalah menemukan perangkat yang dipergunakan untuk memproduksi,” ungkapnya.
"Kalau misalkan perangkat tersebut tidak ditemukan, ada kemungkinannya (Gisel) bisa lepas. Kenapa? Karena memang ini kan barang buktinya digital. Memang ada pengakuan, tapi ketika tidak ada barang bukti, biasanya akan mudah pengalihannya. Artinya dia diperiksa (polisi) mengaku, tapi nanti begitu masuk sidang, terdakwa itu bisa saja mengatakan itu bukan saya. Kalau misalkan ditanya ‘Dulu kok mengaku?’. Dulu mengaku karena kondisinya tertekan, yang menekankan bukan hanya keluarga tapi juga orang sekitar dan masyarakat umum, karena saya kondisinya tertekan seperti itu ya sudah daripada ramai-ramai saya mengaku’,” pungkasnya.
Gisel hari ini kembali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya. Mantan istri Gading Marten itu dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi atau Pasal 28 UU Pornografi. (Baca juga: Berkemeja Putih, Gisel Tiba di Mapolda Metro Lebih Awal dari Jadwal)
Gisel bersama Michael Yukinobu de Fretes (MYD) dijerat pasal yang sama setelah video syur keduanya beredar luas di jagat maya. Terlebih, keduanya juga telah mengaku sebagai pemain dalam video berdurasi 19 detik itu. Tindakan asusila tersebut direkam pada 2017 di sebuah hotel di Medan Sumatera Utara.
Pakar digital forensik Dr Solichul Huda M Kom memiliki pandangan jika Gisel bukan hanya bisa dijerat UU Pornografi, tetapi juga Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab, Gisel bukan hanya mengaku merekam video adegan panas itu tetapi juga mengirimkannya ke MYD.
“Jadi untuk kasus ini sebetulnya bisa disangkakan dengan dua undang-undang. Pertama dengan Undang-Undang ITE Pasal 27 ayat (1), di situ dijelaskan bahwa siapa saja yang mendistribusikan mentransmisikan,” ujar Huda, Jumat (8/1/2021). (Baca juga: Gisel Minta Maaf soal Video Syur, Polisi juga Minta Maaf Proses Hukum Tetap Jalan)
“Khusus untuk kasus gisel ini sesuai dengan pengakuan dia, itu sebetulnya bisa dituduhkan dengan mentransmisikan, karena dia telah mengakui pernah mentransfer atau mentransmisikan file video tersebut dari HP dia, ke HP miliknya MYD. Ini sudah termasuk dalam kategori mentransmisikan, berarti kena Undang-Undang ITE Pasal 27 ayat (1),” beber Huda.
Dengan pengakuan tersebut, Gisel bukan hanya dijerat UU Pornografi karena telah memproduksi, tetapi juga mentransmisikan video asusila. Meski demikian, untuk menjerat Gisel dengan dua UU itu, polisi mesti mengantongi bukti ponsel yang digunakan merekam dan mentransmisikan.
“Kalau dilihat dari video singkatnya yang 19 detik, di situ memang terlihat bahwa sebetulnya ada peran serta Gisel untuk memproduksi dan ini dikuatkan dengan pengakuan dia. Bahwa memang pada waktu melakukan perbuatan asusila tersebut memang dia merekam menggunakan HP miliknya. Sehingga di sini sebetulnya UU Nomor 44 Tahun 2008 seperti yang disangkakan penyidik memang sudah benar, bahwa Gisel ini telah melanggar UU Pornografi Pasal 4 yaitu memproduksi,” terangnya.
“Tapi ini ada catatan yang perlu saya sampaikan, karena di sini alat bukti berupa data digital berarti penyidik harus hati-hati. Pertama, kalau untuk pengakuan jelas ya, artinya kalau untuk siapa yang ada di dalamnya karena sudah ada pengakuan berarti sudah ada alat bukti, tidak ada masalah. Tapi di sini untuk membuktikan bahwa dia adalah memproduksi video tersebut, berarti di sini polisi atau penyidik harus bisa menemukan perangkat yang digunakan untuk memproduksi video tersebut,” jelas Huda.
Selain mengakui sebagai pemain dalam video panas tersebut, Gisel juga memberi pengakuan kepada polisi, jika ponsel lamanya telah hilang dan rusak. Kini polisi masih mencari ponsel yang digunakan merekam sebagai alat bukti sekaligus pembuktian digital forensik, sebelum kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan.
“Mau dihapus (filenya) atau tidak itu enggak ada masalah, yang penting nanti barangnya (ponsel) ketemu. Begitu barangnya ketemu artinya handphonenya tersebut ketemu nanti akan diforensik, begitu diforensik nanti akan muncul kalau memang file tersebut ada di situ,” tandasnya.
“Nanti begitu forensik, maka nanti file itu akan muncul dibuat kapan, jam berapa, tanggal, kemudian volumenya berapa, tipe filenya seperti apa, kapasitasnya berapa. Kemudian handphone seri mana, jenis mana, itu akan muncul ketika diforensik. Jadi kalau dari sisi forensik itu filenya harus jelas, videonya harus jelas dibuat itu pakai perangkat apa? Jadi ada IMEI, ada serinya kalau udah ketemu itu pasti oke,” imbuhnya.
Pria asal Salatiga itu juga mengatakan, jika hanya berdasar pada pengakuan dan video yang beredar, pembuktian akan sulit dilakukan ketika memasuki masa persidangan. Terdakwa bisa dengan mudah berbalik untuk mengelak karena tidak ada bukti. Sementara video yang beredar tidak akan bisa menunjukkan ponsel milik Gisel yang semula diakui sebagai alat rekam.
“Tapi kalau video yang beredar selama ini diforensik tidak bisa menyebutkan itu (data forensik), kenapa? Karena tidak bisa menjelaskan ini dibuat pakai perangkat apa. Kalau penyidik bisa membuktikan itu maka nanti bisa menyangkakan saudari Gisel dengan UU ITE dan UU Pornografi. Jadi kuncinya adalah menemukan perangkat yang dipergunakan untuk memproduksi,” ungkapnya.
"Kalau misalkan perangkat tersebut tidak ditemukan, ada kemungkinannya (Gisel) bisa lepas. Kenapa? Karena memang ini kan barang buktinya digital. Memang ada pengakuan, tapi ketika tidak ada barang bukti, biasanya akan mudah pengalihannya. Artinya dia diperiksa (polisi) mengaku, tapi nanti begitu masuk sidang, terdakwa itu bisa saja mengatakan itu bukan saya. Kalau misalkan ditanya ‘Dulu kok mengaku?’. Dulu mengaku karena kondisinya tertekan, yang menekankan bukan hanya keluarga tapi juga orang sekitar dan masyarakat umum, karena saya kondisinya tertekan seperti itu ya sudah daripada ramai-ramai saya mengaku’,” pungkasnya.
(thm)