Kadin Sampaikan Kendala Penerapan PSBB di Tempat Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 sangat berdampak pada dunia usaha . Hampir seluruh lapangan usaha di Indonesia mengalami kontraksi mendalam sepanjang kuartal kedua tahun 2020.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, relaksasi PSBB pascakuartal kedua 2020 memberikan dampak positif. Namun, kondisi kontraksi terus berlanjut mengikuti lambatnya pemulihan daya beli dan confidence konsumsi masyarakat. (Baca juga: Kadin Dorong Skema PPP demi Ketahanan Pangan)
“Dampak penurunan daya beli dan konsumsi berdampak pada kinerja sektor manufaktur yang tercermin pada kontraksi PMI di Indonesia terburuk sepanjang sejarah,” ujar Shinta dalam webinar yang digelar DPMPTSP DKI Jakarta bertajuk ‘Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Sosial Ekonomi, Selasa (24/11/2020).
Selama pandemi, sektor pariwisata dan jasa perjalanan cukup terdampak. Di Jakarta, sektor paling banyak yakni jasa. “Ekonomi Jakarta terpusat pada sistem jasa yang membutukan normalisasi. Sementara itu tingkat pengangguran sekitar 10,95% dan Jakarta salah satu yang tertinggi di Indonesia,” ucapnya.
Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan Pemprov DKI perlu menjaga keseimbangan antara kebutuhan pengendalian pandemi dan produktivitas ekonomi. (Baca juga: Jokowi Tagih Komitmen Kadin Dampingi 2 Juta Petani Swadaya)
“Kebutuhan pengendalian ekonomi pemerintah daerah kan gencar agar masyarakat menerapkan protokol kesehatan hal itu berbanding dengan keleluasaan kegiatan operasional dalam konteks kebutuhan penciptaan produktivitas. Dalam kebutuhan pengendalian pandemi, terdapat kebutuhan social distancing. Sedangkan pada kebutuhan penciptaan produktivitas bagaimana para pelaku usaha mendapatkan jaminan kebebasan mobilitas,” urainya.
Dia merinci kendala penerapan PSBB di tempat kerja oleh pelaku usaha antara lain kondisi force majeure dan terburu-buru menciptakan disrupsi besar pada kegiatan usaha. Banyak trial and error di tingkat pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.
“Kurangnya koordinasi dan mekanisme konsultasi pemda dengan pelaku usaha meningkatkan kegiatan usaha selama pandemi. Ketidaksiapan transformasi model kerja WFO menjadi WFH. Peningkatan beban operasional karena pelaksanaan protokol kesehatan pada PSBB Transisi dan minimnya kedisiplinan individu (pekerja dan pengunjung) untuk mematuhi protokol kesehatan di tempat kerja,” ujar Shinta.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, relaksasi PSBB pascakuartal kedua 2020 memberikan dampak positif. Namun, kondisi kontraksi terus berlanjut mengikuti lambatnya pemulihan daya beli dan confidence konsumsi masyarakat. (Baca juga: Kadin Dorong Skema PPP demi Ketahanan Pangan)
“Dampak penurunan daya beli dan konsumsi berdampak pada kinerja sektor manufaktur yang tercermin pada kontraksi PMI di Indonesia terburuk sepanjang sejarah,” ujar Shinta dalam webinar yang digelar DPMPTSP DKI Jakarta bertajuk ‘Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Sosial Ekonomi, Selasa (24/11/2020).
Selama pandemi, sektor pariwisata dan jasa perjalanan cukup terdampak. Di Jakarta, sektor paling banyak yakni jasa. “Ekonomi Jakarta terpusat pada sistem jasa yang membutukan normalisasi. Sementara itu tingkat pengangguran sekitar 10,95% dan Jakarta salah satu yang tertinggi di Indonesia,” ucapnya.
Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan Pemprov DKI perlu menjaga keseimbangan antara kebutuhan pengendalian pandemi dan produktivitas ekonomi. (Baca juga: Jokowi Tagih Komitmen Kadin Dampingi 2 Juta Petani Swadaya)
“Kebutuhan pengendalian ekonomi pemerintah daerah kan gencar agar masyarakat menerapkan protokol kesehatan hal itu berbanding dengan keleluasaan kegiatan operasional dalam konteks kebutuhan penciptaan produktivitas. Dalam kebutuhan pengendalian pandemi, terdapat kebutuhan social distancing. Sedangkan pada kebutuhan penciptaan produktivitas bagaimana para pelaku usaha mendapatkan jaminan kebebasan mobilitas,” urainya.
Dia merinci kendala penerapan PSBB di tempat kerja oleh pelaku usaha antara lain kondisi force majeure dan terburu-buru menciptakan disrupsi besar pada kegiatan usaha. Banyak trial and error di tingkat pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.
“Kurangnya koordinasi dan mekanisme konsultasi pemda dengan pelaku usaha meningkatkan kegiatan usaha selama pandemi. Ketidaksiapan transformasi model kerja WFO menjadi WFH. Peningkatan beban operasional karena pelaksanaan protokol kesehatan pada PSBB Transisi dan minimnya kedisiplinan individu (pekerja dan pengunjung) untuk mematuhi protokol kesehatan di tempat kerja,” ujar Shinta.
(jon)