Pemblokiran Jalan oleh Perusahaan di Cikupa, Warga: Hidup Lagi Susah Tolong Jangan Tambah Susah
loading...
A
A
A
TANGERANG - Warga Desa Bojong, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang mengeluhkan pemblokiran jalan masuk menuju lingkungan mereka.
Pemblokiran jalan yang terjadi sejak Selasa (14/4/2020) itu diduga dilakukan PT Sinar Masanda Industri (SMI) yang berlokasi di desa tersebut. PT SMI dikabarkan tengah bersengketa dengan PT Samcro Hyosung Adilestari (SHA) terkait persoalan lahan.
"Warga jelas sangat terganggu dengan kondisi seperti ini. Aktivitas keluar-masuk kami agak sulit akibat pemblokiran akses tersebut," ujar Caswati, warga setempat, Kamis (16/4/2020).
Warga RT02/01 Desa Bojong itu menuturkan pemblokiran jalan merupakan buntut dari persoalan sengketa lahan yang melibatkan PT SMI dan SHA.
Dua perusahaan yang lokasi pabriknya berdekatan itu sama-sama mengklaim bahwa lahan berupa akses jalan milik mereka. "Sudah dua hari ini akses jalan diportal. Kabarnya sengketa lahan, tapi kenapa warga di sini yang menjadi korban? Ini tidak adil. Apa tidak bisa diselesaikan secara baik-baik oleh kedua belah pihak," katanya.
Nining, warga lainnya mengaku khawatir jika pemblokiran jalan akan berdampak buruk bagi masa depan mereka. Terlebih sebagian besar warga bekerja di salah satu perusahaan yang bersengketa.
"Kalau perusahaan tempat kami bekerja bangkrut akibat tidak bisa lagi beroperasi karena adanya pemblokiran jalan ini ya tentu kami khawatir akan ada PHK nantinya. Lalu, bagaimana dengan nasib kami, siapa yang mau bertanggungjawab kalau sampai terjadi PHK," ungkapnya.
Dia berharap Pemkab Tangerang maupun aparat kepolisian setempat melakukan mediasi guna menyelesaikan persoalan tersebut. Apalagi peristiwa ini terjadi di tengah pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang melanda bangsa ini.
"Semua serba susah karena Corona ya tolong juga jangan buat kami tambah susah," kata Nining.
Masih Status Quo
Wardy, perwakilan manajemen PT SHA tak menampik soal adanya aksi pemblokiran jalan akibat sengketa lahan antara perusahaannya dengan PT SMI.
Bahkan, PT SHA yang memproduksi magic tape (pita perekat) itu ikut menyayangkan pemblokiran jalan secara sepihak yang dilakukan manajemen SMI.
Akibat pemblokiran jalan, aktivitas keluar-masuk mobil pengiriman barang PT SHA menjadi terhambat sehingga perusahaannya mengalami kerugian materi.
"Sudah dua hari ini kami tidak bisa kirim barang keluar karena adanya pemblokiran sepihak itu. Kerugian kami mencapai Rp100 juta," kata Wardy, Kamis (16/4/2020).
Dia menjelaskan, pemblokiran jalan dilatarbelakangi persoalan sengketa lahan antara PT SHA dan PT SMI. Lahan dimaksud berupa akses jalan masuk ke pabrik.
PT SMI yang kabarnya memproduksi outsole atau tapak sepatu untuk merek dagang sepatu terkemuka itu mengklaim jalan menuju pabrik tersebut merupakan milik mereka. Padahal, PT SHA telah memiliki bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat dan akta jual beli (AJB) yang terbit sejak 1989.
Menurut Wardy, persoalan sengketa lahan antara perusahaannya dengan PT SMI sedang dalam proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Dalam artian belum ada putusan inkrah. Adapun agenda persidangan perdana rencananya digelar pada 24 April 2020.
PT SHA mengajukan gugatan ke PN Tangerang pada 20 Maret 2020. Gugatan yang diajukan terkait sengketa lahan dimaksud. “Sekarang ini masih status quo. Harusnya PT SMI bisa menghormati proses hukum yang sedang berjalan, enggak boleh arogan dengan melakukan aksi secara sepihak seperti itu," ujarnya.
Pihaknya juga membuat laporan ke Polda Banten atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum manajemen PT SMI terhadap Mr Lee, salah satu pimpinan PT SHA.
Dugaan penganiayaan terjadi pada Rabu (15/4/2020) pagi saat pihaknya tengah melakukan aktivitas pekerjaan di area lahan mereka.
Hingga berita ini diturunkan belum ada klarifikasi resmi dari manajemen PT SMI terkait aksi pemblokiran jalan yang diduga dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Pantauan di lokasi, sejumlah orang berjaga-jaga di pintu masuk yang merupakan akses menuju kawasan pabrik PT SHA dan PT SMI. Pintu masuk tersebut dipasang portal berbentuk pagar besi dan kawat berduri.
Pemblokiran jalan yang terjadi sejak Selasa (14/4/2020) itu diduga dilakukan PT Sinar Masanda Industri (SMI) yang berlokasi di desa tersebut. PT SMI dikabarkan tengah bersengketa dengan PT Samcro Hyosung Adilestari (SHA) terkait persoalan lahan.
"Warga jelas sangat terganggu dengan kondisi seperti ini. Aktivitas keluar-masuk kami agak sulit akibat pemblokiran akses tersebut," ujar Caswati, warga setempat, Kamis (16/4/2020).
Warga RT02/01 Desa Bojong itu menuturkan pemblokiran jalan merupakan buntut dari persoalan sengketa lahan yang melibatkan PT SMI dan SHA.
Dua perusahaan yang lokasi pabriknya berdekatan itu sama-sama mengklaim bahwa lahan berupa akses jalan milik mereka. "Sudah dua hari ini akses jalan diportal. Kabarnya sengketa lahan, tapi kenapa warga di sini yang menjadi korban? Ini tidak adil. Apa tidak bisa diselesaikan secara baik-baik oleh kedua belah pihak," katanya.
Nining, warga lainnya mengaku khawatir jika pemblokiran jalan akan berdampak buruk bagi masa depan mereka. Terlebih sebagian besar warga bekerja di salah satu perusahaan yang bersengketa.
"Kalau perusahaan tempat kami bekerja bangkrut akibat tidak bisa lagi beroperasi karena adanya pemblokiran jalan ini ya tentu kami khawatir akan ada PHK nantinya. Lalu, bagaimana dengan nasib kami, siapa yang mau bertanggungjawab kalau sampai terjadi PHK," ungkapnya.
Dia berharap Pemkab Tangerang maupun aparat kepolisian setempat melakukan mediasi guna menyelesaikan persoalan tersebut. Apalagi peristiwa ini terjadi di tengah pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang melanda bangsa ini.
"Semua serba susah karena Corona ya tolong juga jangan buat kami tambah susah," kata Nining.
Masih Status Quo
Wardy, perwakilan manajemen PT SHA tak menampik soal adanya aksi pemblokiran jalan akibat sengketa lahan antara perusahaannya dengan PT SMI.
Bahkan, PT SHA yang memproduksi magic tape (pita perekat) itu ikut menyayangkan pemblokiran jalan secara sepihak yang dilakukan manajemen SMI.
Akibat pemblokiran jalan, aktivitas keluar-masuk mobil pengiriman barang PT SHA menjadi terhambat sehingga perusahaannya mengalami kerugian materi.
"Sudah dua hari ini kami tidak bisa kirim barang keluar karena adanya pemblokiran sepihak itu. Kerugian kami mencapai Rp100 juta," kata Wardy, Kamis (16/4/2020).
Dia menjelaskan, pemblokiran jalan dilatarbelakangi persoalan sengketa lahan antara PT SHA dan PT SMI. Lahan dimaksud berupa akses jalan masuk ke pabrik.
PT SMI yang kabarnya memproduksi outsole atau tapak sepatu untuk merek dagang sepatu terkemuka itu mengklaim jalan menuju pabrik tersebut merupakan milik mereka. Padahal, PT SHA telah memiliki bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat dan akta jual beli (AJB) yang terbit sejak 1989.
Menurut Wardy, persoalan sengketa lahan antara perusahaannya dengan PT SMI sedang dalam proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Dalam artian belum ada putusan inkrah. Adapun agenda persidangan perdana rencananya digelar pada 24 April 2020.
PT SHA mengajukan gugatan ke PN Tangerang pada 20 Maret 2020. Gugatan yang diajukan terkait sengketa lahan dimaksud. “Sekarang ini masih status quo. Harusnya PT SMI bisa menghormati proses hukum yang sedang berjalan, enggak boleh arogan dengan melakukan aksi secara sepihak seperti itu," ujarnya.
Pihaknya juga membuat laporan ke Polda Banten atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum manajemen PT SMI terhadap Mr Lee, salah satu pimpinan PT SHA.
Dugaan penganiayaan terjadi pada Rabu (15/4/2020) pagi saat pihaknya tengah melakukan aktivitas pekerjaan di area lahan mereka.
Hingga berita ini diturunkan belum ada klarifikasi resmi dari manajemen PT SMI terkait aksi pemblokiran jalan yang diduga dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Pantauan di lokasi, sejumlah orang berjaga-jaga di pintu masuk yang merupakan akses menuju kawasan pabrik PT SHA dan PT SMI. Pintu masuk tersebut dipasang portal berbentuk pagar besi dan kawat berduri.
(jon)