Berjarak 500 Meter dari Rumah Habib Rizieq, Inilah Mausoleum OG Khow Senilai Rp3,2 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Delapan tiang setinggi 10 meter membentuk sebuah prisma beratap. Berlapis keramik dari Italia, makam ini terlihat berbeda dari makam lainnya di TPU Petamburan , Jakarta Pusat.
Pagarnya berwarna emas membuatnya sangat elegan. Dari luar pagar emas terlihat dua nisan bertulis Lim Sha Nio yang lahir 9 Juni 1879 dan OG Khow lahir 13 Maret 1874.
Di antara nisan keduanya patung putih bersih malaikat berdiri tegak. Kepalanya sedikit menunduk dengan tangan kiri memegang dadanya.
Di pinggir Mausoleum terdapat tangga di sisi timur barat mengarah ke bawah. Terdapat pintu teralis tergembok yang mengarah ke bawah Mausoleum. “Di dalamnya ada patung semasa hidup keduanya,” tutur Agus, staf pemakaman TPU Petamburan, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Di sekitar TPU Petamburan atau sekitar 500 meter seperti diketahui kediaman Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab lantaran berada dalam satu kelurahan. (Baca juga: Sejarah Jakarta, Disebut di Batu Tulis Purnawarman yang Berkembang Menjadi Bandar Besar)
Windoro Adi dalam bukunya berjudul Batavia 1740 menjelaskan dua makam itu merupakan suami - istri. Keduanya diketahui tak memiliki anak. Khow meninggal 1 Juli 1927 dan istrinya Lim meninggal 18 Agustus 1957.
Khow meninggal di Swiss. Dia merupakan keluarga dari Khow van Tamboen, keluarga paling berpengaruh di Hindia Belanda sejak abad 18-20.
Foto: Patung putih di Mausoleum, TPU Petamburan, Jakarta Pusat
Batavia 1740 juga menceritakan saat pembangunan makam ini mengimpor keramik dari Italia. Tak heran, biaya pembangunan Mausoleum sangat mahal. “Biayanya hampir 200 ribu poundsterling. Kalau dikonversikan saat ini sekitar Rp3,2 miliar,” ujar Sejarawan dan Pemerhati Kota Tua Chandrian Attahiriyat.
Mingguan Sin Po edisi Februari 1932 menulis makam ini lebih mewah dari makam miliarder Amerika, Rockefeller saat itu. Seorang warga menyebut sekitar makam menceritakan dahulu saat malam, Mausoleum terang benderang dengan lampu kristal yang menggantung di plafon.
Buku ini juga menjelaskan bila OG Khow merupakan tuan tanah di sekitar Tambun, pemilik perkebunan tebu dan Bank Than Kie. Saat rumah sakit Jang Seng Ie (sekarang RS Husada) di Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat dibangun, OG Khow merupakan ketua yayasan yang menyandang dana pembangunan rumah sakit.
Yahudi dan Tentara Jepang
Selain Mausoleum, ada juga tiga makam Yahudi di blok A. Makam ini juga unik karena berbentuk segitiga layaknya rumah. Kondisi tiga makam itu nyaris tak terawat. Satu makam terlihat berlubang di atap segitiganya dan nisan yang telah pecah, satu lainnya terlihat ada coretan di batu nisan.
Satu lainnya, kondisi jauh lebih baik. Meski nisan telah memburam, namun masih cukup bagus dengan pilokan kuning 118 tepat di atas nisan. (Baca juga: Mengenal Menara ATC Tintin Kemayoran, Saksi Sejarah Kejayaan Penerbangan Indonesia)
“Sudah tidak ada keluarganya,” kata Agus, penjaga makam di TPU Petamburan.
Letak ketiga makam ini di blok A1 TPU itu. Dua di antaranya saling berhadapan sejarak satu meter, sementara satu lainnya berada berjarak 20 meter dari keduanya.
Berbeda dengan makam lainnya, makam Yahudi berbentuk segitiga seperti rumah. Dalam tulisan nisan terdapat lambang bintang Daud dan tulisan Ibrani. Di bawah keduanya, identitas jenazah, salah satunya Joshua Moses Care yang meninggal 14 Januari 1942.
Chandrian mengatakan makam itu bukanlah yang pertama di Jakarta. Ada makam Yahudi yang jauh lebih tua di TPU Kebon Jahe, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kedatangan bangsa Yahudi berawal dari kedatangan VOC sekitar abad 16. Banyak warga Eropa - Yahudi kemudian berdagang di Tanah Abang dan Pasar Baru. “Jumlahnya hanya puluhan. Dahulu tak ada Israel. Bangsa ini menyebar ke daratan Eropa,” ucapnya.
Foto: Kuil Jepang di Mausoleum
Selain dua makam itu, ada pula Kuil Jepang. Warnanya cukup mencolok dengan putih - abu. Berpagar hitam, makam ini cukup terawat. Rumput kecil hijau mengelilingi makam tersebut.
Dia menyebutkan di dalamnya terdapat guci abu. Jumlahnya mencapai puluhan dan tertata rapih. Tiap guci bertulis huruf Jepang. “Itu adalah abu tentara Jepang yang gugur di Indonesia. Kebanyakan jenazahnya dibuat kuil,” kata Chandrian.
Pagarnya berwarna emas membuatnya sangat elegan. Dari luar pagar emas terlihat dua nisan bertulis Lim Sha Nio yang lahir 9 Juni 1879 dan OG Khow lahir 13 Maret 1874.
Di antara nisan keduanya patung putih bersih malaikat berdiri tegak. Kepalanya sedikit menunduk dengan tangan kiri memegang dadanya.
Di pinggir Mausoleum terdapat tangga di sisi timur barat mengarah ke bawah. Terdapat pintu teralis tergembok yang mengarah ke bawah Mausoleum. “Di dalamnya ada patung semasa hidup keduanya,” tutur Agus, staf pemakaman TPU Petamburan, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Di sekitar TPU Petamburan atau sekitar 500 meter seperti diketahui kediaman Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab lantaran berada dalam satu kelurahan. (Baca juga: Sejarah Jakarta, Disebut di Batu Tulis Purnawarman yang Berkembang Menjadi Bandar Besar)
Windoro Adi dalam bukunya berjudul Batavia 1740 menjelaskan dua makam itu merupakan suami - istri. Keduanya diketahui tak memiliki anak. Khow meninggal 1 Juli 1927 dan istrinya Lim meninggal 18 Agustus 1957.
Khow meninggal di Swiss. Dia merupakan keluarga dari Khow van Tamboen, keluarga paling berpengaruh di Hindia Belanda sejak abad 18-20.
Foto: Patung putih di Mausoleum, TPU Petamburan, Jakarta Pusat
Batavia 1740 juga menceritakan saat pembangunan makam ini mengimpor keramik dari Italia. Tak heran, biaya pembangunan Mausoleum sangat mahal. “Biayanya hampir 200 ribu poundsterling. Kalau dikonversikan saat ini sekitar Rp3,2 miliar,” ujar Sejarawan dan Pemerhati Kota Tua Chandrian Attahiriyat.
Mingguan Sin Po edisi Februari 1932 menulis makam ini lebih mewah dari makam miliarder Amerika, Rockefeller saat itu. Seorang warga menyebut sekitar makam menceritakan dahulu saat malam, Mausoleum terang benderang dengan lampu kristal yang menggantung di plafon.
Buku ini juga menjelaskan bila OG Khow merupakan tuan tanah di sekitar Tambun, pemilik perkebunan tebu dan Bank Than Kie. Saat rumah sakit Jang Seng Ie (sekarang RS Husada) di Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat dibangun, OG Khow merupakan ketua yayasan yang menyandang dana pembangunan rumah sakit.
Yahudi dan Tentara Jepang
Selain Mausoleum, ada juga tiga makam Yahudi di blok A. Makam ini juga unik karena berbentuk segitiga layaknya rumah. Kondisi tiga makam itu nyaris tak terawat. Satu makam terlihat berlubang di atap segitiganya dan nisan yang telah pecah, satu lainnya terlihat ada coretan di batu nisan.
Satu lainnya, kondisi jauh lebih baik. Meski nisan telah memburam, namun masih cukup bagus dengan pilokan kuning 118 tepat di atas nisan. (Baca juga: Mengenal Menara ATC Tintin Kemayoran, Saksi Sejarah Kejayaan Penerbangan Indonesia)
“Sudah tidak ada keluarganya,” kata Agus, penjaga makam di TPU Petamburan.
Letak ketiga makam ini di blok A1 TPU itu. Dua di antaranya saling berhadapan sejarak satu meter, sementara satu lainnya berada berjarak 20 meter dari keduanya.
Berbeda dengan makam lainnya, makam Yahudi berbentuk segitiga seperti rumah. Dalam tulisan nisan terdapat lambang bintang Daud dan tulisan Ibrani. Di bawah keduanya, identitas jenazah, salah satunya Joshua Moses Care yang meninggal 14 Januari 1942.
Chandrian mengatakan makam itu bukanlah yang pertama di Jakarta. Ada makam Yahudi yang jauh lebih tua di TPU Kebon Jahe, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kedatangan bangsa Yahudi berawal dari kedatangan VOC sekitar abad 16. Banyak warga Eropa - Yahudi kemudian berdagang di Tanah Abang dan Pasar Baru. “Jumlahnya hanya puluhan. Dahulu tak ada Israel. Bangsa ini menyebar ke daratan Eropa,” ucapnya.
Foto: Kuil Jepang di Mausoleum
Selain dua makam itu, ada pula Kuil Jepang. Warnanya cukup mencolok dengan putih - abu. Berpagar hitam, makam ini cukup terawat. Rumput kecil hijau mengelilingi makam tersebut.
Dia menyebutkan di dalamnya terdapat guci abu. Jumlahnya mencapai puluhan dan tertata rapih. Tiap guci bertulis huruf Jepang. “Itu adalah abu tentara Jepang yang gugur di Indonesia. Kebanyakan jenazahnya dibuat kuil,” kata Chandrian.
(jon)