Waspadai Kejahatan Berkedok Misi Sosial

Senin, 09 November 2020 - 08:18 WIB
loading...
A A A
Media sosial turut menjadi salah satu sarana yang kerap digunakan pelaku untuk melancarkan aksinya. Pelaku kejahatan tak segan membuat akun di media sosial dan kemudian mencatut nama badan-badan tertentu untuk mengelabui korbannya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan salah satu lembaga yang pernah dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksi penipuan. (Baca juga: Penyakit Penyerta Covid-19 Perlu Diwaspadai)

Aktivitas penggalangan dana palsu ini juga marak terjadi di media sosial lain seperti Instagram dan Facebook. Umumnya bermodus “membius” korban melalui paparan cerita- cerita serta video seputar korban yang mampu menggugah emosi.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat juga menghadirkan berbagai modus kejahatan baru, salah satunya melalui e-mail phising. E-mail ini kerap digunakan pelaku kejahatan untuk mengelabui korbannya, seolah-olah e-mail tersebut dikirim langsung oleh lembaga amal resmi. Padahal e-mail itu merupakan pembuka jalan pelaku untuk melancarkan aksi kejahatannya.

Emosional vs Rasional

Dalam konteks individu, viktimisasi bisa menghasilkan kerugian material dan dampak psikologis berupa fear of crime (Robert Elias,1986). Hal ini juga terjadi dalam aksi penipuan berkedok misi sosial. Tak hanya menelan kerugian berupa finansial, korban juga berpotensi mengalami rasa trauma yang bisa jadi membuat niat seseorang untuk berbagi dengan sesama tertahan karena khawatir bisa kembali menjadi korban.

Para calon penyumbang dana yang sudah menaruh harapan dihinggapi rasa kecewa dan rasa curiga sekaligus terhadap semua aksi penggalangan dana, bahkan yang bersifat resmi sekalipun. Hal ini menciptakan efek tambahan berupa ikut tercemarnya aksi donasi yang dilakukan badan amal resmi. (Baca juga: Kemendagri: Perusahaan Fintech Wajib Lindungi Data pribadi)

Sebagai upaya untuk mencegah kejahatan ini, selain berharap pada adanya hukum yang efektif, terpenting diperlukan upaya membangun kesadaran dan kewaspadaan dari diri sendiri terlebih dahulu. Upaya ini merupakan cara penanggulangan yang menitikberatkan pada sifat preventif atau pencegahan sebelum kejahatan terjadi.

Emile Durkheim menjelaskan bahwa solidaritas sosial hadir dari perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan dikuatkan oleh adanya pengalaman emosional bersama. Dalam konteks pandemi, pengalaman emosional ini muncul karena semua orang tak terkecuali merasakan dampak dari situasi pandemi meski dengan kadar yang berbeda-beda. Perasaan senasib tersebut menciptakan pengalaman emosional yang pada akhirnya melahirkan rasa empati dan solidaritas terhadap sesama yang salah satunya disalurkan melalui aksi donasi.

Lewat donasi, orang mendapatkan kepuasan dan kelegaan lantaran telah berbagi dengan sesama. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan pelaku. Mereka melakukan pancingan-pancingan lewat aneka narasi yang menjual. Walhasil, dorongan berbagi dalam diri individu yang sudah sangat besar bisa menjadi lebih besar lagi gara-gara stimulus yang disuntikkan pelaku melalui narasi yang dibangunnya. Situasi ini yang kerap membuat orang abai dengan prinsip cek dan cek ulang serta kemudian langsung melakukan tindakan spontan.

Hal inilah yang kemudian menjadi kunci pencegahan kejahatan ini. Bahwa meski dorongan untuk membantu orang lain sangat besar, berpikir kritis dan rasional tetap diperlukan. Masyarakat perlu membentengi dan membekali diri dalam mendeteksi dan mengidentifikasi secara dini aksi kejahatan ini. Upaya untuk menghindari kejahatan ini bisa dimulai dengan melakukan verifikasi terhadap lembaga yang melakukan aksi penggalangan dana. (Lihat videonya: Viral Video Jalan Rusak di Lebak)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1442 seconds (0.1#10.140)