Waspada, Kriminalitas Intai Pesepeda
loading...
A
A
A
Secara teoretis, sepeda saat ini adalah barang mewah yang rentan dijadikan sasaran kejahatan. Namun kerentanan ini tidak hanya karena harganya yang tinggi, tetapi juga karena dengan harga yang tinggi tersebut menyebabkan orang yang menggunakannya mendapatkan pengakuan secara sosial. Kondisi seperti ini menambah kerentanan pesepeda sebagai sasaran kejahatan.
Bila dibandingkan dengan sepeda motor, sepeda dan pengendara sepeda jauh lebih rentan, terutama untuk pembegalan. Hal ini karena sepeda jauh lebih ringan dan lebih ringkas untuk dibawa dengan hasil penjualan yang relatif lebih tinggi atau lebih mudah, terutama sepeda lipat. Sebab sepeda tidak memilik tanda kepemilikan dan identitas seperti sepeda motor dan untuk merek tertentu mudah dijual dengan harga tinggi. (Baca juga: Cukupi Nutrisi si Kecil di Masa Pandemi)
Tak hanya itu, pengendara sepeda yang dalam kondisi fisik kelelahan karena harus menggenjot sepeda membuat pesepeda lebih mudah dilumpuhkan daripada pengendara motor. Begitu juga dengan kecepatan sepeda yang juga rentan jadi sasaran pembegalan. Walaupun dalam kondisi tertentu sepeda bisa dikendarai dengan kecepatan tinggi, tetap saja kecepatannya sangat tergantung dari kemampuan fisik pengendaranya. Pastinya sepeda dan pengemudi sepeda jauh lebih rentan menjadi sasaran kejahatan daripada sepeda motor dan pengendaranya.
Elemen Kejahatan dan Segitiga Kejahatan
Kohen dan Felson (Crawford, 1998) serta NCPI (1986) yang kemudian dirangkum Dadang Sudiadi (2015) menyatakan bahwa kejahatan terjadi karena empat hal ini: keberadaan potential offender, pelaku yang memiliki skill and tool, target mengiurkan serta kesempatan atau peluang yang tersedia untuk dilakukannya kejahatan.
Di satu pihak ada pelaku potensial yang karena beberapa hal yang bersangkutan harus melakukan kejahatan, salah satunya karena kekurangan secara ekonomi, karena menganggur misalnya, tanpa menafikan banyak juga pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan karena tamak dan rakus. (Baca juga: Waspadai Politik Uang jelang Pilkada Serentak)
Namun latar belakang pelaku saja sebetulnya tidak cukup karena seorang pelaku harus memiliki alat dan keterampilan ketika melakukan kejahatannya. Secara umum hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi pelaku kejahatan itu harus cerdas, terutama berkenaan dengan kemampuannya dalam menyiasati risiko dan kemampuannya untuk menganalisis risiko dengan rasionalitasnya sebagai pelaku kejahatan.
Menghitung risiko yang akan diterima dan membandingkannya dengan keuntungan yang akan didapat akan memengaruhi keputusannya dalam melakukan kejahatan dan menjadikan calon korban atau calon sasarannya sebagai objek kejahatannya. Orang yang dianggap memiliki kelemahan dan atau barang bernilai tinggi dianggap sebagai calon korban yang menggiurkan untuk dijadikan sasaran kejahatan.
Terakhir, peluang yang tersedia juga turut menentukan, bahkan ada yang mengatakan bahwa peluang/kesempatan yang tersedia akan sangat menentukan apakah calon pelaku melakukan kejahatan atau tidak. Beberapa kajian menunjukkan, karena kebanyakan kejahatan itu sifatnya oportunistis, peluang/kesempatan ini dianggap menjadi kunci utama untuk terjadinya kejahatan.
Penjelasan seperti itu membantah pendapat yang menyatakan bahwa kejahatan itu bisa terjadi di mana saja dan kapan saja serta terhadap siapa saja. Karena kejahatan itu terjadi di tempat tertentu, yaitu yang menyediakan kesempatan dilakukannya kejahatan; terhadap objek/sasaran tertentu, yaitu yang lemah, atau berisiko rendah tapi bernilai tinggi seperti harga tinggi, banyak dibutuhkan, mudah dijual, mudah dipindahkan/diambil; serta dilakukan oleh pelaku tertentu dengan karakteristik tertentu. (Baca juga: Objek Wisata Kota Tua Kembali Dibuka, Pengunjung Masih Sepi)
Bila dibandingkan dengan sepeda motor, sepeda dan pengendara sepeda jauh lebih rentan, terutama untuk pembegalan. Hal ini karena sepeda jauh lebih ringan dan lebih ringkas untuk dibawa dengan hasil penjualan yang relatif lebih tinggi atau lebih mudah, terutama sepeda lipat. Sebab sepeda tidak memilik tanda kepemilikan dan identitas seperti sepeda motor dan untuk merek tertentu mudah dijual dengan harga tinggi. (Baca juga: Cukupi Nutrisi si Kecil di Masa Pandemi)
Tak hanya itu, pengendara sepeda yang dalam kondisi fisik kelelahan karena harus menggenjot sepeda membuat pesepeda lebih mudah dilumpuhkan daripada pengendara motor. Begitu juga dengan kecepatan sepeda yang juga rentan jadi sasaran pembegalan. Walaupun dalam kondisi tertentu sepeda bisa dikendarai dengan kecepatan tinggi, tetap saja kecepatannya sangat tergantung dari kemampuan fisik pengendaranya. Pastinya sepeda dan pengemudi sepeda jauh lebih rentan menjadi sasaran kejahatan daripada sepeda motor dan pengendaranya.
Elemen Kejahatan dan Segitiga Kejahatan
Kohen dan Felson (Crawford, 1998) serta NCPI (1986) yang kemudian dirangkum Dadang Sudiadi (2015) menyatakan bahwa kejahatan terjadi karena empat hal ini: keberadaan potential offender, pelaku yang memiliki skill and tool, target mengiurkan serta kesempatan atau peluang yang tersedia untuk dilakukannya kejahatan.
Di satu pihak ada pelaku potensial yang karena beberapa hal yang bersangkutan harus melakukan kejahatan, salah satunya karena kekurangan secara ekonomi, karena menganggur misalnya, tanpa menafikan banyak juga pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan karena tamak dan rakus. (Baca juga: Waspadai Politik Uang jelang Pilkada Serentak)
Namun latar belakang pelaku saja sebetulnya tidak cukup karena seorang pelaku harus memiliki alat dan keterampilan ketika melakukan kejahatannya. Secara umum hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi pelaku kejahatan itu harus cerdas, terutama berkenaan dengan kemampuannya dalam menyiasati risiko dan kemampuannya untuk menganalisis risiko dengan rasionalitasnya sebagai pelaku kejahatan.
Menghitung risiko yang akan diterima dan membandingkannya dengan keuntungan yang akan didapat akan memengaruhi keputusannya dalam melakukan kejahatan dan menjadikan calon korban atau calon sasarannya sebagai objek kejahatannya. Orang yang dianggap memiliki kelemahan dan atau barang bernilai tinggi dianggap sebagai calon korban yang menggiurkan untuk dijadikan sasaran kejahatan.
Terakhir, peluang yang tersedia juga turut menentukan, bahkan ada yang mengatakan bahwa peluang/kesempatan yang tersedia akan sangat menentukan apakah calon pelaku melakukan kejahatan atau tidak. Beberapa kajian menunjukkan, karena kebanyakan kejahatan itu sifatnya oportunistis, peluang/kesempatan ini dianggap menjadi kunci utama untuk terjadinya kejahatan.
Penjelasan seperti itu membantah pendapat yang menyatakan bahwa kejahatan itu bisa terjadi di mana saja dan kapan saja serta terhadap siapa saja. Karena kejahatan itu terjadi di tempat tertentu, yaitu yang menyediakan kesempatan dilakukannya kejahatan; terhadap objek/sasaran tertentu, yaitu yang lemah, atau berisiko rendah tapi bernilai tinggi seperti harga tinggi, banyak dibutuhkan, mudah dijual, mudah dipindahkan/diambil; serta dilakukan oleh pelaku tertentu dengan karakteristik tertentu. (Baca juga: Objek Wisata Kota Tua Kembali Dibuka, Pengunjung Masih Sepi)